Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Good Friday for Christian and Moslem

14 April 2017   23:52 Diperbarui: 17 April 2017   00:00 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Umat non-kristiani sering mengacaukan pengertian Jumat Agung dengan Hari Paskah. Mereka mengira Jumat Agung sebutan lain untuk Hari Paskah. Padahal Jumat Agung adalah hari meninggalnya Yesus sedangkan hari Paskah adalah hari kebangkitan Yesus Kristus. 

Setiap kali Jumat Agung, saya selalu merasa bahwa ini adalah simbol kerukunan beragama. Mengapa? Karena bagi kamu muslim, hari Jumat juga adalah hari yang baik. Mereka berbondong-bondong ke mesjid untuk menunaikan sholat wajib dan meninggalkan semua kegiatannya hari itu. Dan believe it or not, saya sering sekali merasa mendapat hidayah di saat sholat Jumat saat hari Jumat Agung. 

Biasanya saya selalu sholat beramai-ramai bersama dengan teman kantor. Tapi karena Jumat Agung adalah libur nasional keagamaan, maka saya sholat Jumat di mesjid dekat rumah. Bersama dengan kedua anak saya, kami berjalan kaki ke mesjid yang letaknya tidak jauh dari rumah.

Sesampainya di mesjid, khotbah sudah dimulai. Alhamdulillah khatibnya sama sekali tidak menyinggung soal pilkada. Tidak menyebut kata 'Kafir' dan 'Munafik'. Sungguh sejuk rasanya hati ini karena hampir di seluruh mesjid yang saya datangi, biasanya khatibnya galak-galak. Mereka meneriakkan bahwa 'Nerakalah tempatmu jika memilih pemimpin non-muslim'. Tapi khatib ini beda! Fuiiiih...leganya.  

Selesai 2 khurbah, sholat Jumat pun dimulai. Dan lagi-lagi saya merasa ada sesuatu yang tidak biasa terjadi. Pas rakaat pertama, imamnya membaca surat An-nas dan rakaat kedua baca Al ikhlas. 

Tumben!  Saya bergumam dalam hati. Biasanya imam memilih surat yang panjang dan bacanya lama banget sampe pikiran saya mengembara ke mana-mana, mulut menguap dan mata sepet kepengen merem. Imamnya OK banget nih.

Selesai sholat, saya gak buru-buru pulang, biasalah nunggu orang lain pulang duluan biar ga terlalu macet. Untuk mengisi waktu, saya ambil gadget dan mulai ngedit-ngedit foto dan film.

"Blom pulang, Mas?" Tiba-tiba sebuah suara menyapa.

Saya nengok ke arah sumber suara dan ngeliat seorang anak muda berdiri sambil tersenyum dgn muka ramah.

"Bentar lagi. Nunggu sepi biar gak macet," sahut saya.

""Ah, sekarang pasti udah sepi," kata orang itu lagi tanpa kehilangan senyumnya.

"Mas sendiri kok blom pulang?" tanya saya berbasa-basi.

"Saya kan Imam sholat, jadi sebisa mungkin pulang paling belakangan." sahut anak muda itu lagi.

"Wah? Mas imam sholat jumat barusan?" tanya saya sambil bangkit dan mengulurkan tangan ngajak salaman.

Kami berdua berjabatan tangan. Jadi ini imamnya toh? Masih muda banget? Pantes tadi baca suratnya cuma An-nas dan Al ikhlas, Mungkin pengetahuan Al Qurannya baru sebatas Juz Ama, pikir saya seudzon.

"Iya, Mas. Kenapa? tanya Sang Imam.

"Gapapa. Tapi saya suka aja, Mas tadi bacanya surat-surat yang pendek. Jadi saya gak ngantuk," kata saya menyindir dengan sopan.

"Oh...itu. Jadi begini Mas. Tadi pas sampe mesjid, ada kakek-kakek jalannya pincang pake tongkat. Pas saya bantu memapah, dia berteriak katanya pinggangnya sakit."

"Lalu apa hubungannya sama surat pendek?"

"Saya sengaja milih surat yg pendek, biar Kakek tadi gak terlalu lama berdiri. Kalo berdiri, apa lagi tanpa tongkat, pasti dia kesakitan sekali."

"Oh begitu..." Waduh sekarang saya yang merasa bersalah karena telah seudzon sama imam ini.

"Iya begitu, Mas. Sholat itu kan intinya bersyukur pada Allah. Kalo saya baca surat yg panjang, bukannya bersyukur, saya malah menzholimi makmum saya sendiri."

Saya terdiam dan mengangguk-angguk. Kagum banget sama imam ini. Begitulah seharusnya seorang pemimpin. Gak mikirin diri sendiri. Tapi lebih mikirin orang yang dipimpinnya. Luar biasa!

Hal Ini keliatannya sepele tapi coba kalian perhatiin, saya yakin gak banyak loh imam-imam kepikiran merhatiin makmumnya sebelum memutuskan surat apa yang dia akan bacakan.

"Maaf, Mas. Saya pulang duluan gak papa ya?" kata imam itu lagi.

"Oh ya, silakan."

Setelah saling mengucapkan salam, dia pun pergi. Dan saya kembali merenung omongan Sang Imam tadi. Alhamdulillah...saya mendapat hidayah lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun