[caption id="attachment_170869" align="alignnone" width="609" caption="Indikator EPI 2012 (sumber: www.epi.yale.edu)"]
*****
Siapa yang harus disalahkan? Haruskah pemerintah lagi yang dimarahi karena tidak becus membuat program atau kebijakan pro lingkungan yang bisa membuat alam lestari. Atau, biarlah kita hanya meratap saja saat polusi dan sampah makin merajalela. Toh, dampak kerusakan lingkungan tidak akan terasa seketika atau dalam jangka pendek. Biarlah anak cucu kita saja yang merasakan akibatnya. Jika memang demikian, tidak perlu risau dengan peringkat-peringkat seperti ini.
Atau, patutkan kita menyalahkan diri sendiri atau lingkungan terdekat? Bukankah kita pun tanpa disadari sering menganiaya alam. Seberapa banyak energi terbuang percuma saat lampu dan pendingin ruangan menyala percuma. Seberapa banyak kantong plastik terbuang saat kita borong belanja di pusat-pusat belanja modern. Mungkin kita asyik-asyik saja mengendarai mobil sendirian sejauh ratusan meter saja hanya untuk membeli pernak-pernik elektronik.
Ah, sudahlah. Toh semuanya itu klise dan normatif saja. Tidak ada solusi konkrit, termasuk dengan tulisan ini. Lingkungan tak butuh lisan hanya untuk diperhatikan. Tak perlu tulisan agar dikatakan: kami penuh perhatian! Tidak butuh basa-basi hanya untuk dianggap peduli. Lagian, alam tidak akan mendengar dan membacanya. Bicara pun tak akan. Bahkan, Alam tidak akan berteriak ketika merasa dirinya makin sekarat. Alam bukan pula insan yang bisa mengiba agar dibelaskasihani. Justru kita-kita ini yang patut dikasihani. Bisa jadi, justru kita yang mengiba-iba saat alam tidak peduli dan menemani kita lagi. Saat alam murka, bukan karena mereka kecewa, namun akibat ulah manusia juga.
Alam, kasihanilah kami-kami ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H