Kalian pasti pernah denger nama Chicha Koeswoo doooong? Itu loh penyanyi cilik yang nyanyiin lagu 'Helli'. Nah, tau gak? Sampe sekarang Chicha tetap dikenal sebagai penyanyi anak-anak dengan lagu 'Helli'nya itu. Kalo ada acara kumpul-kumpul atau pesta, konon katanya dia masih selalu didaulat untuk nyanyiin lagu guk-guk-guk itu sampe sekarang. Kok bisa gitu, ya? Padahal dia bukan anak kecil lagi, dia udah punya anak 3 orang dan tahun depan usianya udah mencapai setengah abad. (Buat generasi Milenial yang belom pernah denger siapa Chicha Koeswoyo, coba digoogle ya.)
Bagaimana dengan Agnes Monica? Dia juga mengawali karirnya sebagai penyanyi cilik. Saya lumayan ngikutin perjalanan karir Agnes Mo ini sejak dia menjadi presenter acara Tralala-trilili yang ditayangkan oleh RCTI. Tapi berbeda dengan Chicha Koeswoyo, sulit bagi saya untuk mengingat Agnes Mo waktu dia kecil. Setiap kali saya berusaha mengingatnya, selalu saja yang muncul adalah Agnes Mo yang sekarang, Agnes Mo yang udah dewasa, yang jogetnya sexy dan yang konon udah go internasional itu.
Pertanyaan saya, kenapa yang terjadi pada Chicha dan Agnes bisa beda banget ya? Yak, inilah yang disebut dengan Brand repositioning. Jadi Chicha dan Agnes saya pakai sebagai ilustrasi dalam membuat studi perbandingan antara brand Chicha dan brand Agnes Mo. Yang terjadi adalah sebagai berikut.
Tahun 2003, waktu usianya 17 tahun, Agnes melakukan repositioning dengan meluncurkan album dewasa pertamanya yang berjudul 'And Story Goes'. Peluncuran album ini bukan sekedar launching album tapi juga sekaligus sebagai relaunching brand Agnes yang telah bertransformasi dari penyanyi cilik menjadi penyanyi dewasa. Agnes secara sederhana cuma ingin berkata, "Gue sekarang bukan penyanyi anak-anak lagi. Gue, Agnes Mo adalah penyanyi dewasa."Â
Dan dia tampaknya tidak main-main dengan repositioningnya itu. Agnes Mo benar-benar mempersiapkan segalanya dengan matang. Setiap kali manggung, dia tampil dengan pakaian yang sexy dengan koreografi yang mirip-mirip Janet Jackson sehingga mampu membuat repositioningnya berjalan dengan mulus.
Bahkan tidak cuma sampai di situ, brand journey Agnes Mo terus berlanjut. Brand Agnes melakukan repositioning kedua yaitu; kalo sebelumnya cuma dikenal sebagai penyanyi lokal, Agnes ingin dikenal sebagai penyanyi internasional. Soal berhasil atau belum, itu relatif ya. Tapi Cara Agnes membangun brandnya sendiri memang terlihat sangat direncanakan. Itu sebabnya kita sulit untuk mengingat Agnes jaman kecil dulu.
Sekarang kita masuk ke Chicha Koeswoyo. Waktu Chicha muncul dengan lagu 'Helli', albumnya meledak sampai menggemparkan blantika musik Indonesia. Lagu anak-anak tiba-tiba mampu mendominasi pasar musik di negeri ini. Popularitas Chicha sebagai penyanyi anak-anak membuat munculnya penyanyi-penyanyi cilik yang mengikuti jejaknya. Namun sebanyak apapun penyanyi anak-anak menjamur, brand Chicha sebagai pelopor penyanyi cilik tetap menjadi top of mind di benak semua orang dan tidak tergantikan oleh penyanyi lainnya.
Sayangnya ketika beranjak remaja bahkan sampai dewasa, Chicha tidak pernah melakukan Brand repositioning. Itu sebabnya, kita sampai sekarang masih menganggapnya sebagai penyanyi cilik. Itu sebabnya setiap ada acara yang dia hadiri, dia masih saja diminta untuk menyanyikan lagu Helli. Lucu kan? Chicha yang lahir tahun 1968, dianggap sebagai penyanyi cilik sementara Agnes yang lahir tahun 1986, diakui sebagai seorang penyanyi dewasa. Hal yang sama juga terjadi pada Adi Bing Slamet yang masih saja nyanyi "Eh copot eh copot...copot" dan juga Ira Maya Sopha yang sangat nempel dengan lagu "sepatu Kaca'nya.
Dari pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ketika kita hendak meluncurkan sebuah brand, kita perlu melakukan brand building. Chicha dan Agnes sama-sama berhasil melakukan brand building sebagai penyanyi cilik yang sukses.
Namun setelah brand building tercapai, kita perlu merencanakan brand journey. Perlu dipikirkan dengan matang akan dibawa ke mana brand tersebut ke depannya. Kalo gak mau dibawa ke mana-mana ya sudah, mungkin yang perlu dilakukan cuma  memperkuat agar posisinya tetap tak tergantikan oleh kompetitor. Akan tetapi ketika sebuah brand ingin naik ke level yang lebih tinggi, mungkin perlu diriset apakah kita perlu melakukan brand repositioning seperti yang dilakukan oleh Agnes Mo.
Brand adalah personalitas. Karakter sebuah brand memang tetap harus dijaga. Tapi bisa jadi dia perlu pengembangan karakter tanpa harus menghilangkan karakter dasarnya yang sudah melekat sejak brand tersebut diluncurkan. Seperti layaknya manusia, brand pun tumbuh. Dimulai dari bayi lalu menjadi anak-anak kemudian menjelma jadi remaja selanjutnya berkembang menjadi dewasa. Dalam perjalanan itu, Brand kita beri makan, pendidikan, karakter sehingga masa pertumbuhannya sehat dan berjalan dengan baik.
Jadi buat brand owner, jangan terpaku pada brand building saja tapi perlu direncanakan dengan matang brand journeynya. Kalo pertumbuhan brand kita berjalan dengan baik, insya Allah konsumen akan selalu mencari brand kita lalu terjadilah apa yang biasa kita sebut dengan brand loyalty. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H