Mohon tunggu...
Budi Kang
Budi Kang Mohon Tunggu... -

Dosen Mata Kuliah Pemasaran; \r\nPraktisi Pemasaran

Selanjutnya

Tutup

Money

Marketing in Practice (Positioning): HiLo Vs Anlene

3 April 2011   16:22 Diperbarui: 4 April 2017   17:25 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13018470681926597772

Anlene, adalah merk susu yang di produksi oleh Fonterra Group, - berkantor pusat di New Zealand. Anlene mengusung positioning sebagai susu kesehatan tulang. Susu Anlene mengandung kalsium dalam jumlah tinggi, sehingga sangat bermanfaat untuk kesehatan tulang. Selain itu Anlene di klaim sebagai susu rendah lemak yang tidak menyebabkan kegemukan. Anlene memiliki 2 varian yaitu Anlene untuk target market usia 19-50 tahun, dan Anlene Gold untuk usia 50 tahun ke atas. Sejauh ini, upaya komunikasi marketing yang dilakukan oleh Anlene cukup efektif untuk memantapkan positioning dirinya sebagai susu kesehatan tulang.

HiLo adalah merk susu yang di produksi oleh NutriFood, salah satu perusahaan dengan produk-produk yang cukup terkenal di Indonesia. HiLo memiliki beberapa varian yang ditujukan untuk segmen dengan usia berbeda. HiLo Teen dan HiLo School mentarget segmen anak-anak dan remaja. HiLo Active mentarget segmen usia 19-50, sedangkan HiLo Gold mentarget usia 50 tahun ke atas. Namun, dalam tulisan ini produk HiLO yang dibahas adalah HiLo Active dan HiLo Gold, yang merupakan pesaing head-to-head dengan produk Anlene di atas.

HiLo mengusung positioning sebagai susu kesehatan tulang dan sendi. HiLo mengklaim bahwa produknya mengandung Glucosamine dan Chondroitin yang bermanfaat bukan hanya bagi kesehatan tulang, namun juga bagi kesehatan sendi. Bagi HiLo, hal ini jelas merupakan differensiasi dari Anlene yang “hanya” merupakan susu kesehatan tulang.

Pertanyaannya adalah apakah positioning HiLO tersebut efektif???

Bagi produsen, positioning adalah proses menentukan promises of value seperti apa yang diinginkan untuk bisa terpatri dibenak konsumen, dalam kaitan dengan produk perusahaan tersebut. Bagi konsumen, promises of value ini merupakan pembeda antara satu produk dengan produk lainnya. Promises of value yang dianggap lebih “superior” oleh konsumen (target segmen) akan menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu penentuan promises of value ini harus di tetapkan secara hati-hati dengan mempetimbangkan seluruh value yang dianggap penting oleh target market.

Berkaitan dengan positioning, perusahaan dapat memilih satu dari dua pendekatan yang ada dalam menentukan promises of value yang akan ditawarkan pada konsumen. Promises of value ini akan menjadi pembeda (differensiasi) produk mereka di banding produk kompetitor. Kedua pendekatan tersebut adalah:

  1. Point of Difference (POD), yaitu menentukan differensiasi yang sama sekali berbeda dari apa yang ditawarkan oleh kompetitor. Harapannya adalah bahwa value dari differensiasi yang di tawarkan ini akan di anggap lebih superior oleh konsumen, dibanding value dari differensiasi yang ditawarkan oleh konsumen.
  2. Point of Parity (POP), yaitu menentukan differensiasi dengan menawarkan value seperti yang ditawarkan oleh kompetitor, dan di tambah dengan satu atau lebih value lain yang tidak dimiliki oleh produk kompetitor. Dengan demikian produsen berharap bahwa produknya akan di anggap memiliki value yang lebih superior, karena produknya selain memiliki value yang ditawarkan kompetitor, juga memiliki tambahan value-value lain.

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa HiLo menngunakan pendekatan yang kedua, yaitu Point of Parity (POP). Di sini HiLo mencoba mengkomunikasikan bahwa produknya memiliki value yang superior, dengan alasan bahwa selain membantu kesehatan tulang (satu-satunya value yang ditawarkan oleh Anlene), HiLo juga membantu kesehatan sendi (nilai plus).

Jika begitu, apakah berarti HiLo memiliki positioning yang lebih baik di banding Anlene??? BELUM TENTU. Karena positioning yang baik memiliki beberapa kondisi yaitu:

  1. Relevance, yaitu apakah differensiasi yang di tawarkan itu di anggap sesuatu yang relevance oleh konsumen. Dalam hal ini, apakah kesehatan sendi di anggap sebagai sesuatu yang relevance oleh target market? Seberapa banyak target market yang tahu bahwa kualitas kesehatan tulang bukan hanya di tentukan oleh kepadatan tulang saja, tetapi juga ditentukan oleh kesehatan sendi yang menghubungkan tulang-tulang tersebut? Pengamatan pribadi saya atas factor relevance ini adalah kebanyakan target market tidak menganggap ini relevance. Mereka menganggap ini tidak relevance karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki pengetahuan tentang manfaat kesehatan sendi. Dan tugas HiLo untuk meng-edukasi market mengenai kesehatan sendi ini. Seberapa relevance differensiasi ini di mata konsumen, tergantung seberapa berhasil HiLo mengedukasi dan mengubah persepsi konsumen tentang kesehatan sendi ini (INGAT: MARKETING IS BATLE OF PERCEPTION)
  2. Distinctiveness, yaitu apakah differensiasi ini mampu membedakan produk dari kompetitornya. Dalam kasus HiLo saya rasa hal ini cukup berhasil.
  3. Believability, yaitu seberapa percaya konsumen terhadap diferensiasi yang di usung oleh produsen. Dalam kasus HiLO, jawaban saya atas point ini adalah sama dengan point Relevance. HiLo harus menggunakan sumber-sumber yang terpercaya dan dianggap kompeten untuk mendukung penyataan mengenai pentingnya differensiasi yang di usung ini. HiLo mungkin dapat mencontoh AQUA yang mengusung differensiasi “MINERAL” dalam kampanye pemasarannya.

Kesimpulan:.

Dari paparan di atas, saya menyimpulkan bahwa positioning yang di usung oleh HiLo pada dasarnya sudah cukup bagus. Target market dapat membedakan promises of value (kesehatan tulang dan sendi) yang di tawarkan oleh HiLo. Namun, apakah konsumen menganggap value tersebut lebih superior atau tidak sangat tergantung seberapa baik HiLo mengedukasi market mengenai kesehatan sendi. Jika klaim kesehatan sendi berpengaruh terhadap kesehatan tulang, dapat diterima dan dipercaya oleh logika dan persepsi konsumen, maka HiLo memiliki peluang yang cukup besar untuk mendobrak dominasi Anlene.

Semoga bermanfaat.

salam belajar marketing

Budi Kang

making theories into practice, and making best practices into theories

artikel sebelumnya:

1. Welcome Into Hyper-Competitive Marketing Era

2. Market-driven company, apaan tuch???

3. Menjadi market-driven company, mau????

4. Market-Driven Company: Karakteristik dan Manfaat

5. Market-Driven Company: Kepuasan dan Loyalitas Konsumen

6. Merk (Brand), Apaan Tuch???

Untuk artikel-artikel marketing lainnya, silahkan kunjungi: http://www.kompasiana.com/budikang

tag: budi kang, marketing indonesia,marketer indonesia, brand, merk, brand management, manajemen merk, HiLo, Anlene, HiLo vs Anlene, positioning, positioning HiLo, positioning Anlene, promise of value, marketing in practice

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun