MENENGOK BANGSA KU
Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala selalu di puja puja bangsa
Di sana tempat lahir beta
Di buai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata
Lagu semarak yang kita nyanyikan ketika kita masih SD, menjadi lagu wajib bagi anak kelas 4 SD, saya masih ingat betul menyanyikan lagu ini dengan kawan –kawan ku ketika itu. Indonesia ku menjadi lahan yang begitu nikmat untuk di tinggali, menjadi kawan bagi kami menyelami dunia anak-anak kami. Negeri yang memang memiliki populasi manusia yang luar biasa, kawasan teritorial yang luas, kelautan yang merajalela, hutan yang kaya. Kiranya menjadi patokan awal ketika kita melihat kenyataan tentang kekayaan negeri ini yang luar biasa.
Menceritakan indonesia harus berlatar kepada sejarah yang otentik, bukan sejarah tanpa kritik yang di cipta oleh pemimpin aritokritik. Sejarah bangsa ini menjadi ambiuitas, antara kebenaran dan kebohongan. Jaman telah berubah, manusia telah berubah, melihat sejarah ketika Tanah negeri ini masih menjadi catatan sejarah dalam kerajaan-kerajaan. kerajaan mulai terkikis oleh datanggnya kau feodal yang bernama penjajah, tatanan negeri ini berubah tanpa arah. Menjajah tanpa belas,yang ada hanya mengambil tanpa ambil pusing. Kepongahan menusuk lama ketika manusia negeri ini ingin terbebas dari penjajahan, muncul manusia langka sekelas “ pahlawan “ dalam koleksi negeri ini.
Pahlawan menjadi sematan nama yang begitu agung, untuk mengenang keberbedaan mereka dari pada manusia umumnya ketika itu. Mereka hadir sebagai intelektual pembebasan yang berani melawan kelaliman, dengan bekal ilmu pengetahuan tentunya. Mereka hadir tidak dari batu namun mereka hadir di tempa bagai batu. Segalanya menjadi pasti ketika keberanian merasuk kedalam setiap akar dan sel-sel kita.
Realitas tidak hadir dari kebetulan, realitas hadir dari sebuah kesengajaan. Realitas muncul dari sebuah perencanaan, dari sebuah konsepsi tentang bagaimana menampikan sebuah realitas itu. Indonesia sebagai realita, bukan ambiguitas atau bahkan absurditas, Indonesia hari ini adalah realitas.
Menyusuri jejak-jejak sejarah perjuangan, Indonesia masih belum mau keluar dari kebiasaan, menjatuhkan dan menginginkan perubahan secara instan. Ketika tidak cocok, hal yang terbaik dan dapat dilakukan adalah menurunkan dan memberontak dan melakukan tindakan revolusioner untuk merubah keadaan dengan cepat. Keinginan yang jika kita melihat sejarah, memang terjadi demikian.
Meminjam kalimat dan berbagai tulisan Pramoedya tentang negeri ini, seorang budayawan menyimpulkan penyakit akut bangsa ini.
Amnesi Sejarah
Kalimat ini mungkin akan tepat, jika di sematkan pada manusia secara umum tanpa penelitianpun mungkin kita mampu menyimpulkan kalimat ini. Namun ini tidak dapat kita sematkan pada manusia yang masih mencari dan membaca sejarah bangsa ini, jadi kalimat ini hanya bersifat umum. Meminjam lagi sebuah kalimat “ Jangan Lupakan Sejarah “ ( Jas Merah ). Pidato soekarno 17 Agustus 1966 dalam menanggapi permasalahan bangsanyayang sedang morat-marit, nasib beliau memang kurang beruntung karena di lengserkan jendral Soeharto, namun nasib bangsanya kembali. “ jangan sekali kali meninggalkan sejarah, bukan demi masa lalu, sebab sejarahpun di tulis demi masa depan “
Sejarah menjadi kaca bagi generasi selanjutnya, kehilangngan terhadap sejarah berarti kehilangan bangsanya. Bagaimana mungkin kita akan tahu siapa kita tanpa melihat siapa bapak, kakek, ibu nenek, buyut dari kita. Identitas negeri ini adalah sejarah. Menjadi pertanyaan apakah kita aka menjadi anak sejarah yang mengantarkan kehidupannmu saat itu menjadi lebih bermakna.
Sejarah bukan menjadi bahan untuk kita tiru, kita harus seperti, kita mestinya seperti ini...., sejarah harus mengantarkan kita pada titik loncat lebih tinggi. Kita harus melebihi seangat soekarno, kita harus lebih cerdas dari Hatta, kit harus lebih berani dari Tan Malaka, dan kita harus lebih politis dari Soeharto ( dalam tanda Kutip ). Mengingat dan memebenarkan sejarah harus dilakukan sebelum Amnesi sejarah ini menjadi benar-benar lupa.