Film biopik "Oppenheimer" karya Christopher Nolan telah mencuri perhatian selama beberapa pekan terakhir. Tidak hanya karena kehadiran jajaran bintang top Hollywood dan kembalinya Nolan ke layar kaca, tetapi juga karena dilema yang melingkupi sosok karakter utamanya.
Dalam sejarah, J. Robert Oppenheimer dijuluki sebagai "Bapak Atom," seorang pemikir visioner di balik pengembangan bom atom selama Perang Dunia II. Ia memimpin Proyek Manhattan di Los Alamos, New Mexico, untuk mengembangkan bom atom. Namun, keberhasilannya membawa konsekuensi tragis saat bom atom dijatuhkan di New Mexico, Hiroshima, dan Nagasaki.
Kekuatan mengerikan dari teknologi yang ia ciptakan sendiri menyebabkan Oppenheimer merasakan rasa ketidaknyamanan yang mendalam. Kalimat ikoniknya "Now I Am Become Death, the Destroyer of Worlds" diambil dari Kitab suci Agama Hindu, Bhagavad Gita.
Kisah Oppenheimer menjadi peringatan bagi kita tentang pentingnya pengelolaan teknologi dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Ancaman nuklir tidak berhenti pada era Oppenheimer. Hubungan diplomatik antara negara-negara besar seperti AS-Rusia, AS-China, dan India-Pakistan tetap tegang dan meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir.
Saat ini, ada sembilan negara yang memiliki senjata nuklir, dengan AS dan Rusia memiliki mayoritas dari 13.000 senjata nuklir di seluruh dunia. Sayangnya, kesadaran publik tentang bahaya nuklir ini cenderung rendah.
Perlucutan senjata nuklir menjadi isu krusial dan kompleks yang memerlukan dukungan dari negara-negara nuklir. Mencapai perlucutan senjata nuklir sepenuhnya adalah tantangan besar. Diperlukan upaya dialog pengurangan risiko ketegangan antara AS-China dan dialog nuklir AS-Rusia.
Para ahli nuklir berharap ada kemajuan dalam mengurangi jumlah senjata nuklir di dunia. Kerjasama internasional menjadi kunci penting dalam mencapai tujuan ini. Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah berkomitmen menjaga kawasan bebas senjata nuklir, namun upaya perlucutan senjata secara global masih memerlukan dukungan lebih banyak negara.
Selain bahaya nuklir, perkembangan teknologi lain seperti kecerdasan buatan (AI) juga menimbulkan kekhawatiran. Dalam filmnya, Nolan menyoroti bahwa teknologi AI dapat menjadi sama berbahayanya dengan senjata nuklir jika tidak terkendali. Ketidakpastian tentang perkembangan teknologi ini menimbulkan kekhawatiran yang sebanding dengan ancaman nuklir.
Kisah Oppenheimer harus menjadi peringatan tentang pentingnya pengelolaan teknologi dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Tidak hanya nuklir dan AI, teknologi lainnya juga harus diatur dengan hati-hati untuk menghindari dampak tak terduga dan merugikan.
Menghadapi tantangan ini, kerjasama internasional sangatlah penting. Meskipun Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berkomitmen menjaga kawasan bebas senjata nuklir, upaya perlucutan senjata secara global memerlukan dukungan lebih banyak negara.
Kegelisahan yang dialami Oppenheimer harus menginspirasi kita untuk bertindak proaktif dalam menghadapi ancaman teknologi di masa depan. Menguatkan kerjasama internasional, mendukung perundingan nuklir, dan mendorong pengurangan senjata menjadi langkah krusial dalam mewujudkan dunia yang lebih aman dan stabil.
Dalam menghadapi bahaya nuklir dan berbagai ancaman potensial lainnya, kita tidak boleh melupakan peran masyarakat untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan lebih aman. Masyarakat harus terus berupaya meningkatkan kesadaran akan dampak teknologi dan berpartisipasi aktif dalam menyuarakan isu-isu yang berkaitan dengan pengelolaan teknologi yang bertanggung jawab.