Mohon tunggu...
budi hatees
budi hatees Mohon Tunggu... -

Saya kelahiran Sipirok, sebuah kota kecil di Tapanuli Selatan, 37 tahun lalu. Lama berkegiatan di dunia jurnalistik (sejak 1993), lalu 2009 memutuskan berhenti. Sekarang saya lebih banyak berteman dengan rekan-rekan pendidik dan murid-murid mereka. Saya hanya seorang murid yang tak pernah puas mengejar ilmu. Kompasiana merupakan institusi pendidikan baru bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pelanggan, Jangan Mau Tertipu Lagi

3 Maret 2011   00:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:07 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggan atau pembeli adalah raja.  Itu berlaku dalam dunia marketing.  Tapi tak berlaku dalam dunia lising.

Di dunia lising,  pelanggan adalah objek penderita. Mereka, karena satu dan lain hal, sering didatangi colector. Ditakut-takuti, diancam, dan dirampas hak-haknya.  Karena pelanggan tak mengerti hukum, juga tak bisa membedakan antara perdata dengan pidana, pasti sangat takut jika diancam akan dilaporkan ke polisi.

Dan, biasanya, para colector perusahaan lising, sering membawa polisi saat menangih. Dengan lagak yang sok ingin menegakkan peraturan perundang-undangan,  si polisi biasanya ikut-ikutan main ancam dengan membeberkan beberapa pasal yang "katanya" Anda langgar.  Tapi, si polisi tak pernah memberitahu soal jual-beli (antara anda dengan perusahaan penjual barang yang dibiayai lising) adalah perkara perdata. Dalam perkara perdata, polisi tak selalu bisa ikut campur.

Jika Anda pelanggan sebuah lising dan pernah menjadi objek penderita, setelah membaca tulisan ini semoga akan menjadi raja layaknya pelanggan di dunia marketing.

Ini pengalaman banyak orang di Lampung. Mereka pembeli produk sepeda motor dari sejumlah main dealer maupun dealer berbagai merek sepeda motor.  Untuk membeli sepeda motor, zaman sekarang hanya butuh uang muka.  Dengan uang muka sekitar Rp1,5 juta sampai Rp5 juta, seseorang sudah bisa membawa pulang sebuah sepeda motor type terbaru, merek terbaru, dan dari produsen ternama.

Seseorang gampang naik gengsinya jika sudah duduk di atas motor. Karena itu, membeli sepeda motor akan diusahakan siapa pun agar gengsinya ikut terkerek. Sering, sepeda motor itu justru tidak dipakai. Tak jarang, dikasih sama anak yang masih belum pantas membawa sepeda motor. Akibatnya, suatu saat, si anak tambrakan dan meninggal.

Sudah umum kita tahu, sejak reformasi bergulir,  penjualan sepeda motor meningkat drastis. Sepeda motor lebih laris dari kerupuk jangek.  Karena itu tadi, seperti saya sebut di awal, hanya dengan Rp1,5 juta sampai Rp5 juta. Harga sepeda motor paling mahal Rp15 juta.  Dan, untuk menutupi sisanya, perusahaan pembiayaan (lising) bersedia melunasi ke main dealer atau dealer sepeda motor. Syaratnya, si pembeli kemudian harus melunasi pembayaran itu kepada perusahaan lising dengan bunga tertentu.

Pelunasan dilakukan sesuai kesepakatan kontrak. Biasanya, sekali sebulan. Seluruh total harga yang dibayarkan lising ke main dealer atau dealer dikalikan dengan bunga, lalu dibagikan dengan total bulan, sehingga ketemu total rupiah yang harus dibayar setiap bulan.

Untuk itu, pelanggan harus menandatangani kontrak perjanjian dan kesanggupan melunasi secara kontinyu setiap bulan. Setelah disepakati, sepeda motor boleh dibawa pulang. Di dalam kontrak perjanjian disebutkan juga, lising berhak menarik sepeda motor apabila pembayaran menunggak.

Hanya itu.  Ya. Betapa mudahnya. Memang. Mudah sekali mendapat sepeda motor.

Tapi, sesungguhnya, tidak hanya itu.  Dalam kontrak kerja, perusahaan lising harusnya mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap barang dalam kontrak itu harus didaftar ke pemerintah untuk mendapatkan hak fidusia.  Untuk itu, perusahaan lising harus membayar sejumlah uang, tak terlalu mahal, besarnya sekitar Rp50.000.  Setelah membayar, perusahaan lising akan mendapat sejenis surat keterangan atau kartu fidusia.  Kartu itu bisa dipergunakan untuk menarik kembali sepeda motor apabila terjadi penunggakan.

Uang Rp50.000 per unit sepeda motor,  merupakan sumber kemasukan negara. Uang itu dimaksudkan bahwa setiap sepeda motor yang dibeli dengan lising dijamin oleh negara.

Sayangnya, perusahaan lising sering tidak membayarkan uang itu. Mereka tidak mengantongi hak fidusia. Artinya, setiap sepeda motor tidak dijaminkan ke negara.  Padahal, sesuai undang-undang tentang fidusia, penjaminan itu wajib dilakukan.

Malangnya, para pelanggan tidak pernah mendapat sosialisasi soal hak fidusia ini. Mereka tidak pernah diberitahu kalau sepeda motornya telah dijamin oleh negara.

Karena pelanggan tidak tahu, makanya perusahaan lising acap menjadikan pelanggan sebagai objek pemerasan. Kalau pelanggan menunggak--mungkin karena faktor usahanya bangkrut-- colektor perusahaan lising langsung menyita sepeda motor bersangkutan.

Di sinilah hak fidusia pelanggan berlaku. Sepeda motor yang mereka punya sudah dijaminkan ke negara. Karena itu, perusahaan lising tidak boleh menyita sepeda motor milik pelanggan. Lising harus memintanya kepada negara. Caranya, lising harus mengantongi kartu fidusia. Berdasarkan kartu fidusia itulah lising melakukan penyitaan. Jika kartu fidusia itu tidak ada, maka tidak ada hak lising untuk menyita.

Mulai sekarang, jika Anda pelanggan lising dan melakukan penunggakan, jangan pernah mau menyerahkan barang Anda kepada kolektor perusahaan lising selama mereka tidak bisa menunjukkan kartu fidusia. Jika tetap memaksa, itulah yang disebut penipuan.  Penegak hukum juga bisa memproses kasus itu sebagai penipuan sekaligus korupsi uang negara.

Semoga Anda tidak lagi dizalimi perusahaan lising. Karena itu, lengkapi pemahaman hukum Anda tentang kefidusiaan sebelum membeli barang bersama perusahaan lising.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun