Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Enggak Usah Kesal Sama Fadli Zon!

5 Februari 2018   12:09 Diperbarui: 6 Februari 2018   15:52 6880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gue benci sama orang ini! Kenapa dia selalu nyinyirin Jokowi?" kata temen saya dengan nada murka sambil menyodorkan smartphone-nya ke saya. Di layar HP-nya, saya melihat puisi terbaru Fadli berjudul "Puisi Kartu Kuning" yang baru dipostingnya hari ini di Twitter. Hehehehe.... Kocak loh puisinya. Dari hati yang paling dalam, saya pribadi beranggapan bahwa Fadli itu jauh lebih pantas menjadi seniman daripada politisi.

Saya kadang suka geli sendiri ngeliat temen-temen saya yang kesel sama Fadli Zon. Mereka menganggap Fadli selalu menyerang Jokowi secara membabi-buta. Menurut mereka apapun yang dikatakan oleh presiden pasti ditanggapi sebaliknya. Pokoknya apapun yang dilakukan Jokowi, wakil ketua DPR ini langsung kasih komentar dan tentu saja komentarnya selalu negatif.

Misalnya Jokowi lagi makan steak di hotel bintang 5, Fadli mungkin akan komentar, "Masak rakyat lagi susah dan beras mahal eh presidennya malah makan steak yang begitu mahal. Jelas ini membuktikan bahwa presiden kita ini gak peka terhadap keadaan rakyatnya."

Atau ketika Jokowi sedang makan ketoprak di pinggir jalan, Fadli akan komentar lagi, "Saya cuma bisa berpesan pada Bapak Presiden, berhentilah melakukan pencitraan. Rakyat sudah cerdas, mereka ngerti bahwa apa yang dilakukan Jokowi hanyalah settingan supaya medapat simpati dari masyarakat." Hehehehe...

Sebenernya kita gak perlu emosi melihat sikap Fadli seperti itu. Harus diingat bahwa Fadli adalah wakil ketua Partai Gerindra. Tugas utamanya sekarang ini cuma satu, yatu bagaimana mendudukkan Prabowo sebagai presiden di Pilpres 2019 nanti. Jadi wajar saja kalo dia bersikap begitu. Boleh dibilang tahun 2019 ini adalah kesempatan terakhir untuk Prabowo memenangkan pilpres. Kalo dia sampai kalah lagi akan semakin sulit untuk memenangkan pilpres di tahun 2024. Jadi segala daya dan strategi harus diupayakan. It's now or never! Saaah...bacanya sambil nyanyi, ya.

Masalahnya, menurut survei, posisi Jokowi sudah cukup jauh meninggalkan Prabowo, baik itu dari sisi kapasitas, elektabilitas, dan popularitas. Dan itu bisa dimaklumi karena Jokowi adalah petahana. Jadi bagaimana cara Prabowo untuk menang? Tidak ada jalan lain kecuali menjatuhkan popularitas Jokowi dengan mencari celah untuk mencari kelemahannya. Kalo tidak ditemukan ya ciptakan kelemahan dengan isu. Isu apapun terserah yang penting bagaimana membuat nama Jokowi jatuh sekaligus membuka peluang Prabowo untuk bersaing dalam pilpres yang akan datang. Bagi politikus, tidak ada yang haram untuk dilakukan demi merebut kekuasaan.

Sumber Kompas.com
Sumber Kompas.com
Kita sebagai rakyat memang sering terkecoh. Kita terlalu mengidolakan tokoh politik yang kita dukung sampe gak menyadari bahwa politik adalah panggung sandiwara. Dan para politisi itu seringkali aktingnya jauh lebih hebat daripada para pemain sinetron di TV swasta. Ngeliat sikap Fadli pada Jokowi yang begitu ofensif, banyak orang menyangka bahwa wakil ketua DPR ini pasti sangat membenci Jokowi hingga ke tulang sumsum. Padahal itu tidak betul. Ini politik, Bro. Bisa jadi di belakang media mereka bersahabat erat dan tiap malam chatting WA-an berdiskusi soal puisi, bisa aja kan? Saya gak tau pasti tapi satu hal yang saya sangat yakin; walaupun Jokowi adalah lawan politiknya, Fadli sangat mengagumi presiden kita. Kenapa saya yakin?

Dalam satu pertemuan di istana, Fadli Zon sedang menemani Setya Novanto untuk memberi pertimbangan DPR pada presiden. Belakangan diketahui ternyata diam-diam Fadli Zon mempunyai agenda lain. Dia datang membawa majalah TIME dan meminta Jokowi untuk menandatangani majalah tersebut di mana Jokowi menjadi covernya. Bahkan di twitternya Fadli menulis, "Saya minta tandatangan Jokowi karena nantinya majalah ini akan menjadi berharga sekali dan akan menjadi arsip sejarah perjalanan bangsa."

Di majalah TIME edisi 27 Oktober 2014, foto Jokowi menghiasi halaman kover dengan headline "A New Hope." Majalah Time adalah Majalah Amerika paling berpengaruh dan prestisius di dunia. Hanya orang-orang terpilih dan memiliki pengaruh di masyarakat internasional yang bisa terpilih sebagai kovernya. Dalam sejarah cuma 7 orang Indonesia yang pernah menjadi cover boy di majalah itu. Mereka adalah Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus dur, SBY, dan Iwan Fals, Jadi bisa dimengerti jika Fadli sangat mengagumi Jokowi.

Dalam dunia politik tidak ada teman atau musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Jadi bisa saja jika Jokowi mengajak Fadli Zon sebagai cawapresnya di pemilu 2019 nanti, Fadli Zon akan meninggalkan Prabowo. Siapa sih yang gak kepincut untuk menjadi wakil presiden? Apalagi berpasangan bersama Jokowi sebagai capresnya, pastilah peluang menang sangat besar.

Apabila hal itu benar-benar terjadi, kita akan mendengar suara Fadli tiba-tiba menjadi sangat merdu. Ketika Jokowi makan steak di hotel berbintang 5, wakil ketua DPR ini akan berkata, "Jokowi kan presiden. Ya wajar saja dia makan di hotel berbintang lima, bintang enam atau bintang sepuluh sekalipun. Masak presiden makan ketoprak?"

Ketika Jokowi beneran makan ketoprak di pinggir jalan, Fadli akan berkata lagi, "Indonesia harus bersyukur karena kita memiliki presiden yang begitu merakyat, seorang pemimpin yang sangat memahami kondisi rakyatnya."

So, guys. gak usah kesel sama Fadli Zon. Dia cuma sedang melakukan tugasnya. Dalam dunia politik apa yang kita lihat di media belum tentu mencerminkan kenyataan yang sebenernya. Sementara para politisi ribut dan saling serang di media, rakyat pendukung fanatiknya bunuh-bunuhan di akar rumput. Rakyat gak pernah tau bahwa ketika media menghilang para politisi itu kemudian ngopi bareng, bercanda dan ketawa-ketawa. Tapi begitulah politik, bukan cuma di Indonesia tapi di seluruh negara di dunia. Sad but true. Politik memang kejam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun