Dalam pelaksanaannya pun, kegiatan ini harus tetap diawasi oleh suatu kelompok atau perorangan di setiap wilayah tertentu, untuk memastikan bahwa kandungan gizinya dipenuhi dan tetap terjaga, tidak hanya di awal program melainkan harus berkesinambungan.
Karena wilayah Indonesia yang begitu luas, maka terdapat pula variasi makanan yang disebut makanan pokok. Menjadi keharusan bahwa program ini harus mengadopsi kebiasaan dan potensi setempat. Jangan sampai kebiasaan makan papeda di Papua, diubah menjadi makan nasi.Â
Demikian pula soal susu. Sebaiknya susu yang diberikan adalah susu yang merupakan hasil ternak terdekat. Jika tidak ada susu, mungkin juga bisa diganti susu kedelai yang berprotein tinggi. Semuanya memerlukan pemikiran secara seksama untuk sebesar-besarnya membuat program ini bisa berhasil dan tepat manfaat.
Menurut Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, nominal makan siang dan susu gratis yang diberikan adalah sebesar Rp. 15.000 per anak per hari. Seyogyanya besaran ini pun setelah dihitung cermat setelah kajian dari para ahli gizi tersebut dihasilkan. Jadi walaupun ini makan gratis, menu makanan yang diberikan tidaklah asal kenyang apalagi jauh dari kaidah kebersihannya.
Penulis tertarik untuk menganalisa sisi kemaslahatan program ini dengan asumsi kita mengikuti angka dari pemerintah, yakni Rp. 15.000 per anak per hari. Juga diberitakan bahwa penerima dari program ini adalah balita sebanyak 22,3 juta, anak TK 7,7 juta, SD 28 juta, dan Madrasah hingga SMP 12,5 juta. Jadi total penerima manfaat saat ini tercatat sebesar 70.5 juta anak.Â
Dari berbagai rujukan, jumlah hari sekolah dalam satu tahun ajaran, setelah dikurangi hari libur sekolah dan hari libur nasional adalah sekitar 200-220 hari. Jika penganggaran per tahun memperhitungkan hari terlama, yakni 220 hari, maka Pemerintah harus menyediakan anggaran sebesar hampir Rp. 233 trilyun per tahun. Biaya ini adalah biaya langsung, belum termasuk biaya tenaga ahli, pengawasan dan perangkat kerja terkait.
Dari mana uangnya? Masih perlu digali lagi darimana pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar itu. Dana tersebut masih harus ditambah lagi karena program ini pun perlu adanya pengawasan. Untuk honor para pengawas yang pastinya berjumlah ribuan, bahkan puluhan ribu, maka akan perlu dana yang lebih banyak lagi.
Pemerintah harus lebih aktif memikirkan sumber pendanaan yang akan dipakai agar program ini berjalan sesuai harapan. Bila tidak ada tambahan pendapatan, maka APBN yang sudah sarat dengan beban, akan makin terbebani dan akan memperbesar defisit anggaran.Â
Sebelumnya ada usulan bahwa dananya akan diambil dari dana BOS dan seketika itu pula hal ini mendapatkan protes dari para guru dan pemangku kepentingan, yang tidak rela anggarannya dipotong.Â
Penulis menilai, Pemerintah harus mengkaji lagi sumber pendanaan yang tepat dan sepertinya tidak melulu harus menggunakan dana APBN. Dana CSR dari BUMN dan peran perusahaan-perusahaan swasta yang berhubungan dengan sektor makanan dan kesehatan, tertutama yang ada di dekat lokasi dibaginya makan siang tersebut, bisa dihimbau untuk berperan serta.Â
Menurut Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagaimana dikutip dari harian Kompas Rabu, 4 Juli 2023, jika dioptimalkan, jumlah dana CSR ini bisa mencapai Rp. 80 trilyun per tahun.Â