Sampai suatu hari, Yanto tiba-tiba masuk ke ruangan saya dengan wajah kesel, "Bud, lo pesen buku-buku periklanan ya buat kantor?"
"Buku apa, To?" Saya yang merasa gak mesen buku apa-apa tentunya kebingungan.
"Itu di ruang meeting ada banyak buku baru. Ada One Show, ada Archive dan ada beberapa judul buku lagi."
"Wah gue gak tau, To."
"Itu kan buku-buku kreatif? Creative Department kan ada di bawah lo.Masa lo bisa gak tau?" desak Pak Presdir lagi.
"Ntar gue cek." Karena gak tau harus jawab apa lagi, saya cuma nyaut gitu doang.
"Buku-buku itu harganya mahal banget. Kantor kita lagi susah. Kalo mau beli buku kayak gitu, tunggu sampe finansial kita membaik."
Belakangan misteri buku-buku mahal di ruang meeting akhirnya terkuak. Ternyata Shafiq-lah yang membeli semua buku itu dengan uang pribadinya. Ketika saya panggil ke ruangan saya, Shafiq membenarkan berita itu.
"Iya gue yang beli buku-buku itu, Om Bud," katanya sambil nyengir.
"Iya tapi kenapa, Pik?"
"Karena lo menolak untuk motong gaji gue buat ngeganti kerugian billboard itu."