Mohon tunggu...
Budiman
Budiman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis. Menyukai berbagai bidang pekerjaan yang menambah ilmu pengetahuan dan mendapatkan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Studi Kasus: Peran Politik Identitas dalam Pembentukan Kebijakan Publik

23 Februari 2024   09:33 Diperbarui: 23 Februari 2024   09:39 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, pengaruh politik identitas terhadap pembentukan kebijakan publik semakin terlihat jelas di seluruh dunia. 

Politik identitas, yang didefinisikan sebagai mobilisasi politik kelompok-kelompok tertentu berdasarkan identitas, seperti kelompok yang ditentukan berdasarkan ras, etnis, gender, agama, atau orientasi seksual, memainkan peran penting dalam mempengaruhi agenda kebijakan dan proses pengambilan keputusan di berbagai negara. 

Melalui analisis komparatif di berbagai negara, artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran beragam politik identitas dalam membentuk kebijakan publik.

Salah satu aspek penting dari politik identitas adalah kemampuannya untuk menyoroti dan mengatasi kebutuhan dan keprihatinan kelompok-kelompok yang terpinggirkan atau kurang terwakili dalam masyarakat. 

Misalnya, di negara-negara seperti Amerika Serikat, gerakan-gerakan yang mengadvokasi hak-hak ras minoritas, perempuan, dan komunitas LGBTQ+ telah berhasil mempengaruhi agenda kebijakan, sehingga menghasilkan perubahan legislatif yang bertujuan untuk mendorong kesetaraan dan keadilan sosial. 

Kebijakan seperti tindakan afirmatif, legalisasi pernikahan sesama jenis, dan inisiatif kesetaraan gender dapat dikaitkan dengan mobilisasi gerakan politik berbasis identitas.

Demikian pula di negara-negara dengan populasi etnis atau agama yang beragam, politik identitas seringkali bersinggungan dengan isu pelestarian budaya dan hak-hak minoritas. 

Misalnya, di India, politik kasta dan agama telah lama mempengaruhi kebijakan pemerintah, dengan program tindakan afirmatif yang bertujuan untuk mengangkat kelompok yang secara historis kurang beruntung seperti Dalit dan agama minoritas. 

Pengakuan atas bahasa daerah dan warisan budaya juga mencerminkan pengaruh politik identitas dalam membentuk kebijakan publik di negara-negara seperti India.

Selain itu, politik identitas juga dapat memicu agenda nasionalis atau etnosentris, yang mengarah pada pengutamaan kelompok identitas tertentu dibandingkan kelompok identitas lainnya. 

Di negara-negara yang bergulat dengan isu imigrasi dan multikulturalisme, partai politik mungkin mengeksploitasi sentimen berbasis identitas untuk menggalang dukungan bagi kebijakan imigrasi yang membatasi atau untuk mempromosikan identitas budaya atau etnis tertentu sebagai inti identitas nasional. 

Maraknya gerakan populis di Eropa, misalnya, ditandai dengan politisasi isu terkait imigrasi, identitas nasional, dan multikulturalisme.

Namun, meskipun politik identitas dapat menjadi alat yang ampuh untuk memajukan keadilan dan inklusi sosial, politik identitas juga mempunyai keterbatasan dan tantangan. 

Salah satu kritik utama adalah bahwa hal ini dapat menyebabkan polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat, karena kelompok-kelompok identitas bersaing untuk mendapatkan pengakuan dan sumber daya. 

Selain itu, esensialisasi kategori identitas dapat menyederhanakan permasalahan sosial yang kompleks dan menghambat dialog dan kerja sama yang bermakna antara berbagai kelompok.

Kesimpulannya, peran politik identitas dalam membentuk kebijakan publik tidak dapat disangkal, dan pengaruhnya terlihat jelas di berbagai negara di dunia. 

Mulai dari mengadvokasi hak-hak kelompok marginal hingga mendorong agenda nasionalis, politik identitas membentuk kontur perdebatan kebijakan dan proses pengambilan keputusan. 

Namun, kita perlu berhati-hati dalam menavigasi kompleksitas politik identitas, dengan menyadari potensi perubahan positif dan kelemahannya. 

Pada akhirnya, pembuatan kebijakan yang inklusif dan adil memerlukan keseimbangan antara beragam kebutuhan dan perspektif masyarakat sekaligus mendorong dialog dan pemahaman lintas batas identitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun