Mohon tunggu...
Budi Hermana
Budi Hermana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keluarga/Kampus/Ekonomi ... kadang sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Burung Cinta, Kasih Toge Biar Sering Bercinta

2 September 2011   04:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 3957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Semakin unik warnanya cenderung makin mahal” “Cuma dari warnanya saja, Mang?“ “Suaranya juga, apalagi jika menang kontes!“

Burung cinta dulu hanya hiasan saja. Berkat kreativitas dan keuletan para penggemarnya, burung itu juga sebagai burung ocehan. Penangkaran burung cinta itu dimulai ketika impornya dihentikan di saat marak wabah flu burung. Kontes atau kejuarannya pun diselenggarakan secara periodik dari kota ke kota. Saya pun teringat ketika mengantar paman mengikuti kejuaran nasional di lapangan senayan dulu. Beberapa burung yang sudah jadi pun ditempatkan terpisah. Ada juga yang kandangnya dikeliling oleh burung burung berkicau lainya seperti perkutut, murai batu, dan jenis burung lainnya yang terkenal indah suaranya.

“Biar akrab sama jenis burung lain ya Mang?“ “Bukan, itu lagi dalam proses master!“ “Apaan tuh?“ “Pembentukan suara, termasuk meniru suara burung berkicau lainnya!“

Kami pun mendekati kandang lain yang isinya sepasang burung cinta. Namun kali ini, jenis warnanya beda. Kuning dikawinkan dengan biru. Putih dan hitam pun bisa disandingkan. Hasilnya bisa semakin unik, dan itu bisa semakin mahal. Jadi bisa saja, sisi kiri berwarna kuning, sisi lainnya berwarna biru. Sepasang burung dewasa yang siap latih bisa dihargai sampai jutaan rupiah tergantung jenis dan keunikannya. Dengan ratusan burung cinta di rumahnya, burung cinta menjadi sebuah komoditas menggiurkan dengan nilai investasi ratusan juta rupiah. Menurutnya, bisnis burung cinta tidak serumit bisnis perkutut yang penangkarannya belum tentu menghasilkan anak yang suaranya persis induknya. Burung cinta lebih sering menghasilkan anak-anak yang identik dengan induknya, minimal keindahan warnanya. Makannya pun tidak rewel dan mudah diperoleh di pasar.

“Wah, selain jagung, ternyata dikasih sayuran juga ya?“ “Setelah tahu harganya, tantemu jadi semangat membeli kangkung dan toge!“ “Toge?“ “Iya, biar mereka sering bercinta!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun