Mohon tunggu...
Angga Setiawan
Angga Setiawan Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa UKWMS

Seorang lumpen proletariat yang iseng-iseng nulis acak

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Telaah Kritis Nilai Kebebasan, Ditinjau dari Kritik Agamben terhadap Negara Demokratis

20 Mei 2020   00:08 Diperbarui: 20 Mei 2020   00:47 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keadaan darurat, Sang Politis terlegitimasi untuk bertindak kekerasan dan penelantaran, semua warga diinklusikan ke dalam hukum dan diekslusikan melalui kekerasan dan penelantaran. Yang berdaulat---Sang Politis---inilah yang juga memutuskan apakah suatu hal dapat dikatakan darurat. Yang berdaulat ini juga akan selalu memutuskan keadaan darurat untuk menjaga legitimasi kekuasaannya.

Keadaan darurat adalah perangkat penyelenggaraan kekuasaan yang terejawantah ke dalam aturan-aturan atau produk hukum darurat. Keadaan darurat merujuk pada deklarasi negara untuk mengetengahi kondisi krisis yang mengancam keamanan dan keteriban nasional. Hal ini juga dimungkinkan negara melihat dan menetapkan suatu kondisi acak secara belebih---me-daruratkan keadaan atau keadaan darurat? 

Dalam keadaan seperti itu badan eksekutif akan memiliki komando lebih dominan untuk mengecualikan hukum yang tengah berlaku. Suspension of law akan membuat eksekutif bertindak secara semena-mena di luar hukum. Keadaan darurat adalah bentuk normalisasi dalam demokrasi.

Di sini, kebebasan tampak tak bernilai tanpa adanya negara. Kebebasan dilihat sebagai konsekuensi dari berdirinya negara dan rakyat. Melalui konstitusi, negara memberikan jaminan hak-hak dan kebebasan pada warga negaranya melalui perangkat hukum. 

Demokrasi "memberikan" seluruh model kebebasan. Namun jelas, kebebasan tak pernah bisa berdiri sendiri karena ia selalu bersandar pada negara sebagai penjamin hak-hak warga negaranya. Maka dari itu, kekuasaan juga dimungkinkan melangkahi hukum dengan menciptakan keadaan darurat. 

Ketika seluruh hak dan prosedur diatur oleh perundang-undangan, yang berdaulat/penguasa dimungkinkan untuk menunda dan mengambil langkah di luar aturan untuk menghentikan keadaan darurat. Yang terjadi justru warga negara menjadi objek kekerasan oleh negaranya---apa yang disebut oleh Agamben sebagai homo sacer, di mana secara hukum korban masih terinklusi sebagai warga negara, namun mereka sekaligus terekslusi dari hukum dalam keadaan darurat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun