Mohon tunggu...
Arief Budiman
Arief Budiman Mohon Tunggu... -

Berusaha keras selalu menyajikan tulisan bermakna, berguna dan menghibur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nikmatnya "Buang Angin"

11 Desember 2009   00:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:59 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jangan bilang jorok dulu untuk judul di atas. Kita perlu tahu juga apa enaknya “buang angin” dipandang dari berbagai sudut, apakah itu dikehidupan kita sehari-hari atau kejadian dan carut-marutnya  negeri ini.

Istilah medis dari “buang angin” adalah “flatulence”. Dalam kaidah sopan berbahasa, “buang angin” adalah istilah yang paling sopan, walaupun ada kata lain yang tak kalah mengagetkan bagi orang-orang jika kita menyebutnya, judul kata itu adalah “kentut”. Benar-benar sama artinya, maknanya juga sama, tapi yang membedakan adalah enak atau tidak orang mendengarnya.

Buang angin sangat krusial bagi kehidupan, bagaimana bentuk pembuangan yang digolongkan “sekresi” (pembuangan/ampas yang berguna) ini diperlakukan. Jika seseorang masuk rumah sakin dan harus kemeja operasi, maka pasca operasi dilakukan, saat yang paling ditunggu dokter, pasien dan keluarganya adalah “buang angin”. Begitu bermaknanya “hembusan” sepersekian detik itu, untuk mendukung keberhasilan sebuah operasi. Gampangnya, operasi dengan biaya ratusan juta dilakuakn hanya untuk menunggu buang angin. Ahha….

Buang angin sendiri ada dua kategori, kategori pertama “tenang mematikan” dan yang kedua adalah “besar tak bertenaga”.

Ada seorang teman mengatakan bahwa, buang angin yang tenang mematikan, akibat dari “tersenggol tokai”, prosesnya dimulai dari perut sedikit kembung, agak sesak, dan lepaslah angin dengan lembut, lembut biasanya identik dengan sedikit lambat , sehingga pada saat melewati sebuah rongga, tersenggol sesuatu, maka berbau banget.

Biasanya si pemilik “tenang mematikan” ini tak pernah mengaku, jika dia berada diantara sebuah kelompok, maka yang dilakukannya adalah lebih dahulu menutup hidung dan mengatakan, “Ihh..siapa yang kentut ya ?”. Dan semua orang secepat kilat menutup hidung, sambil lirak lirik, tak berani menuduh tapi yakin pelakunya pasti diantara mereka juga. Tak berlaku azas praduga nggak bersalah disini, karena sangat sukar membuktikannya, ibarat kencing sambil,berenang, si empunya air seni pura-pura berenang meninggalkan “ampas” hangatnya di belakang.

Padahal, menurut ilmu kedokteran, hanya kurang dari satu persen buang angin mengeluarkan bau, biasanya bau busuk itu disebabkan oleh hydrogen sulfide, ammonia dan metana. Artinya, buang angin berbau itu tidak pasaran, atau sedikit eksklusif, biasanya hanya akibat kejadian tertentu dan orang tertentu pada satu kesempatan mengeluarkan angin berbau.

Penyebab itu semua adalah makanan, makanan yang sedikit mengandung bakteri seperti sayuran atau buah, sementara makanan yang berpotensi besar buat berkembang pesatnya bakteri adalah telur dan daging, nah..ini salah satu penyebab “sang bau”.

Kalau mau diarahkan lebih dalam maka, makanlah makanan dari sumber yang baik, rezeki yang halal, dan tertiblah jika makan. Duduk rapi, tangan yang bersih, berdoa dan menikmati makanan dengan tidak terburu-buru.

Karena semua perilaku buru-buru dan tidak tertib mencerminkan manusia yang “asal” dan mengabaikan etika.

Analoginya buat penyelenggara negeri, buang angin “tenang mematikan” itu tak baik, walaupun tak berwarna, tak berasa dan tak bersuara, tapi Tuhan adil dengan indera yang bisa mengendus itu, yakni dia berbau. Tajam, menyengat karena bakteri mulai bekerja pada makanan yang dimakan, kuman itu mulai mengalir dalam darah, sangat sukar dideteksi dan dihentikan, kecuali dengan obat yang berkhasiat “menghentikan” plesirannya si bakteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun