Masih dengan gaya cuek, sopir menjawab, “Maaf ya pak saya orang baru disini.., belum terlalu tahu Jakarta”.
Kalimat standard yang jelas boong banget, buat apa jadi supir taksi kalo nggak tahu jalan. Buat apa rela dimaki-maki, kalo bukan karena satu tujuan yakni mengelabui penumpang.
Tak semua supir taksi seperti itu, masih banyak yang jujur dan baik hati, bahkan seorang teman pernah terlupa laptop-nya, tapi setengah jam kemudian si supir datang mengembalikan barangnya.
Perlu kita pahami juga, bahwa taksi dan pengemudinya layaknya pintu gerbang kota. Performance sebuah kota bisa diukur dari sebuah contoh kecil, yakni taksi dan pengemudinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H