Mohon tunggu...
Budiman Djoko Said
Budiman Djoko Said Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan, Reasearcher

Researcher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Model Diplomasi Maritim yang Kooperatif, Siapa Takut?

31 Mei 2024   15:18 Diperbarui: 31 Mei 2024   15:30 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Djoko Said, B (2024)

Isu di Laut China Selatan (LCS) kembali memanas, dan publik memahami benar benar siapa yang terlibat di zona ini. Laksamana Gorskov ditahun 1979-an menyebut bahwa Angkatan Laut adalah instrumen diplomasi maritim keras, popular dan melegenda sebagai diplomasi kapal meriam (Gunboat diplomacy). Dalam situasi damai (bukan konflik atau perang) instrumen Pengawal pantai atau Keamanan maritim atau Penjaga pantai atau kapal patroli sipil lainnya sudah memadai untuk dijadikan instrumen yang merespon gejolak kritik (Critical Respon Team) di-domain maritim. Diplomasi maritim yang meliput spektrum aktifitas akan terukur (effectiveness measuring) mulai kooperasi dengan ajensi keamanan maritim aktor negara lain seperti saling mengunjungi pangkalan masing-masing (port visit), latihan bersama, kegiatan HA/DR dari  tingkat persuasive dan atau koersif (coersive) bila perlu. 

Era modern ini, unsur sipil (aktor non negara juga dilibatkan) tersebut benar - benar diberikan kesempatan berlatih tempur bukan saja menghadapi ancaman NTS bahkan TS-pun (mulai Deterrence sampai ke-Coercive) dilatih oleh "sang senior" pemegang kekuatan "keras" (Hard Maritime Power) yakni Angkatan Laut. Bahkan beberapa negara membungkus pelibatan (engagement) gabungan kekuatan Maritim dengan dokumen resmi yang disebut strategi Maritim kooperatif. Tulisan ini menawarkan model dinamik diplomasi Maritim di-era damai dengan catatan menghadapi ancaman NTS dilakukan secara riil sedangkan operasi gabungan dilakukan versus ancaman TS yang di-simulasikan baik dilaut maupun di-darat (War gaming, latihan dikelas  dengan beragam tujuan pelatihan. Bagaimanapun juga penggunaan kekuatan di-domain Maritim akan menjadi kebijakan nasional yang terorkestra, dan "goal" yang dikejar adalah tercapainya stabilitas keamanan nasional. Berhandai-handai bahwa dirijen orkestra keamanan maritim diera damai (bisa saja menuju ke-penangkalan/deterrence) adalah kewenangan Menkopolhukam. Bila situasi keamanan Nasional meningkat tentu akan dikembalikan kepada keputusan nasional dan garda akhir pertahanan nasional yakni instrumen militer. Menarik ungkapan senior pengamat penggunaan kekuatan dan keamanan domain Maritim di-Lembaga kajian IISSS, London yang menyebut bahwa Diplomasi Maritim abad 21 menggambarkan konsep diplomasi yang kebanyakan (mungkin) mengabaikan beberapa hal.

Tegasnya penggunaan diplomasi ini bisa menjadi menarik bukan saja karena kapabel memberikan dampak; bisa saja mencerminkan perubahan dalam tatanan internasional, sekaligus berfungsi sebagai ukuran evaluasi (measurement) sensitive untuk mengetahui kelaikan hubungan internasional ....lanjutnya; diplomasi Maritim seperti katup kontrol para aktor agar serasi dan harmonik mengikuti musik hubungan internasional. Semakin memahami arti diplomasi yang membentang mulai kooperatif persuasive sampai koersif, Namun bagian akhir ini tidak akan dibahas. Harapannya tentu saja tercapai perdamaian, kalaupun hadir peluang diplomasi koersif tentunya akan dihindari dan bukan fokus diplomasi -- bisa saja memunculkan isu jus in bello dan keluar dari isu diplomasi.

Naskah menawarkan dua (2) model untuk dinikmati dan diperbandingkan serta untuk dilaksanakan di zona LCS dengan pendekatan biaya dan effektifitas. Mengapa biaya dan effektifitas? Diplomasi ini memakan waktu yang cukup lama, sehingga dari sisi "effektifitas" perlu dicermati mmengingat konsekuensi atau tandemnya yakni "biaya" tentu sangat tinggi sekali dan effek gagalnya pilihan  berupa risiko sangat  besar akan terjadi. Selain itu dapat digunakan bagi pelajar yang tertarik isu Sekuritisasi strategik, kekuatan Maritim dan Angkatan Laut, Sejarah perang laut modern, Teori olah main (game theory), Studi strategi, Diplomacy instrumen kekuatan nasional dan hubungan Internasional. Patut diingat bahwa penggunaan kata Maritim (tepatnya keamanan Maritim) lebih banyak digunakan mengingat sifatnya yang lebih lunak, lebih fleksibel dan cakupannya luas. Di-bandingkan Angkatan Laut yang lebih banyak berperan sebagai aktor yang lebih keras dan lebih 

erat kaitannya dengan politik negara. Dibawah ini diuraikan secara singkat bagaimana Peter Checkland dengan konsep SSM memperoleh suatu model atau tiruan yang bisa menirukan masalah di-dunia nyata dan mempermudah (penyederhanaan system masalah) dan memberikan solusi masalah yang sangat rumit.

Diharapkan dalam langkah ke 4, sudah ditemukan produk inti yakni tiruan system masalah atau model.

Model  Christian Le Miere

Secara tradisional hal - hal yang buruk tentang diplomasi Maritim dibayang bayangi ketakutan hadirnya kekuatan Maritim yang didominasi kehadiran kapal tempur dan kapal induknya serta  pasukan pendaratnya. Karena itu konsep diplomasi dapat disederhanakan pengertiannya sebagai manajemen hubungan internasional dan diplomasi Maritim menjadi perangkat manajemen hubungan internasional didomain Maritim.  Lebih jauh; karena manjemen sebaiknya memanaj aset kekuatan sekuriti didomain maritim untuk mengelola hubungan internasional lebih baik lagi agar masing - masing aktor tercapai cita-citanya mendukung "good maritime governance" masing masing negaranya. Christian Le Miere mengawali arsitektur modelnya dengan basis pengertian bahwa definisi diplomasi cenderung menghindari konflik atau peperangan. Diplomasi bukan suatu inisiatif untuk berperang tetapi sebaliknya suatu isyarat bagi siapapun juga bahkan Sekutu (Allies) dan rival-nya untuk berpikir dengan basis kepentingan keamanan masing - masing negaranya dan dilandasi dengan kebijakan dan kapabilitas kekuatan yang digunakan. Dampak yang diharapkan diplomasi bukan suatu konflik bersenjata (Armed conflict) atau bahkan perang, namun sebatas terciptanya kondisi kepastian (reassurance), pencegahan atau penangkalan (deterrence) atau kepatuhan (compellence). Terburuk bisa saja bila diplomasi gagal bisa mengarah ke-peperangan. Singkat cerita, hyphothesa diatas dapat dimodelkan oleh Christian Le Miere dalam bentuk graphik dibawah ini.

Source: Djoko Said, B (2024)
Source: Djoko Said, B (2024)

Membaca model ini bisa didekati dengan konsep suatu Keputusan (decision) yakni perlu tetapan terlebih dahulu apa sebenarnya obyektifnya atau goal setting-nya atau "goals". Kemudian ditarik (dibelakangnya) komponen komponen atau format diplomasi yang bisa mendukung tercapainya "goals". Ditemukan beberapa komponen format diplomasi yang cukup kokoh (robust) yakni HA/DR (1), Goodwill visits (2), Training & Joint Exercise (3), Joint Maritime Security Operations (4). Bisa saja diciptakan alternatif lain sebagai format ke-lima (5) semisal Joint Military Operations (combined) atau Joint Maritime Defence Operations selain Joint Maritime Security opts. 

Perhatikan komponen format terbawah adalah Joint Maritime Security (MarSec) mengisyaratkan bahwa model ini benar-benar mengejar tercapainya ruang perdamaian seirama dengan komponen dalam ruang dibawah goals. Posisi ketiga komponen benar-benar mencerminkan timbulnya rasa aman bagi masyarakat atau personal didalamnya. Tiga (3) komponen berbeda posisinya, cukup menjelaskan kejelian Christian Le Miere menjaga marwah perdamaian dan tegas membedakan kepentingan antara ketiga (3) goals tersebut yakni antara Soft power dan Influence Building; Confidence-Building Measures (CBM) dan Coalition building...dan mengapa CBM diposisikan terjauh?

Pak Christian kapabel membedakan ketiga komponen itu berbasis kepentingan dalam "goals" atau alternatif lain bisa terbangun kemungkinan relasi dari dua (2) komponen format diplomasi terbawah namun memiliki relasi kuat dengan Soft power/influence Building (sebagai alternatif model yang dikembangkan). Christian benar-benar menghindari isu yang melibatkan diplomasi koersif. Mengulang singkat dan menekankan konsep diplomasi koersif adalah...strategy berbasis menakut-nakuti....seorang actor (salah satu yang bertikai) mengejar capain kepentingan nasional yang vital dengan mengawinkan diplomasi dengan cara cara militer. Apapun juga model yang dibuatnya cukup menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi secara umum dalam bingkai diplomasi di-domain maritim. Komponen terakhir format diplomasi adalah operasi gabungan keamanan Maritim. Patut menjadi catatan bahwa operasi maritim (saja) yang disebut oleh negara Barat (NATO) adalah operasi yang dilaksanakan di-domain maritim dengan inti kekuatan adalah kekuatan kerasnya yakni Angkatan Laut..tidak lagi menggunakan definisi tradisional sebagai operasi laut. Model ini tidak mengembangkan model kedalam realita yang lebih keras lagi yakni diplomasi maritim yang koersif.  Belajar dari model pak Christian ini---model yang mungkin dikembangkan negara negara ASEAN dengan kekuatan keamanan maritim yang kapabel (maritime security). Model berikut barangkali bisa ditawarkan sebagai solusi yang bisa saja dijadikan thema untuk dikembangkan sebagai model dasar dalam khasanah ilmu pertahanan maritim (Maritime Defence) dan keamanan didomain maritim (MarSec).  

Model diplomasi dinamik

Gambaran bawah mencoba merealisasikan bagaimana diplomasi Maritim bisa dikerjakan di-domain Maritim, khususnya zona Laut China selatan.

Source: Djoko Said, B (2024)
Source: Djoko Said, B (2024)

Berangkat dari kegiatan diplomasi Maritim (Maritime Diplomacy) melaksanaakn kegiatan paling sederhana menuju terciptanya komponen "goals" yakni Building Cooperative. Bisa dilaksanakan dengan dua opsi yakni mandiri (RI) dan pilihan kedua (2) adalah gabungan dengan satu atau dua atau tiga dan semua negara ASEAN dan China sebagai mitra dalam berdiplomasi. Bila sudah terbangun kekuatan kooperatif untuk mengajak CHINA kedalamnya. Apapun alternatif yang bisa dikerjakan, setidaknya RI bisa menggandeng China melaksanakan Joint MarSec Opts khususnya kekuatan Maritime Security (China Coast Guard), melalui pendekatan dilapangan yakni Joint Maritime Security dan diyakini akan terbangun pengaruh dan kepercayaan melalui operasi HA/DR atau menggabungkan komponen  format diplomasi ciptaan Christian Le Miere seperti Joint Exercise, Training, Class (pelajaran dikelas, tur wisata, dll) baik realitas maupun simulasi didarat maupun dilaut. Harapannya kepercayaan dan pengaruh awal ini akan memudahkan berjalannya Ops Gabungan Keamanan Maritim antara dua negara (syukur syukur bisa semua negara ASEAN).  Sasarannya operasi gabungan ini adalah kapabel memitigasi NTS. Mungkin akan sulit mengajak operasi gabungan ini dalam tingkat realita dilapangan, mengingat hampir pasti kapal kapal ikan China (CMM) dan kapal ikan China yang sesungguhnya akan menjauh dari zona operasi gabungan. Keberhasilan diplomasi Maritim yang luar biasa dengan terlaksananya operasi gabungan keamanan maritim ini sehingga tahap ini dijadikan patokan (bench-mark) mengukur keberhaslan model. Konsekuensinya diplomasi yang terosktesra akan ditekankan pada tahap ini, yakni hadirnya diplomasi oleh instrument kekuatan politik luar negeri diplomasi ekonomi & perdagangan bahkan instrumen militer yakni TNI-AL dan TNI-AU. Bila berjalan lancar, maka tahapan ini terevaluasi dan dilakukan perbaikan teknik dan prosedur diplomasi Martim (langkah ke-2). Dalam simpul diplomasi maritim apa yang terjadi sebelumnya akan menjadi bahan evaluasi dan penilaian (kuantitatif) untuk mengukur tingkat keberhasilan model ini. Evaluasi sangat penting mengingat operasi diplomasi tentu saja akan didukung dengan biaya besar, tentunya public akan mempertanyakan sebandingkah hasil atau produk model ini dengan besarnya pengeluaran (konsekuensi) biaya yang sudah berjalan? Evaluasi sebenarnya 

adalah suatu langkah ulang atau iterasi untuk memperoleh suatu gagasan baru yang merupakan perbaikan gagasan lama dan berujung pada suatu harapan ditemukannya model (tiruan) yang benar benar kapabel menirukan problema dunia nyata. Selanjutnya langkah kedua ini akan menampilkan langkah ketiga yakni program baru (new program) pelaksanaan operasi gabungan keamanan maritim yang baru (langkah ke-4), bila meragukan bisa saja dilakukan iterasi lagi untuk kembali kelangkah 3 untuk dievaluasi ulang. Sebaliknya kalau bagus langsung dijalankan program memitigasi NTS kemudian lakukan evaluasi sesuai langkah ke-5 dan ke-6, lakukan lagi operasi memitigasi NTS, lakukan siklus jalannya model ini berulang kali, sambil menjalankan diplomasi mengajak kooperasi dan berlatih menghadapi ancaman Tradisional. Program yang terakhir ini akan melibatkan kekuatan Angkatan Laut, bisa saja dengan alternatif gabungan dengan kekuatan keamanan Maritim yakni masing masing Coast Guard. Tren gabungan semua kekuatan keamanan Maritim ini nampaknya sudah menggejala di-negara - negara Barat, bisa saja saja dikarenakan  tuntutan effisiensi aset yang digunakan.

Saran

Model dinamik yang ditawarkan bisa saja diperbaiki dengan gambaran gambaran yang diperkaya ulang mulai dari dari ide dasar sampai ke langkah ke-4 sesuai algoritma SSM (soft system methodology) Peter Checkland (tidak digambarkan) yang akan menampilkan model sebagai produk didunia virtual guna menirukan problema di-dunia nyata (yang sulit ditirukan). Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun