Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama featured

Awas, "Fogging"!

13 April 2012   08:03 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24 11619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_171415" align="aligncenter" width="493" caption="�Senjata pembunuh massal� (Sumber: WHO)"]

133429177290479668
133429177290479668
[/caption]

Fogging memang harus dilakukan hati-hati dan cermat, sesuai dengan prosedur standar dari dinas kesehatan yang mengacu ke standar WHO. Manusia, alat, bahan, dan kondisi lingkungan harus ditelaah sebelumnya. Misalnya, arah angin pun bisa menjadi faktor yang dipertimbangkan. Pun dosis insectisidanya harus pas. Jika tidak, fogging bisa membuat nyamuk malah kebal atau resisten terhadap insektisida.

[caption id="attachment_171416" align="aligncenter" width="489" caption="Pernah melihat petugas fogging dengan perlengkapan seperti ini? (sumber: WHO)"]

1334291869696390506
1334291869696390506
[/caption]

Fogging memang tidak dilakukan sembarangan, dan bukan tindakan yang selalu direkomendasikan, kecuali memenuhi syarat. Bagaimana pun tindakan preventif untuk mencegah merajalelanya nyamuk seharusnya menjadi priroritas. Menurut WHO, ada beberapa tindak pengendalian yang bisa dilakukan, selain Insecticide spraying, yaitu: Chemical treatment of breeding sites, Biological control, Environmental management and vector control, dan Community mobilization.  Contohnya, kita tabur abate di penampungan air agar jentik tidak sempat bermetamorfosa menjadi nyamuk. Kita tanam ikan agar bisa menelan jentik, atau ada bakteri parasit bagi jentik.

[caption id="attachment_171418" align="aligncenter" width="489" caption="Arah Angin pun perlu dipertimbangkan saat fogging di pemukiman (Sumber: WHO)"]

1334291954870053388
1334291954870053388
[/caption]

Kita mengenal pula istilah 3M Plus yang sering dikampanyekan, yaitu Menutup, Menguras, Mengubur, dan Menggunakan anti nyamuk terpercaya.  Namun, kasus demam berdarah tetap sering terjadi berulang-kali. Adakah yang salah dengan tindakan kita, baik pemerintah maupun warga di Indonesia?

Tindak yang lebih efektif, namun masih sulit implementasinya di Indonesia adalah pengendalian lingkungan dan mobilisasi warga secara masif, serentak, dan berkelanjutan.  Kesadaran kolektif dan tindakan bersama belum terlihat dalam pencegahan Demam berdarah. Indonesia seolah pasrah dengan perubahan cuaca. Ketika musim hujan meninggalkan genangan air maka serangan nyamuk pun mengancam.

*****

Indonesia dikenal sebagai negara paling sering kena wabah Demam Berdarah. Menurut catatan WHO, Indonesia tergolong wilayah dengan kasus wabah dengan frekuensi dan tingkat kematian tinggi, yakni dengan 58065 kasus dan 504 meninggal pada tahun 2011, seperti tercantum dalam Report of The Eighth Meeting of The Global Collaboration for Development of Pesticides For Public Health, yang dirilis oleh WHO pada tahun 2012. Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang terkena virus Dengue yaitu pada tahun 1968. Tidak heran jika negeri ini masuk dalam peta versi DengueMap, yang dirilis oleh jaringan kolaborasi antar rumah sakit di dunia.

[caption id="attachment_171419" align="alignnone" width="606" caption="Peta dunia penyebaran Dengue (Sumber: www.healthmap.org/dengue)"]

13342921041436562569
13342921041436562569
[/caption]

Menurut Dr Ronald Rosenberg pada laporan WHO tahun 2012, sekitar satu milyar penduduk dunia menghadapi risiko tinggi terinfeksi virus dengue dan lebih dari 50 juta penduduk terinfeksi per tahun.  Penyebaran virus tersebut seiring dengan laju urbanisasi, ketidakcukupan pasokan air, dan perubahan iklim.  Wilayah penyebaran virus tersebut terkonsentrasi di daerah tropis dan sub tropis. Menurut laporan WHO terakhir, Indonesia masih menghadapi kendala dalam pemberantasan demam dengue, yakni belum adanya obat atau vaksin khusus, rendahnya partisipasi masyarakat, pengawasan yang kurang intensif, laju kasus fatal di beberapa wilayah, dan keterbatasan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun