"Gue merasa gak ada muka untuk bekerja di sini lagi," katanya lagi ngeyel.
"Kalo resign sekarang berarti lo lari dari masalah. Kenapa gak lo hadapi aja masalah itu. Dan gue janji Yanto, gue dan seluruh team akan mendukung elo mencari pengganti Rp 300 juta itu bersama sebagai team."
Sejenak dia terdiam mungkin omongan saya cukup menyentil logikanya. Dengan gerak perlahan dia mengambil rokoknya dari kantong dan menghisapnya dalam-dalam. Keliatannya dia begitu gelisah dan butuh pemikiran keras untuk memberi jawaban. Sampai akhirnya dia berkata lagi.
"Okay! Gue bersedia tetap kerja di sini dengan satu syarat."
"Apa syaratnya?" tanya saya tersenyum karena umpan telah dimakan ikan.
"Gue tetep kerja di sini tapi lo harus motong gaji gue setiap bulan sebesar 5 juta. Jadi dalam 60 bulan jumlahnya pas Rp 300 juta sesuai kerugian yang ditanggung MACS909."
"Sorry, Pik. Proposal lo gue tolak. Gini aja deh, kalo perusahaan kita dapet profit yang besar nanti baru kita omongin apakah jatah bonus lo nanti akan kita kurangi berdasarkan kerugian itu."
Shafiq makin pusing kepala mendengar omongan saya, "Okay! Lo bisa bilang begitu. Kalo Mas Yanto gak setuju sama omongan lo gimana?"
"Berhubung Mas Yanto adalah Boss, gue pastinya akan nurutin dia. Coba lo ngomong ke Yanto sekarang juga selesai dari sini." usul saya.
Dan ternyata Yanto juga menyetujui usul saya. Menurut Yanto, Shafiq adalah asset yang sangat berharga. Uang Rp 300 juta gampang dicari tapi SDM seperti Shafiq rasanya langka dan belum tentu 25 tahun sekali ditemukan.
Lalu suasana kantor kembali berjalan seperti sedia kala. Semua bekerja dengan gembira dan melupakan peristiwa billboard tersebut.