Dalam beberapa tahun terakhir, kebangkitan populisme politik telah menjadi ciri utama lanskap politik global, memicu perdebatan dan diskusi mengenai asal-usul, sifat, dan implikasinya.Â
Populisme, yang ditandai dengan daya tariknya terhadap kepentingan masyarakat biasa terhadap kepentingan elit atau kelompok mapan, telah menarik perhatian yang signifikan dari para akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat umum.Â
Namun, pertanyaannya tetap: Apakah populisme politik pada dasarnya merupakan fenomena global, atau lebih tepat dipahami sebagai serangkaian tren lokal?
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama penting untuk mendefinisikan apa yang kami maksud dengan populisme politik. Pada intinya, populisme adalah sebuah ideologi politik yang mengadu domba "rakyat" dengan "kaum elit" dan menggambarkan kelompok "rakyat" sebagai kelompok yang baik dan homogen, sedangkan kelompok "rakyat" digambarkan sebagai kelompok yang korup dan mementingkan diri sendiri.Â
Para pemimpin populis sering kali mengklaim bahwa mereka mewujudkan keinginan rakyat dan berjanji untuk memperjuangkan kepentingan mereka, seringkali menggunakan retorika sederhana dan taktik memecah belah untuk memobilisasi dukungan.
Sebuah perspektif menyatakan bahwa populisme politik memang merupakan fenomena global, yang dipicu oleh faktor-faktor sosio-ekonomi dan budaya yang melampaui batas-batas negara. Ketidakamanan ekonomi, kegelisahan budaya, dan persepsi akan pencabutan hak politik disebut-sebut sebagai pendorong populisme di berbagai belahan dunia.Â
Munculnya globalisasi, kemajuan teknologi, dan terkikisnya lembaga-lembaga tradisional telah menciptakan lahan subur bagi para pemimpin populis untuk mengeksploitasi keluhan dan memobilisasi dukungan di antara segmen masyarakat yang tidak terpengaruh.Â
Contoh tren global ini mencakup kebangkitan pemimpin seperti Donald Trump di Amerika Serikat, Jair Bolsonaro di Brasil, dan Viktor Orbn di Hongaria, yang semuanya memanfaatkan retorika populis untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan memajukan agenda mereka.
Namun, perspektif alternatif berpendapat bahwa meskipun populisme politik mungkin menunjukkan kesamaan tertentu dalam konteks yang berbeda, manifestasinya secara inheren dibentuk oleh dinamika lokal dan konteks sejarah, budaya, dan politik tertentu.Â
Dalam pandangan ini, apa yang tampak sebagai gelombang populisme global, pada kenyataannya, merupakan serangkaian fenomena yang berbeda dan spesifik pada konteks yang didorong oleh serangkaian keadaan yang unik.Â
Faktor-faktor seperti sejarah nasional, struktur kelembagaan, dan norma-norma politik yang berlaku semuanya mempengaruhi bentuk dan lintasan gerakan populis di negara atau wilayah tertentu.
Misalnya, paham populisme yang dianut oleh para pemimpin seperti Rodrigo Duterte di Filipina atau Recep Tayyip Erdoan di Turki berakar kuat pada sejarah lokal, tradisi budaya, dan dinamika sosial-politik.Â
Meskipun para pemimpin ini mungkin mempunyai strategi retoris atau posisi kebijakan yang sama dengan rekan-rekan mereka di negara lain, daya tarik dan strategi mereka disesuaikan agar dapat diterima oleh masyarakat dalam negeri dan mengatasi keluhan lokal tertentu.
Terlebih lagi, penyebaran populisme transnasional tidak selalu berarti homogenitas atau keseragaman. Gerakan populis seringkali beradaptasi dengan kondisi lokal dan mengadopsi corak ideologi yang berbeda tergantung konteksnya.Â
Misalnya, populisme sayap kanan di Eropa mungkin menekankan kekhawatiran mengenai imigrasi dan identitas budaya, sedangkan populisme sayap kiri di Amerika Latin mungkin berfokus pada isu keadilan sosial dan kesenjangan ekonomi.
Kesimpulannya, walaupun populisme politik tentu saja mempunyai dimensi global, penting untuk menyadari pentingnya faktor-faktor lokal dalam membentuk kemunculan dan lintasannya.Â
Daripada memandang populisme sebagai sebuah fenomena monolitik yang melanda seluruh dunia, lebih tepat jika kita memahami populisme sebagai sebuah tren yang memiliki banyak aspek dan kontekstual, serta memiliki manifestasi yang berbeda-beda di berbagai konteks nasional dan regional.Â
Dengan mempertimbangkan tren global dan dinamika lokal, kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kompleksitas seputar populisme politik di era kontemporer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H