Mohon tunggu...
budi hatees
budi hatees Mohon Tunggu... -

Saya kelahiran Sipirok, sebuah kota kecil di Tapanuli Selatan, 37 tahun lalu. Lama berkegiatan di dunia jurnalistik (sejak 1993), lalu 2009 memutuskan berhenti. Sekarang saya lebih banyak berteman dengan rekan-rekan pendidik dan murid-murid mereka. Saya hanya seorang murid yang tak pernah puas mengejar ilmu. Kompasiana merupakan institusi pendidikan baru bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hak Jemaah Haji Sering Dihilangkan

18 Desember 2010   12:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:37 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah ini terjadi saat saya mendapat undangan ikut ibadah haji. Itu terjadi beberapa pekan lalu. Kenangannya masih kuat dalam ingatan.

Suatu hari dalam hidup saya (bukan saat sebelum berangkat haji) pernah mendengar seorang ahli ceramah berujar: "...berangkat haji ke Mekkah bagi yang mampu." Pada saat lain dan ahli ceramah lain membuat analisis bahwa kata "bagi yang mampu itu" lebih identik dengan persoalan keimanan. Tapi, ahli ceramah lain menafsirkan kata "bagi yang mampu" itu identik dengan biaya.

Banyak ahli ceramah yang membuat tafsir, sehingga ibadah yang satu ini menjadi sangat "menakutkan". Naik haji ke Mekkah menjadi begitu eksklusif.

Tapi pada hari lain, seorang ahli ceramah, mencak-mencak. "Naik haji ke Mekkah itu gratis. Kagak bayar. Yang bayar itu ongkos ke sana."

Saya lebih tertarik dengan ahli ceramah yang terakhir. Naik haji itu gratis, kagak bayar. Yang bayar, ongkos berangkat ke sana. Maka, soal ongkos itu, mari kita hitung.(Hitung-hitungan ini berkaitan dengan pelaksanaaan ibadah haji di Mekkah).

***

Itulah pengantar kisah ini. Ini kisah tentang suami istri, Triono dan Triana. Keduanya orang Lampung, tinggal di kaki Gunung Tanggamus, dan sehari-hari hidup sebagai petani kopi. Mereka tak dikarunia keturunan, meskipun selalu berharap. Hasil kopi tak banyak, tapi mereka "berhasil" hidup hemat. Dan, akhirnya, mereka bisa berangkat haji ke Mekkah tahun 2010.

Orang lain berpikir, mereka termasuk keluarga miskin. Pemerintah setempat memasukkan nama mereka ke dalam daftar penerima BLT--meskipun setiap jadwal pengambilan dana BLT di Kantor Pos, mereka justru tak kebagian. Jarak dari rumah mereka ke Kantor Pos menghabiskan dana BLT itu saking jauhnya.  BPS saat survey beberapa bulan lalu mengkatagorikan mereka sebagai keluarga miskin.

Tapi, begitulah, meskipun keluarga miskin, mereka mampu hemat. Mereka menabung. Hasil panen kopi yang tak banyak, ditabung bertahun-tahun. Akhirnya, pada 2010, mereka berangkat haji ke Mekkah.

Suami istri yang sudah tua ini masuk kloter 19. Kebetulan saya dalam kloter itu. Keduanya orang tua ini menarik perhatian saya, karena sepanjang perjalanan dari Lampung ke Mekkah keduanya tampak sangat akur. Saling memperhatikan, saling mengingatkan, berpegangan tangan, dan..ah, mesra banget.

Ada juga pasangan suami istri lain, tapi kemesraan Triono dan Triana luar biasa. Karena itu, saat tiba di Madina, saya mencoba akrab dengan mereka.Tapi sulit, karena mereka tak bisa bahasa Indonesia. Setiap kali saya ajak ngobrol, mereka ngobrol pakai bahasa Jawa. Ampun. Saya orang Batak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun