Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Money

Impor “4 Sehat 5 Sempurna”, Elegi Tanah Surga?

8 September 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terakhir, susu selalu menjadi komoditas mewah yang tidak semua orang mengkonsumsinya. Susu sangat penting bagi balita, orang dewasa, bahkan lanjut usia dengan susu penguat tulangnya. Namun, tingkat konsumsi per kapita Indonesia pun masih tergolong rendah. "Konsumsi susu per kapita di Indonesia tahun 2010 adalah 11,84 liter. Artinya, rata-rata orang Indonesia minum 32,44 mililiter atau 2 sendok makan per hari" (Kompas.com, 23/4/2011).  Jika mengacu ke istilah “4 sehat 5 sempurna" maka londisi tersebut menunjukkan bahwa makanan masyarakat Indonesia tidaklah “sempurna“ dilihat dari aspek makanannya. Hidup memang tidaklah sempurna, namun jika susu pun masih impor juga, makin lengkap sudah tentang ironi impor makanan sehat dan sempurna.  Tingkat konsumsi susu yang rendah pun tidak bisa dipasok oleh peternak susu di Indonesia. BPS melaporkan penurunan produksi susu dalam tiga tahun terakhir, padahal pada tahun 2007 sempat menembus angka 45 juta liter. Sekarang, setengahnya saja tidak sampai. Akhirnya peternak susu pun bernasib sama dengan peternak daging. Tidak hanya sama-sama memelihara sapi saja.

Mari kita mengusir rasa miris dan ketir ini sembari menyakikan lagu Kolam Susu-nya Koes Plus. Jangan lupa sambil menikmati kopi jambi ditemani tahu dan tempe goreng yang dibeli dari pedagang di pinggir jalan, walau rasa asinnya mungkin dari garam impor.

Bukan lautan hanya kolam susu // Kail dan jala cukup menghidupimu // Tiada badai tiada topan kau temui // Ikan dan udang menghampiri dirimu // Orang bilang tanah kita tanah surga // Tongkat kayu dan  batu jadi tanaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun