Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melatih Creative Attitude Pada Anak

6 September 2016   00:17 Diperbarui: 20 Juli 2019   22:49 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kalian punya account Instagram? Saya punya loh. Followernya baru 4000-an orang. Kalo ga percaya cek aja sendiri, nama accountnya; Budiman Hakim. Abis ngecek, sekalian follow ya? Hehehehe... Bukan cuma saya, Leon, anak saya yang gede, usia 15 tahun, juga udah punya Instagram. Bahkan Si bungsu, Reo yang baru berumur 7 tahun, punya juga. Nah, ceritanya saat itu, saya mau posting foto menara Eiffel ke Instagram. Kebetulan kami sekeluarga memang baru saja pulang dari perjalanan ke Eropa. Saya memanggil 2 anak saya yang ganteng-ganteng itu. 

"Leon, Reo, Ayah mau posting foto nih di Instagram, tolong bantuin dong bikin caption-nya," kata saya pada mereka. 

Kedua anak saya seneng banget setiap diajak bantuin bikin caption. Buat mereka itu adalah permainan yang menyenangkan. Emang sih caption yang mereka bikin sering kali ga cocok dengan fotonya. Misalnya ketika ngeliat foto yang mau diunggah adalah menara Eiffel, Leon lagsung ngasih ide. "Gimana kalo caption-nya 'Eiffel'?" usul Leon. Setiap kali mereka ngusulin caption seperti itu, saya selalu komentar, "Jangan mengulang apa yang sudah dikatakan oleh gambarnya. Biarin fotonya bercerita, lalu caption-nya bikin yang lain tapi tetep nyambung dengan gambarnya." 

"Oh begitu. Aku dapet nih. Ayah aku dapet caption yang bagus," pekik Si Bungsu.
"Gimana...gimana?" tanya saya dan Leon berbarengan.
"Gimana kalo caption-nya 'Paris. City of pickpockets'," kata Reo lagi.
"Huahahahahaha..." Kami sekeluarga ngakak. 

Memang saat di menara Eiffel, Paris, dompet saya diembat sama copet. Believe it or not ternyata banyak banget copet di area menara Eiffel itu. Udah banyak orang Indonesia yang jadi korbannya.

"Keren banget, Dek," kata Leon pada adiknya. Dan saya setuju sama Leon bahwa caption dari Reo bagus. 

Nah suatu hari sehabis ziarah ke makam kakek neneknya, Leon mengambil banyak foto di pemakaman. Karena menjelang bulan puasa, banyak sekali yang mengunjungi makam sanak saudaranya. Akibatnya pemakaman itu penuh dengan bunga-bunga yang ditaburkan peziarah ke atas pusara.

Sampe di rumah, Leon langsung ga sabar untuk mem-posting fotonya ke Instagram. "Ayah, Reo. Yuk kita diskusi nyari caption buat foto ini!"
Belum lama kami berpikir, kembali Reo berteriak, "Aku tau! Aku tauuu!!"
"Apa?" Tanya Leon.
"This is a place where my grandpa and my grandma live now," kata Reo semangat banget.
"Wah keren tuh, Le," Saya menukas.
"Lumayan bagus tapi belom cukup bagus. Ayo cari yang lain," sahut Leon. Lagaknya mengingatkan saya pada guru terhadap muridnya. 

Lalu kami mikir lagi. Saya sebenernya udah menemukan beberapa caption yang bagus tapi sengaja saya simpan dulu. Saya beri kesempatan pada dua anak saya untuk berkreasi. 

"Leon tau. Dan caption Leon ini pasti Ayah suka," Tiba-tiba Leon menemukan ide.
"Gimana kalimatnya, Le?" tanya saya.
"Leon tulis dulu di bawah fotonya ya. Ntar Adek sama Ayah baca sendiri?"
"Kenapa ga dibilang aja sekarang?" protes Si Bungsu.
"Soalnya kalo dibaca sambil ngeliat gambarnya, kalimat ini jadi lebih bagus." 

Abis ngomong gitu, Leon langsung ngetik di HP-nya. Ga lama kemudian, dia sorongkan layar HP ke arah kami berdua. Perlahan Reo dan saya mulai membaca: 

"There are more flowers in cemetery than in wedding halls. Because tragic is stronger than happiness." 

Subhanallah! Saya langsung ga jadi ngeluarin caption versi saya. Kalimat Leon langsung membuat kalimat saya ga ada apa-apanya. Hehehe.... Dan begitulah yang selalu terjadi di keluarga kami. Tiap ada yang mau posting foto ke Instagram, kita diskusi lagi. Dan biasanya kami selalu menemukan caption yang menarik. Begitu pentingnya sebuah caption, sehingga seringkali terjadi sebuah foto tertunda di-posting berhari-hari cuma karena kami merasa belum menemukan caption yang bagus. 

tempfileforshare-03-57cda875707e618757eae84d.jpeg
tempfileforshare-03-57cda875707e618757eae84d.jpeg
Apa yang saya lakukan ke anak-anak saya keliatannya sepele kan? Cuma permainan mencari caption. Padahal, pada saat itu saya sedang menanamkan ke benak mereka yang namanya creative attitude. Mereka harus ngerti bahwa hakikat hidup itu adalah berkarya. Tuhan adalah Father of Creation. Kata creation adalah kunci dari hakikat hidup. Satu-satunya bakat yang diwariskan Tuhan pada manusia, dan tidak diwariskan pada makhluk lain adalah berkarya (to create). Sia-sialah manusia yang selama hidupnya tidak pernah berkarya. 

Janganlah menganggap berkarya itu ribet atau sulit. Tau ga? Tulisan kalian di blog, itu sudah termasuk sebuah karya. Tweet kita di twitter, itu juga karya. Status FB juga adalah karya. Jadi seandainya kalian setuju bahwa semua itu adalah karya, sangat wajar dong kalo dalam mengerjakan sebuah karya, kita melakukannya dengan creative attitude. 

Jangan gunakan status FB untuk mengeluh, menjelek-jelekkkan apalagi sampe memfitnah orang lain. Social media itu bukan buku harian kita. Social media adalah ruang publik. Fungsinya adalah sebagai sarana dan kesempatan kita untuk memanfaatkan ruang publik tersebut untuk menunjukkan kreativitas kita. Ajarkanlah anak kita sejak dini untuk memanfaatkan media sosial secara positif. Mengajarkan mereka untuk berkarya akan sekaligus mencegah mereka menjadi haters. Coba itung! Udah berapa banyak orang yang tiba-tiba menjadi terkenal gara-gara media sosial? Banyak kan? Tapi tak terhitung juga haters yang berkeliaran di media sosial. Dan kita ga mau kalo anak kita menjadi salah seorang di antaranya kan? Astaghfirullah! Jangan sampe deh...!

Bagaimana cara menilai karya kita itu bagus atau tidak? Sederhana aja; Kalo tweet kita banyak yang RT, itu indikasi bahwa tweet kita bagus. Kalo status FB kita banyak yang like, comment atau shared, udah pasti itu artinya bagus. Kalo foto kalian di Instagram yang nge-like sampe ribuan, itu berarti kalian sudah termasuk kategori digital celebrity. 

Di social media kita harus menginspirasi. Bukan menghakimi. In social media we have to inspire people, not judge others. 

Follow my twitter @budiman_hakim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun