Batik merupakan salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang adi luhung dan diakui dunia. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan dari UNESCO yaitu Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa Internasional yang menyatakan bahwa batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity ) pada tanggal 2 Oktober 2009. Berita baik tersebut disambut oleh pemerintah dengan membuat keputusan yang semakin mengkokohkan eksistensi batik di Indonesia yaitu melalui Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009 berupa penetapan Hari Batik Nasional pada tanggal 2 Oktober.
Prayitno (2010) menyatakan bahwa batik telah dikenal oleh nenek moyang sejak abad XII. Pada saat itu, batik ditulis atau dilukis di atas daun lontar. Motif yang digunakan tidak seperti sekarang, batik tersebut bermotif binatang dan tanaman. Menurut Susanto (1980:307) kapan batik dibuat pertama kalinya dan di mana asal batik belum diketahui secara pasti. Batik dibuat di berbagai daerah dan negara, seperti di Jepang pada zaman dinasti Nara sampai abad pertengahan disebut “Rokechi”. Di Cina pada zaman dinasti Tang, di Bangkok, dan Turkistan Timur. Di India Selatan, batik baru dibuat pada tahun 1516, yaitu di Palekat dan Gujarat secara lukisan lilin, sehingga disebut kain Palekat. Perkembangan batik India mencapai puncaknya pada abad XVII sampai dengan abad XIX sedangkan di Indonesia sampai pada kesempurnaan pada sekitar abad XIV sampai dengan abad XV.
Secara etimologi dan terminologinya, batik merupakan rangkaian kata mbat dan tik. Mbat dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai ngembat atau melempar berkali-kali, sedangkan tik berasal dari kata titik. Jadi, membatik artinya melempar titik berkali-kali pada kain. Adapula yang mengatakan bahwa kata batik berasal dari kata amba yang berarti kain yang lebar dan kata titik. Artinya batik merupakan titik-titik yang digambar pada media kain yang lebar sedemikian sehingga menghasilkan pola-pola yang indah (Musman dan Arini, 2011: 1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, batik memiliki arti kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.
Selain Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan beberapa wilayah di Jawa Tengah saat ini tengah giat mengembangkan potensi batik yang dimilikinya, salah satunya Temanggung. Kapan dan dimana batik dibuat oleh masyarakat Temanggung tidak ditemukan catatan yang pasti. Menurut Sri Rahayu Widati Adi seorang seniman batik asal Temanggung yang tinggal di Perumahan Danupayan Kecamatan Bulu, motif mliwis merupakan kearifan lokal yang coraknya sudah dibuat tahun 1966. Beliau mulai menekuni batik ini sejak tahun 2010 karena pada tahun 2009-2010 batik mulai menggeliat. Menurut beliau, rancangan itu sudah ada sejak tahun 1966 (www.pikiran-rakyat.com).
Mliwis merupakan salah satu burung yang ada di legenda Anglingdarma. Mliwis (belibis) merupakan burung jelmaan Anglingdarma (keturunanan Prabu Jayabaya) yang dipercaya masyarakat Temanggung pernah berkuasa di kawasan Kedu. Petilasan Anglingdarma berada di Desa Bojonegoro Kecamatan Kedu Temanggung. Sayangnya popularitas batik motif mliwis yang merupakan motif klasik batik Kabupaten Temanggung tenggelam oleh gencarnya kampanye produk batik bermotif kontemporer yang diklaim sebagai motif batik khas Temanggung, seperti motif tembakau, kopi dan sebagainya. Alhasil, popularitas batik motif mliwis hanya bertahan di kalangan tertentu (solopos.com). Ada 20 karya motif utama yang menjadi ikon manuk mliwis atara lain bladah angling darmo, kepang turangga bekso, kopi pecah mliwis, ceplok ki panjang mas, puspo wilis, truntum kartika kenanga, ukel moeh roem, tirto tejo jumpait, cikalan joyo negoro, rejeng srintil, gelaran paes argo, dan lain-lain.
Jika Rahayu mempertahankan motif klasik dengan batik mliwisnya maka pengrajin batik Iman Nugroho membuat batik yang berbeda yaitu bermotif tembakau. Dia mematenkan lima motif batik mbako yaitu ron mbako, sekar mentari, rigen mbako mbako sakbrayat, dan ron abstrak. Motif ron mbako merupakan corak tentang daun tembakau, sekar mentari merupakan corak bunga tembakau yang terkena sinar matahari, rigen mbako merupakan anyaman bambu sebagai tempat penjemuran tembakau, mbako sakbrayat melukiskan rajangan daun tembakau petani dan keseluruhan kegiatan pertanian tembakau, sedangkan ron abstrak melukiskan daun tembakau secara abstrak. Saat ini ada lebih dari 30 motif batik yang telah dibuat (Fikri, 2017).
Pemilik CV Pesona Tembakau inilah yang pertama kali membuat batik mbako di Temanggung pada tahun 2009. Disebut dengan batik mbako karena motifnya diambil dari tanaman tembakau (mbako = istilah lokal Temanggung). Tembakau merupakan tanaman khas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Temanggung. Selain Iman Nugroho, pengrajin batik lokal Temanggung lainnya juga memanfaatkan tanaman kontroversial ini untuk dijadikan ide dalam membuat batik khas Temanggung. Tidak hanya daun, batang, atau bunganya, kelengkapan memproduksi tembakau seperti rigen pun jadi inspirasi bagi para pembatik lokal. Rigen merupakan anyaman bambu sebagai tempat penjemuran tembakau.
Perkembangan batik di Temanggung bisa dikatakan pesat. Saat ini, bermunculan pengrajin batik di beberapa desa di Temanggung. Misalnya di Desa Brojolan, Bayuputih, Kaloran, Tlogorejo, Badran, Kranggan dan Kandangan. Ada yang dikelola secara kelompok misalnya Kelompok ”Batik Laras Tirto Pinilih beralamat di Brojolan Barat Rt 1/Rw 01 Desa Brojolan Kecamatan Temanggung, Kelompok Batik Tlodas beralamat di RT 02/RW 02 Botoputih Kecamatan Tembarak. Ada pula yang dikelola secara mandiri seperti Virgo Batik Laikha yang beralamat di Dusun Dayakan RT 04 RW 01 Kelurahan Kranggan Kecamatan Kranggan.
Seiring berkembangnya waktu dan kreativitas pengrajin batik, batik mbako berkembang menjadi aneka motif seperti pengggabungan tembakau dengan komoditas lain yang ada di Temanggung semisal cengkeh, kopi, kenci, bambu, panili, cabai, tomat, uceng. Bahkan ikon kali progo pun jadi sumber inspirasi mereka.
Siti Zulaikhah pengrajin batik sekaligus pemilik Virgo Batik Laikha, menyatakan batik merupakan goresan penuh filosofi dan imajinasi yang dekat dengan lingkungan terutama alam di desa. Tumbuhan, hewan, sungai, menjadi inspirasi bagi dirinya untuk dituangkan dalam karya batik yang memesona. Bambu, kopi, panili, termasuk juga sayuran seperti kangkung, kenci, cabai, tomat adalah tumbuhan yang bisa dijumpai di lingkungan sekitar kita. Uceng dan burung murai juga menjadi goresan yang cantik di tangannya. Bahkan bebatuan dan Kali Progo yang ikonik pun menjadi batik yang menarik. Dilihat dari jenisnya, batik ini dikategorikan sebagai batik kontemporer yaitu batik yang dibuat oleh seseorang secara spontan tanpa menggunakan pola, tanpa ikatan atau bebas dan merupakan penuangan ide yang ada dalam pikirannya. Sifatnya tertuju pada seni lukis (Murtihadi dan Mukminatun, 1979).