Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama featured

Awas, "Fogging"!

13 April 2012   08:03 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24 11619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara-gara nyamuk atau akibat ulah sendiri? Itulah yang terpikir kala membaca surat  dari RT yang tergeletak di atas meja. Dua hari kemudian (11/4/2012) asap putih tebal pun menyelimuti rumah-rumah di tiga RT di Kelurahan Jati Padang Pasar Minggu. Warga pun bergerombol di luar rumah sembari menutup hidung dengan tangan, atau wajah tertutup kain alakadarnya demi menghindar dari bau kerosin. Dua petugas diantar Pak RT dengan sigap masuk ke lorong dan gang sempit, lalu masuk ke setiap rumah. Walau tidak harus ada dan terlihat di sudut rumah dan perkampungan, nyamuk dewasa menjadi sasarannya.

[caption id="attachment_171409" align="alignnone" width="603" caption="Bukan kabut pagi hari, namun saat kesehatan lingkungan terabaikan (dok.pribadi)"][/caption]

Nyamuk mungkin  serangga paling menjengkelkan di Indonesia. Saya meyakini hampir 100 persen penduduk Indonesia pernah merasakan gigitannya. Masih syukur jika mereka cuma berputar-putar, walau suaranya bikin senewen. Saat mereka mendarat di permukaan kulit, lalu seenaknya saja menghisap sebagian darah, kejengkelan pun bertambah. Jika cuma gatal saja tidak mengapa. Namun saat badan meriang beberapa hari – bahkan ada yang tanpa deman sama sekali, lalu tiba-tiba dingin dan lemas tak berdaya, pikiran pun mulai kalut. Ketika hasil tes darah menyebuktan kadar trombosit terjun bebas hingga di bawah  100 ribu, kalut makin menjadi-jadi.  Akhirnya keluar hasil diagnosanya: Deman Berdarah.

Vonis demam berdarah dari dokter pun dilaporkan ke ketua RT/RW.  Jika korbannya banyak, atau terjadi epidemi di wilayah tertentu, maka salah satu tindakan dari Dinas Kesehatan atau Puskesmas adalah fogging. Akhirnya semua dipukul rata, satu kompleks pun kena sasaran fogging, bahkan setiap sudut di dalam rumah pun diasapi. Kita pun dibuat repot lagi sebelum dan sesudah fogging.

[caption id="attachment_171410" align="alignnone" width="603" caption="Petugas fogging dan Pak RT bahu-membahu di dalam rumah (dok.pribadi)"]

13342913731982582756
13342913731982582756
[/caption]

Dulu pengasapan bercampur pestisida biasanya dilakukan di sawah-sawah guna mengusir hama tikus. Atau saat petani menyemprotkan insektisida di sawah-sawah untuk mematikan hama wereng. Kini aerosol atau semburan asap putih itu bisa memenuhi rumah-rumah. Memang berabe, namun demi kesehatan lingkungan, rumah pun harus direlakan dibombardir dengan semburan asap putih berbau minyak tanah. Penghuni harus menyingkir beberapa saat, bahkan bisa dalam hitungan jam. Berbahayakan bagi manusia?

[caption id="attachment_171412" align="alignnone" width="609" caption="Mas, pakai masker dong, nanti menghirup insektisida lho (dok.pribadi)"]

133429148799966474
133429148799966474
[/caption]

Namanya juga insektisida, pasti ada risikonya. Bukan terhadap nyamuknya saja, namun akumulasinya pun bisa mengancam kesehatan manusia. Apalagi jika dosis tinggi atau terakumulasi dalam tubuh manusia. Lalu, bahan kimia apa sih yang disemprotkan itu? [caption id="attachment_171413" align="alignnone" width="607" caption="Jenis insektisida yang digunakan pada fogging melawan nyamuk (sumber: WHO)"]

1334291625577597709
1334291625577597709
[/caption]

Klasifikasi bahaya bahan aktif atau Active Ingredient (Ai) pada standar WHO adalah: “Class II, moderately hazardous; class III, slightly hazardous; class U, unlikely to pose an acute hazard in normal use”.  Itulah mengapa dosis insectisida pada fogging termasuk faktor yang tertuang dalam standar prosedur. Selain bertujuan mematikan nyamuk secara efektif – jangan sampai mereka malah kebal- dosis insektisida perlu dikendalikan agar tidak berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungannya.

*****

Fogging bertujuan untuk mematikan nyamuk dewasa, setidaknya nyamuk yang sudah bisa mengudara.  Bukan telur atau jentiknya, yang pada saat yang sama mungkin bersemayam aman di menara air atau genangan air yang tidak bisa ditembus asap.  Fogging menjadi opsi terakhir ketika wabah deman berdarah terjadi di satu wilayah. Tindakan kuratif terhadap lingkungan yang banyak nyamuk, yang patut diduga sebagai vector atau pembawa virus yang bisa membuat manusia menderita. Kata WHO: “Space spraying of insecticides (fogging) should not be used except in an epidemic situation”. Prosedur standar pun diberlakukan, sebelum dan sesudah tindakan fogging, termasuk spesifikasi dan kalibrasi alat penyemprot.

[caption id="attachment_171415" align="aligncenter" width="493" caption="�Senjata pembunuh massal� (Sumber: WHO)"]

133429177290479668
133429177290479668
[/caption]

Fogging memang harus dilakukan hati-hati dan cermat, sesuai dengan prosedur standar dari dinas kesehatan yang mengacu ke standar WHO. Manusia, alat, bahan, dan kondisi lingkungan harus ditelaah sebelumnya. Misalnya, arah angin pun bisa menjadi faktor yang dipertimbangkan. Pun dosis insectisidanya harus pas. Jika tidak, fogging bisa membuat nyamuk malah kebal atau resisten terhadap insektisida.

[caption id="attachment_171416" align="aligncenter" width="489" caption="Pernah melihat petugas fogging dengan perlengkapan seperti ini? (sumber: WHO)"]

1334291869696390506
1334291869696390506
[/caption]

Fogging memang tidak dilakukan sembarangan, dan bukan tindakan yang selalu direkomendasikan, kecuali memenuhi syarat. Bagaimana pun tindakan preventif untuk mencegah merajalelanya nyamuk seharusnya menjadi priroritas. Menurut WHO, ada beberapa tindak pengendalian yang bisa dilakukan, selain Insecticide spraying, yaitu: Chemical treatment of breeding sites, Biological control, Environmental management and vector control, dan Community mobilization.  Contohnya, kita tabur abate di penampungan air agar jentik tidak sempat bermetamorfosa menjadi nyamuk. Kita tanam ikan agar bisa menelan jentik, atau ada bakteri parasit bagi jentik.

[caption id="attachment_171418" align="aligncenter" width="489" caption="Arah Angin pun perlu dipertimbangkan saat fogging di pemukiman (Sumber: WHO)"]

1334291954870053388
1334291954870053388
[/caption]

Kita mengenal pula istilah 3M Plus yang sering dikampanyekan, yaitu Menutup, Menguras, Mengubur, dan Menggunakan anti nyamuk terpercaya.  Namun, kasus demam berdarah tetap sering terjadi berulang-kali. Adakah yang salah dengan tindakan kita, baik pemerintah maupun warga di Indonesia?

Tindak yang lebih efektif, namun masih sulit implementasinya di Indonesia adalah pengendalian lingkungan dan mobilisasi warga secara masif, serentak, dan berkelanjutan.  Kesadaran kolektif dan tindakan bersama belum terlihat dalam pencegahan Demam berdarah. Indonesia seolah pasrah dengan perubahan cuaca. Ketika musim hujan meninggalkan genangan air maka serangan nyamuk pun mengancam.

*****

Indonesia dikenal sebagai negara paling sering kena wabah Demam Berdarah. Menurut catatan WHO, Indonesia tergolong wilayah dengan kasus wabah dengan frekuensi dan tingkat kematian tinggi, yakni dengan 58065 kasus dan 504 meninggal pada tahun 2011, seperti tercantum dalam Report of The Eighth Meeting of The Global Collaboration for Development of Pesticides For Public Health, yang dirilis oleh WHO pada tahun 2012. Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang terkena virus Dengue yaitu pada tahun 1968. Tidak heran jika negeri ini masuk dalam peta versi DengueMap, yang dirilis oleh jaringan kolaborasi antar rumah sakit di dunia.

[caption id="attachment_171419" align="alignnone" width="606" caption="Peta dunia penyebaran Dengue (Sumber: www.healthmap.org/dengue)"]

13342921041436562569
13342921041436562569
[/caption]

Menurut Dr Ronald Rosenberg pada laporan WHO tahun 2012, sekitar satu milyar penduduk dunia menghadapi risiko tinggi terinfeksi virus dengue dan lebih dari 50 juta penduduk terinfeksi per tahun.  Penyebaran virus tersebut seiring dengan laju urbanisasi, ketidakcukupan pasokan air, dan perubahan iklim.  Wilayah penyebaran virus tersebut terkonsentrasi di daerah tropis dan sub tropis. Menurut laporan WHO terakhir, Indonesia masih menghadapi kendala dalam pemberantasan demam dengue, yakni belum adanya obat atau vaksin khusus, rendahnya partisipasi masyarakat, pengawasan yang kurang intensif, laju kasus fatal di beberapa wilayah, dan keterbatasan anggaran.

*****

Mudah-mudahan fogging tidak sering lagi. Bukan tidak mau repot lagi, namun program pengelolaan dan pengendalian lingkungan sudah cukup efektif untuk mencegah nyamuk merajalela di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun