Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Artikel Membawa Berkah

18 Juli 2018   16:16 Diperbarui: 19 Juli 2018   18:08 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya berdiskusi dengan Mooks dan Si Bungsu makan. dok pribadi

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis artikel di Facebook. Judulnya 'Pemulung Di Sebuah Resto Burger'. Kisah tentang seorang pemulung yang membeli burger untuk anak kembarnya. Resto tersebut namanya Cheese Chicken, milik temen kuliah saya, Amphi Las. (Buat yang belum baca, ini linknya https://goo.gl/GcH1Ec). 

Tulisan tersebut ternyata lumayan menjadi viral. Bahkan seorang bernama Muchlis sampai menelpon saya. Mulanya saya bingung ini siapa? Ternyata dia juga owner Cheese Chicken. Muchlis mengatakan bahwa dia suka sekali dengan tulisan saya tersebut. Dia bertanya apakah boleh mengundang saya ke Cheese Chicken miliknya. Saya mah OK2 aja. Makin banyak temen makin asyik, kan? 

Dengan mengajak Reo, Si Bungsu, berangkatlah saya ke resto Cheese Chicken yang lokasinya berada di daerah Bumi Serpong Damai. Sesampainya di sana, Muchlis sudah menunggu di depan outletnya.

"Halo, saya Budiman Hakim," kata saya menjabat tangan Muchlis.

"Panggil saya, Mooks," sahut orang itu dengan paras ramah bukan main.

"Kenalin ini anak saya, Reo," kata saya lagi memperkenalkan Si Bungsu.

"Halo, aku Reo, anaknya Om Bud," Reo menjulurkan tangan mungilnya mengajak salaman.

"Huahahahaha...anak sendiri kok manggilnya Om Bud?" Muchlis langsung ngakak, tangannya masih menggenggam tangan Si Bungsu.

"Bukan cuma dia. Isteri gue, anak-anak-gue sampe mertua juga manggil gue 'Om Bud'," jawab saya sambil senyum. 

Diam-diam saya bersyukur, gara-gara Reo suasana langsung cair secair-cairnya.

"Halo, Reo. Hari ini kamu boleh makan di sini. Gratis!" kata Mooks sambil menjabat tangan mungil Si Kecil.

"Gratis? Tapi tadi Om Bud udah ngambil ATM," jawab Si Bungsu dengan polos.

"Huahahahaha....Uang Om Bud gak laku di sini. Kamu boleh makan apa aja sepuasnya, gak pake bayar."

"Hah? Yang bener, Om Mooks? Yeay! Aku mau coba semuanya," teriak Si Bungsu yang memang selalu lapar.

Saya berdiskusi dengan Mooks dan Si Bungsu makan. dok pribadi
Saya berdiskusi dengan Mooks dan Si Bungsu makan. dok pribadi
Tanpa menunggu lama, meja kami sudah dipenuhi oleh makanan. Semuanya dipesan oleh Reo. Ciri khas makanan di sini semuanya serba keju. Bukan cuma burger. Ayam gorengnya pun dikasih lelehan keju yang ditarok dalam wadah kecil. Saking banyaknya menu yang dipesan, Mooks menggabungkan dua meja menjadi satu supaya tempatnya cukup.

"Jadi begini, Om Bud. Saya adalah pemilik franchise Cheese Chicken," kata Mooks memulai percakapan.

"Oh? Lo partneran sama Amphi?" tanya saya.

 "Bukan! Temen Om Bud yang namanya Amphi itu adalah salah satu pembeli franchise."

"Oh, begitu. Emang udah ada berapa outlet semuanya?"

"Outlet saya cuma satu tapi kalo digabung dengan yang lain, kira-kira udah sekitar 36 outlet."

Kami berbicara ngalor ngidul dengan asyik. Mooks orangnya menyenangkan sehingga saya betah berlama-lama ngobrol dengannya.

"Wah, makanannya enak semua, nih. Aku mau diajak Om Mooks makan di sini setiap hari." Tiba-tiba Reo berkata. Mulutnya belepotan dengan lelehan keju. Di depannya masih tergeletak banyak sekali makanan yang belum sempat dia sikat.

"Hahahahaha...Kalo emang enak, mendingan Reo minta ke Om Bud supaya buka Resto Cheese Chicken sendiri," kata Mooks.

"Emang bisa?" tanya Reo dengan antusias.

"Bisa banget! Kalo resto sendiri, Reo kan bisa makan di situ tiap hari," jawab Mooks. Dalam hati saya kagum pada Mooks. Dia adalah orang marketing sejati. Sampe ke anak kecil pun dia berpromosi. Hehehe...

"Wah, kalo punya Om Bud, aku mau jadi waiternya," kata Reo.

"Nah! Bagus itu. Kamu bisa belajar bisnis Resto. Reo kalo udah gede mau jadi apa?"

"Aku mau jadi robot!" Tanpa terduga jawaban Reo membuat kami semua terbahak-bahak.

"Emang berapa biayanya buat bikin satu outlet?" tanya saya berbasa-basi. Terus terang saya sih kurang tertarik karena merasa kurang berbakat berbisnis resto dan kuliner.

"Cuma Rp 200 juta dan itu udah semua." Mooks menjawab dengan antusias.

"Udah termasuk tempat?" tanya saya takjub.

"Udah all in. Tempat udah termasuk plus supply menu pertama dari kami."

"Kalo gue punya tempat sendiri, bisa lebih murah, dong, ya?" tanya saya.

"Betul! Kalo punya tempat sendiri biayanya tinggal Rp 150 juta."

"Wuiiih... bisa ditekan lagi gak biayanya?" tanya saya mulai tertarik.

"Bisa, dong. Caranya Om Bud patungan aja sama satu temen lagi. Jadinya tiap orang cuma invest Rp 75 juta."

"Hehehehe...cerdas banget. Emang udah pasti untung, tuh?" kata saya.

"Insya Allah. Karena team kami akan survey tempatnya. Kami akan merekomendasikan apakah lokasi itu bagus atau tidak. Dan kami juga akan bantu buatin designnya. Perkiraan kasarnya sehari Om Bud bisa untung sekitar Rp 3 juta. Bersih!"

"Om Bud, aku mau e'e'!" Tiba-tiba Reo menyela pembicaraan.

"Hadoh! Kebanyakan makan sambel, tuh!" Omel saya sembari mengantar dia ke toilet yang letaknya bersebelahan dengan mushola.

"Wah, ada mushola! Ntar kita sholat magrib di sini, yuk?" Reo memang sangat relijius. Sholatnya gak pernah tinggal. Gara-gara dia, saya bisa sholat 5 waktu karena setiap pagi dia bangunin saya buat sholat subuh.

Pembicaraan semakin asyik. Tanpa terasa sudah 3 jam saya di tempat itu. Reo akhirnya selesai juga dengan makanannya. Sebelum pulang, kami menyempatkan diri sholat magrib di mushola yang tadi. Musholanya kecil dan hanya cukup untuk tiga orang kalo sholat berjamaah. 

Baru saja pamit salaman dengan Mooks, tiba-tiba seseorang datang menyapa saya.  "Woiii, Om Bud. Ngapain lo di sini?"  .  

"Hey, Adhi! Sama siapa, lo?" Ternyata dia Adhi. Temen sesama trainer dan saya langsung menyalaminya. 

"Sendiri. Gue abis ngajar di Binus BSD sini," jawab Adhi. Kemudian saya memperkenalkannya pada Mooks.

"Sorry, gue gak bisa nemenin lo, Dhi. Gue baru aja mau pulang," kata saya sambil pamitan juga padanya.

Mendengar ucapan saya, Mooks langsung menyela, "Tenang. Biar saya yang nemenin Adhi, Om Bud."

"Alhamdulillah, thanks, ya, Mooks. Titip Adhi, ya?" kata saya becanda. 

Sebelum pulang, Mooks juga menghadiahi saya sebuah jaket yang dia produksi. Menurut dia, salah satu usahanya yang lain adalah berbisnis premium clothing. Alhamdulillah, berkah banget hari ini. Udah makan gratis, dapet jaket keren pula. Dan ini cuma karena artikel yang saya tulis di FB. Berarti nasihat ibu saya kembali terbukti: Jangan nunggu iming-iming hadiah, baru bekerja. Bekerjalah dulu maka hadiah akan datang padamu.

Sesampainya di rumah, saya menceritakan tentang pertemuan tadi pada isteri saya, "Mooks orangnya baik dan menyenangkan, loh."

Setelah mendengar cerita saya dan Reo, isteri saya tersenyum dan berkata, "Gue rasa agenda Mooks itu bukan karena tulisan lo bagus."

"Hah? Jadi karena apa, dong?" tanya saya.

"Kayaknya dia mau meluruskan bahwa Cheese Chicken itu bukan punya Amphi tapi punya dia."

"Oh? Hahahahaha....Ah seudzon, lo!" Wah, bener juga ya kata bini gue. 

"Om Mooks tadi nawarin Om Bud supaya buka resto Cheese Chicken juga, Bunda," celetuk Reo.

"Oh, ya? Berarti ada dua agendanya," kata isteri saya lagi.

Hahahahahaha....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun