Dalam workshop ini diberikan solusi berupa betapa pentingnya kewaspadaan situasional akan perangkat digital yang dimiliki serta dipandu pula beberapa kiat untuk antisipasi agar tidak terjebak sebagai korban kejahatan keuangan digital. Kejahatan keuangan digital di tahun 2023 saja telah tercatat hampir 4000 aduan yang dilayangkan ke OJK (Annur, 2023), semisal modus investasi ilegal, pada pembiayaan online atau lebih dikenal dengan istilah pinjaman online (pinjol).  Ciri-ciri modusnya antara lain (1) Tidak memiliki ijin resmi; (2) Pemberian pinjaman sangat mudah; (3) akses seluruh data di ponsel nasabah; (4) Identitas pengurus dan alamat lembaga tidak jelas, dll. Modus seperti ini biasanya aplikator berbentuk badan hukum dan untuk mengantisiapsinya adalah melakukan kroscek apakah lembaga tersebut  telah berijin dan terdaftar di OJK. Caranya bisa mengetahui atau menanyakan langsung melalui beberapa kanal informasi yang disediakan salah satunya yang paling populer adalah melalui platform pesan singkat atau instant messaging yaitu Whatsapp. Nomor kontak yang diberikan oleh OJK adalah Kontak OJK di nomor 081157157157, cukup mengetik nama lembaga yang ingin diketahui statusnya apakah terdaftar dan diawasi oleh OJK atau sebaliknya (Gambar 2).
Salah satu bentuk kejahatan digital yang tidak disadari oleh calon korban adalah Social engineering. Yaitu tindakan memanipulasi psikologis korban dengan tujuan memperoleh data pribadi yang selanjutnya digunakan untuk  membobol akun keuangan korban (Nicholls, Kuppa, & Le-Khac, 2021).
Di tengah masyarakat saat ini tidak sedikit menerima pesan dari (misal) Whatsapp yang seolah-olah pengirim pesan tersebut dari institusi perbankan ternama. Isi pesannya adalah peraturan transfer yang semula dikenakan biaya Rp 6500 per transaksi akan berubah menjadi Rp 150.000 dan ini akan berlaku mulai bulan depan. Jika tidak setuju dengan kebijakan baru ini maka silakan mengisi link yang telah disediakan. Tentu saja si calon korban tidak bersedia dengn kebijakan baru tersebut dan buru-buru mengakses link yang telah disediakan untuk menolak kebijakan baru tersebut. Selanjutnya bisa ditebak bahwasannya link palsu tersebut meminta informasi sensitif dari si calon korban. Modus yang demikian ini disebut Phising yaitu tindakan meminta (memancing) korban untuk mengungkapkan informasi akun keuangan dengan cara mengirimkan pesan penting pelaku (Hasham, Joshi, & Mikkelsen, 2019).
Beruntungnya, para peserta tidak ada yang menjadi korban dari beberapa modus yang telah dijelaskan, namun demikian dengan pemaparan dan penjelasan dari materi yang diberikan setidaknya mereka menjadi lebih aware dengan beragamnya modus-modus baru praktek kejahatan digital ini. Â Penting untuk disampaikan bahwa tindakan antisipasi yang harus dilakukan agar terhindar dari praktek-praktek ilegal yang dimaksud antara lain : (1) Jangan memberikan PIN (Personal Identification Number)/ OTP (One Time Password); (2) Menghindari akses WIFI publik; (3) Rutin memantau notifikasi yang muncul; (4) Mengunduh dan mengakses aplikasi internet banking pada situs dan platform resmi; (5) Jangan memberikan data apapun kepada orang/ oknum yang mengaku dari pihak bank atau operator, dll (OJK, 2021).
      Selain itu pula penting untuk selalu memindai aplikasi yang terinstal di gawai masing-masing, jika smartphone-nya berbasis Android maka bisa menggunakan aplikasi on device protection seperti Google Play Protect. Aplikasi ini tidak perlu diinstal ke gawai yang ada, cukup langsung memindai perangkat kita.
Dengan diberikannya tutorial berupa cara mencegah pencurian data pada perangkat ponsel yang dimiliki memberikan wawasan dan menambah rasa aman dan nyaman bagi peserta workshop. Namun ini perlu dukungan dari para peserta itu sendiri berupa pentingnya kesadaran akan keamana data digital yang dimiliki karena di era serba digital ini, data adalah aset atau harta yang karenya perlu untuk dilindungi. Â
Umpan balik hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini tersaji dalam bentuk mini survey yang
meliput kebutuhan dan kesesuaian materi, waktu pelaksanaan, pelayanan, dan harapan kegiatan serupa
di masa mendatang. Dan hasilnya 87% menyatakan puas dengan kegiatan ini serta sisanya (13%)
menyatakan cukup.
Kesimpulan dari terlaksananya kegiatan ini adalah bahwa mayoritas para peserta mengikuti perkembangan berita terkini terkait dengan maraknya korban kejahatan keuangan digital. Namun mayoritas peserta belum mengetahui dari sisi modus operandi para pelaku tersebut. Â Bahwa kejahatan keuangan digital di Indonesia telah mengalami eskalasi yang signifikan selama lima tahun terakhir, yang menimbulkan ancaman besar bagi stabilitas keuangan dan keamanan warganya, maka penting dilakukan sosialisasi hingga ke tingkat organisasi di masyarakat yaitu berupa keluarga dan juga komunitas-komunitas di lingkungan warga. Pemaparan kasus-kasus riil sangat penting disampaikan kepada peserta workshop agar selalu tetap waspada dan mampu menerapkan langkah-langkah keamanan yang kuat, dan tetap terus saling mengingatkan di level keluarga masing-masing untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru dalam keamanan siber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H