Mohon tunggu...
Budiyono
Budiyono Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Pemerhati Sosial

Halaman ini dapat digunakan sebagai media tukar fikiran tentang berbagai hal di sekitar kita. Kita perlu memberikan pandangan kritis terhadap berbagai hal demi mendudukkan segala sesuatu sesuai porsinya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mitos: Tidak Boleh Keluar Rumah Menjelang Maghrib

17 Desember 2023   13:00 Diperbarui: 17 Desember 2023   13:03 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MITOS: TIDAK BOLEH KELUAR RUMAH MENJELANG MAGRIB

Mitos adalah sebuah kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat terkait dengan sebab dan akibat dalam melakukan suatu aktivitas. Salah satu mitos yang diyakini oleh orang Sunda adalah tidak boleh keluar rumah menjelang magrib. Orang sunda meyakini bahwa jika keluar rumah menjelang magrib akan diculik oleh setan yang disebut dengan kalong wewe. Larangan tersebut diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya yang masih bermain hingga menjelang magrib. 

Secara epistomologis, mitos tersebut dapat ditinjau secara ilmiah. Asal mula mitos ini terjadi adalah terkait dengan salah satu kisah di Bandung pada tahun 1920-an. Pada masa itu, masih belum adanya penerangan yang memadai sepanjang jalan. Oleh karena itu, jika keluar rumah menjelang magrib, kondisi jalanan sudah menjadi gelap, sehingga dapat berbahaya untuk melewati jalan karena tidak dapat melihat jalan dengan jelas dan memungkinkan masuk jurang. Selain itu, pada masa tersebut juga terjadi seorang anak yang menghilang malam hari dan ditemukan keesokan harinya berada di atas pohon dengan kondisi membisu. Orang-orang menyakini bahwa hal tersebut dilakukan oleh setan. 

Namun, ditinjau secara ilmiah, dikarenakan penerangan yang kurang memadai, anak-anak kesulitan menemukan jalan pulang ke rumahnya karena kondisi jalan yang gelap. Selain itu, karena pada tahun 1920-an tersebut penduduk belum padat dan sekitar jalan masih terdapat pepohonan atau hutan yang luas, sehingga jika berdiam diri di jalan akan lebih berbahaya karena dapat diserang hewan buas. Berdiam di atas pohon merupakan bentuk perlindungan diri dari hewan buas hingga menjelang pagi hari. Kondisi anak yang membisu saat ditemukan, yang dapat disebabkan ketakutan yang mendalam pada diri anak tersebut karena seorang diri semalaman di hutan yang luas. Dilihat secara agama, waktu menjelang magrib adalah waktu yang digunakan untuk bersiap-siap menunaikan shalat magrib dan mengaji, sehingga anak-anak dianjurkan untuk berhenti bermain. Secara aksiologis, larangan tidak boleh keluar menjelang magrib menjadi sebuah tanda untuk beristirahat atau berhenti melakukan aktivitas. Waktu tersebut tidak hanya berlaku pada anak-anak saja, tetapi pada orang dewasa juga untuk berhenti melakukan pekerjaan dan waktunya untuk pulang dan beristirahat  [Adhani Nur Fajrina ] .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun