"Pajak yang bikin happy, memang ada?" Jawaban yang semoga pas untuk artikel Syahmardi Yakob berjudul "PPN 12%, Happy kah bagi Bisnis Indonesia?"
Jika happy berarti bahagia, dan bahagia itu sejuta dimensinya, maka apakah kenaikan pajak itu membuat pelaku bisnis bahagia, sulit menjawabnya.
Namun untuk memperoleh konfirmasi akan mengikuti tata laksana ilmu ekonomi, secara grafis. Sebagaimnan  Richard G. Lipsey dalam Pengantar Mikroekonomi, grafik unjuk peran penting dalam ilmu ekonomi melalui penyajian geometris baik data observasi maupun hubungan antar variable atau teori.
Sementara N. Gregory Mankiw  dalam  Macroeconomic, memahami analis secara grafik adalah kunci dalam pembelajaran makroekonomi.
Selanjutnya Michael D. Intriligator dalam Economic Models, Techniques, and Application menulis bahwa untuk menjelaskan fenomena ekonomi ada tiga model, yaitu verbal/fisik, geometric, aljabar dan ekonometrik.
Nampaknya, urutan  penyebutan model ini juga mencerminkan kasta. Tersebut diawal kasta paling rendah.
Pembelajaran ekonomi secara geometric telah diajarkan di SMA/SMK kelas X. Melalui grafis siswa telah dikenal dengan konsep surplus konsumen dan surplus produsen. Oleh karena itu, untuk menentukan dampak kebahagiaan PPN 12% langsung dicari melalui grafik.
Surplus Konsumen dan Surplus Produsen
Kondisi perekonomian sebelum PPN 12% digambarkan pada grafik 1. Digambarkan, harga yang terbentuk sebesar p dan jumlah barang dan jasa yang diproduksi dan terjual sebsar q. Pada saat itu harga yang dibayar oleh konsumen dan harga diterima oleh produsen sama, sebesar p.Â
Dalam Grafik 1, dipaparkan bahwa konsumen dapat menikmati surplus konsumen sebesar area a. Produsen dapat menikmati surplus produsen sebesar area b. Surplus konsumen adalah selisih antara apa yang konsumen bersedia bayar untuk suatu barang atau jasa dan harga yang sebenarnya mereka bayar.