Mohon tunggu...
I Ketut Budiasa
I Ketut Budiasa Mohon Tunggu... -

Swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesetiaan Jatayu

3 Oktober 2017   15:12 Diperbarui: 3 Oktober 2017   15:27 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertapa renta yang lemah itu tiba2 menarik  tangan lembut Sita ketika sang dewi mengulurkan tangannya keluar dari  pagar gaib yang dibuat Laksmana. Sita  tersungkur kedalam dekapan pertapa yang sudah berubah menjadi raksasa.  Ia adalah Rahwana yang menyamar, sementara patihnya, Detya Marica  menyamar menjadi kijang emas untuk memancing Rama dan Laksmana menjauh  meninggalkan Sita. Rahwana terbahak, suaranya menggelegar, sepuluh  kepalanya keluar melambangkan nafsu2 duniawinya.

Sita menjerit,  berontak, tapi teramat lemah. Rahwana melesat ke angkasa menggendong  Sita, meninggalkan Detya Marica yang tewas di ujung panah Rama yang  disusul Laksmana. Dua ksatria itu hanya mendengar sayup2 jerit dan  tangis Sita, yang semakin lama semakin menjauh.

Di angkasa, Rahwana justru semakin menggelegar nafsunya setiap Sita  meronta. Ia sudah tidak sabar merebahkan sang dewi di ranjangnya di istana Alengka. Kini ia percaya bahwa Sita adalah jelmaan Dewi Widowati  yang gagal dimilikinya karena memilih menceburkan diri kedalam perapian.  Membayangkan kenangan itu, makin kuat dekapan Rahwana ke tubuh mungil  Sita. Tapi tiba2 angin yang teramat keras menghempaskan Rahwana, sampai2  Sita terlepas dari pelukannya. Rahwana kaget, sekelebat ia melihat  seekor burung menukik turun menyelamatkan Sita. "Rahwana, tak terkira  kejahatanmu mengambil paksa istri orang.

Bahkan alam semesta memalingkan  muka karena malu melihat kedurjanaanmu. Aku adalah Jatayu, sahabat  Ramadewa yang istrinya kau culik itu. Aku tidak akan membiarkanmu  melakukan kejahatan ini selagi aku masih hidup". Rahwana sadar dari  kagetnya, terutama setelah memandang sita yang terkulai dalam genggaman Jatayu. Tersingkap kainnya yang menggelegakkan nafsunya hingga tercekat  tenggorokannya. Semua itu justru membuatnya bertekad cepat2 menghabisi  burung yang mengaku sahabat Ramadewa itu.

Maka dipanggilnya pedang  sakti, dan pertarungan sengit terjadi di angkasa. Jatayu berhasil  mematuk Rahwana hingga tewas dan melayang jatuh. Tapi lihatlah, Rahwana  bangkit segar bugar ketika tubuhnya menyentuh bumi. Itulah kekuatan aji  Pancasona, yang membuat Rahwana akan selalu hidup kembali setiap  badannya menyentuh bumi. Itulah berkah Ibu Pertiwi yang diajarkan Subali  ketika tertipu oleh siasat licik Rahwana. 

Kemarahan Rahwana  memuncak. Ia melesat ke angkasa mengejar Jatayu yang hendak  mengembalikan Sita kepada Ramadewa. Ayunan pedangnya bergulung2  menimbulkan bara api yang membakar langit. Satu pukulan menghantam tubuh  Jatayu, hingga Jatayu tersungkur, bulunya bertebaran di angkasa.  Matanya berkunang2, kesadarannya memudar. "Sita, maafkan aku. Aku gagal  melindungimu, karena siapakah yang mampu mengalahkan kejahatan yang  bertahta pada diri Rahwana ?

Terlalu kuat tekad kejahatannya, hingga  kebenaran masih harus menumbuhkan diri dalam wujud kesedihan suamimu,  Ramadewa, agar suatu saat menjelma menjadi kekuatan dan tekad yang mampu mengalahkan kejahatan Rahwana. Kamu juga akan menderita, Sita. Kamu  akan lama berada dalam kekuasaan Rahwana. Maka cabutlah sehelai buluku,  gunakan sebagai tusuk kondemu. Bila rahwana hendak memaksamu melayani  nafsunya, cabutlah konde itu, ia akan berubah menjadi pisau yang tajam  berkilau.

Dengan begitu Rahwana tidak akan berani memaksamu. Ia pasti  tidak mau kejadian Dewi Widowati terulang untuk kedua kali". Bertepatan  dengan selesainya ucapan Jatayu, satu tebasan pedang Rahwana kembali  menghantam tubuhnya. Jatayu tewas, genggamannya terlepas, tetapi Sita  masih sempat melaksanakan pesan terakhir Jatayu. Ia mencabut sehelai  bulu Jatayu, sebelum sang burung menukik dan menghujam tanah. 

Di  taman Argasoka, satu pojok terindah istana Alengka, Sita menunggu  suaminya, Ramadewa, datang untuk membebaskan dirinya dan seluruh rakyat  Alengka. Setiap Rahwana datang hendak merayunya, Sita cepat2 mencabut  kondenya. Rahwana selalu mundur, takut Sita mengikuti jejak Dewi  Widowati. Konde yang berubah menjadi pisau tajam berkilau itu memenuhi  janji Jatayu untuk menjaga kehormatan Sita.

 ****

Begitulah  Itihasa mengajarkan kesetiaan. Seorang sahabat sejati mengorbankan diri  untuk melindungi milik sahabatnya. Ia bahkan mempersembahkan kekuatan  terakhirnya untuk melindungi kehormatan sahabatnya. Terkait kesetiaan  ini, dalam Hindu dikenal ajaran Panca Satya, yaitu 5 jenis kesetiaan.
1. Satya Semaya, setia kepada janji. Seorang abdi negara saat diangkat  mengucapkan sumpah setia kepada Pancasila, UUD 45 dan untuk mengabdikan  diri mengemban tugas. Tapi nyatanya banyak yang korupsi, bermanuver  untuk kepentingan pribadi dan membuat gaduh merugikan kepentingan  rakyat, sampai2 Presiden harus mengingatkan "Saya sebagai panglima  tertinggi seluruh matra, memerintahkan ...". Kalau semua abdi negara  setia kepada sumpahnya, betapa teduh dan majunya bangsa ini.

2.  Satya Herdaya, ini adalah kesetiaan pada diri sendiri, kesetiaan pada  kata hati. Yang mana kata hati ? Bagaimana membedakan kata hati dengan  kata ego dan kepentingan ? Itu memang harus sering dilatih, sering  didengar. Jangan penjarakan hati yang bening hingga patah sayap2nya.  Kelak ketika badan tak lagi perkasa, dan hati sudah terlalu lama  terpenjara, seseorang tak lagi memiliki cahaya dalam hidupnya. Kata hati  tak pernah mengajarkan keburukan, karena ia adalah suara Atman, suara  Tuhan didalam diri. 

3. Satya Mitra, setia kepada teman. Itulah  yang dicontohkan oleh Jatayu. Ia mengorbankan dirinya untuk melindungi  milik sahabatnya. Setia kepada teman tidak berarti setia kepada seluruh  tindakannya. Setia kepada teman bisa berarti memberikan kritik,  mengingatkan, bila teman berbuat salah. Tapi kalau sebelumnya mengkritik  tapi tiba2 berteman karena dijanjikan kekuasaan, itu bukan setia kepada  teman, tetapi setia kepada kepentingan. 

4. Satya Wacana, setia  kepada kata2, termasuk setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak  berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Bertanggungjawab  atas setiap kata yang diucapkan. Kalau terlanjur melakukan hate speech,  siap2 bertanggungjawab bila dituntut. Tapi sebaiknya pikir matang2  sebelum bicara. Kalau yang diucapkan memberi kebaikan, ucapkan. Kalau  tidak membawa manfaat atau malah menjerumuskan, tahan dan lupakan. Tuhan  memberi manusia anugerah berupa mulut dan lidah, maka gunakan anugerah  itu di jalan Tuhan. 

5. Satya Laksana, setia pada perbuatan,  termasuk setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa  yang pernah diperbuat. Bila melakukan sebuah tugas yang belum selesai,  harus setia menyelesaikannya hingga tuntas. Pemilu masih 2 tahun lagi,  yang genit2 bermanuver hingga mengganggu tugas utama, bertentangan  dengan ajaran ini. Memang tidak ada ancaman hukuman neraka, tetapi bagi  mereka yang melakukan hal2 bertentangan dengan ajaran Dharma, maka siap2  hidup dalam kegelapan. Menentang ajaran Dharma sama seperti meniup  lilin yang menerangi malam. Ujungnya pasti gelap gulita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun