Kriteria berprestasi sebaiknya tidak hanya mengandalkan pada angka-angka raport saja, atau sekedar rekomendasi dari para kepala sekolah. Angka raport mungkin hanya potret sesaat yang tidak menunjukkan motivasi atau daya juang seorang siswa, pun kemampuan lain seperti kecerdasan emosional atau kecerdasan sosial. Atau kemampuan atau energi potensial lainnya yang bisa dipupuk dan ditingkatkan melalui proses pendidikan.
Memang tidak mudah untuk menentukan itu, apalagi jika tidak didukung upaya pihak kampus untuk melakukan cara seleksi lain semisal tes psikologi atau wawancara kepada masing-masing calon. Namun, besarnya anggaran untuk beasiswa sebaiknya menjadi daya dorong PTN untuk melakukan berbagai upaya yang lebih intensif, misalnya dengan mengirimkan wakil kampus – mahasiswa atau dosen pun bisa – ke kantong-kantong kemiskinan. Setidaknya bisa bertanya dan mencari informasi kepada pihak lain yang lebih tahu tentang kemiskinan.
Ketiga, kendala lainnya adalah prosedur atau mekanisme seleksi yang sarat dengan bukti-bukti administrasi. Ini bukan mengatakan bahwa aspek administrasi dan prosedur tidak penting. Bagaimana prosedur pendaftaran dan seleksi calon penerima beasiswa BIDIK MISI selengkapnya dapat dilihat di sini. Kesan saya, mekanisme seleksi dan prosedur pendaftarannya memang ribet, memakan waktu, dan perlu ketelitian, termasuk kelengkapan bukti-bukti dokumen. Setiap sekolah seharusnya memberikan waktu dan tenaga khusus untuk mengisi semua tahap-tahap yang telah ditentukan tersebut, termasuk pendampingan terhadap siswa, atau pihak keluarganya.
Kunci atau ujung tombaknya memang pihak sekolah yang harus menyediakan waktu khusus untuk mengisi prosedur dan administasi- baik secara online maupun offline. Siswanya pun harus mendaftarkan diri secara online atau mengisi formulir yang juga harus diunggah terlebih dahulu dari website BIDIK MISI. Ada peluang ketidakpedulian- atau setidaknya ketidakcermatan dan ketidakpahaman - dari pihak sekolah. Pun kendala teknis menyangkut teknologi informasi yang mungkin tidak bisa diakses di seluruh wilayah Indonesia. Pihak Dirjen Dikti dan PTN seyogyanya tidak berpangku tangan terhadap berbagai kendala di lapangan yang berhubungan dengan ketaatan terhadap prosedur atau berbagai kelengkapan administratif tersebut.
[caption id="attachment_157953" align="alignnone" width="639" caption="Tampilan situs pendaftaran online BIDIK MISI (http://daftar.bidikmisi.dikti.go.id)"]
Jika segala daya dan cara sudah dilakukan namun belum berhasil juga maka pengakuan tentang sulitnya mencari mahasiswa miskin berprestasi bisa diterima. Sayang sekali jika kesulitan tersebut tidak ada solusinya. Padahal semangat BIDIK MISI yang tertulis pada situs pendafaran online-nya adalah: "Menggapai asa, memutus mata rantai kemiskinan". Semoga itu bukan hanya jargon yang tidak berarti apa-apa ketika asa siswa miskin berprestasi masuk ke perguruan tinggi tidak terwujud hanya karena kendala di luar mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H