Mohon tunggu...
Budi Setiawan
Budi Setiawan Mohon Tunggu... -

Sesuatu yang kita sebut 'nasib' itu bukanlah sebuah keadaan yang permanen. Dia sangat lentur, luwes,dan reaktif. Dia berespon kepada kualitas sikap dan tindakan-tindakan kita, tanpa menyumbangkan pendapatnya sendiri. Dia 'nasib' itu, berupaya sangat netral, meskipun sebetulnya dia sangat berpihak kepada keberhasilan dan kebahagiaan kita (MT). Detail about me in http://budirich.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemuda, Impian, dan Peradaban Bangsa

19 Agustus 2010   10:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The assets of the 200 richest people on earth are greater than the combined incomes of more than 2 billion of the poorest, and the gap between the two groups continues to grow (M. Wolf. "Globalization: the big lie about inequality)

Pemuda itu adalah “pengendali” (agent of controls) karena saat balita kita melampiaskan semua jika tidak dicegah orang tua. Pemuda juga bisa jadi “penyesal” karena masa lalunya dilewatkan dengan kelalaian dan fokus pada hal-hal yang belum berguna. Pemuda adalah aset bagi bangsa dan negara, calon pelindung batas katulistiwa. Pemuda adalah harapan orang tua, menjadi tonggak estafet keluarga. Pemuda juga adalah tameng paling perkasa, pelindung sang saka merah putih di bumi pertiwi. Pemuda adalah kompas, penunjuk arah kemana peradaban suatu bangsa akan bernaung nantinya. Pemuda itu adalah ruh kemajuan suatu nusa, bangsa, dan agama.

Bagiku pemuda itu adalah pemimpi, pendobrak dikotomi golongan tua yang terkadang sulit diajak berdiskusi, pemusnah kekhawatiran atas bayangan masa depan, tak gentar dengan fatamorgana kehidupan. Pemuda itu harus yakin “ha'qal yakin” dengan dirinya. Meskipun masa depan adalah misteri, tak seorangpun bisa melakukan accelerasi untuk membuatnya maju kecuali kerja keras, dan do'a. Do'a itu hebat, invisible, gaib, tapi nyata. Wujudnya selalu positif, Insya Allah tidak pernah negatif. Karena perwujudan do'a itu hanya ada tiga: pertama, Allah akan mengabulkan do'a kita seketika. Kedua. Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, dan ketiga, Allah akan menunggu hingga kita siap untuk menerima hasil dari do'a tersebut.

Sembari menunggu hasil dari do'a, tak buruk rasanya jika kita bersiap-siap. Hal senada sering disinggung orang tuaku sebelum berangkat merantau satu tahun silam. Persiapkanlah dirimu nak, yakinlah suatu hari nanti engkau akan dihadapkan pada satu pilihan besar dalam hidupmu. Pilihan yang akan menjawab siapa dirimu kelak. Apakah dirimu layak untuk memberi atau sebaliknya yaitu layak untuk dikasihi. Selain do'a, hal yang terbaik yang bisa kamu lakukan sekarang adalah bersiap-siap, dan ketika kesempatan itu datang menghampirimu, mukamu tidak pucat karena ketidaktahuanmu. Beliau serius cerita petang itu, aku ingin melihatmu tersenyum, kau angkat bibirmu ke atas sebagai wujud bahwa engkau telah siap dengan pilihan besar. Pilihan yang disediakan Allah sebagai return on investment (ROI) dari do'a-do'a mu. Inilah yang sering diperumpamakan orang-orang Amerika sebagai Man purposes, God disposes but the most important one is well prepare.

Wahai pemuda, mulai detik ini beranilah untuk bermimpi besar. Bukannya bemimpi itu gratis alias tidak bayar. Tulislah setiap impianmu, jangan hanya engkau tulis di dalam ingatan, karena memori kita sangat terbatas. Tulislah di atas kertas, dan letakkan di tempat yang mudah terjangkau, luangkan waktu barang lima menit setiap hari untuk melihat impian kita. Berusaha, dan ikhlaslah, serta Berbahagialah karena telah lahir kekhawatiran dalam proses menggapai impian. Bapak Mario Teguh dalam kata-katanya yang indah pernah berpesan tentang kegelisahan.

Karena sebetulnya,

bila engkau mengerti

kegelisahan adalah mabuknya orang

yang sedang berada di depan penawaran-penawaran besar

bagi kemungkinan- kemungkinan

yang bisa ia capai sebagai pribadi yang mandiri.

Siapa kah di antara mu yang tidak akan tegang

dan gelisah menantikan terbukanya tabir penutup

hadiah besar bagi mu,

untuk sikap, pikiran, dan tindakan mu yang mulia?

Bila yang kau nantikan adalah hadiah

bagi pemuliaan diri mu,

maka itu sama sekali bukanlah kegelisahan

yang mengerdilkan,

tetapi tarian kegembiraan hati mu.

(Mario Teguh)

Sekarang apa lagi yang menghalangi kita untuk bermimpi wahai pemuda, bukannya semua yang tumbuh itu adalah sesuatu yang kita izinkan untuk tumbuh. Hal senada pernah disampaikan penulis Indonesia yang sudah mendunia, Bapak Emha Ainun Nadjib dalam bukunya Jejak Tinju Pak kiai “cara sederhana agar tidak stress ya jangan stress, penyair yang karib disapa Cak Nun ini juga mengingatkan bahwa segala makhluk dalam hidup ini hanya bisa hidup kalau ada ruang dan waktu yang tersedia baginya, kekhawatiran itu termasuk makhluk iseng, kalau kita tak kasih ruang dan waktu baginya, dia tak bisa hidup”.

Hari ini aku menepuk kepalaku sebagai bentuk penyesalan, rasanya baru tersadar jika selama ini aku sering membiarkan rasa gelisah tumbuh dalam diriku, tak jarang dia merampas waktuku untuk larut dalam kesedihan, padahal waktu itu aku bisa keluar setiap saat. Sudahlah semua sudah jadi masa lalu, biarlah dia jadi sejarah. Hari ini Insya Allah aku dan pemuda Indonsia bisa tau bahwa yang tumbuh dalam hidup adalah yang kita izinkan, yang kita beri ruang untuk bergerak, maka izinkanlah sesuatu yang baik bernaung dalam setiap gerak langkah kita, fokus, dan ikhlaskan hasilnya pada Al-Baari' (yang mengadakan dari tiada menjadi ada, Allah SWT).

Sudah selayaknya kita bermimpi untuk memperbaiki peradaban dunia yang sedang sakit ini. Ketimpangan kesejahteraan semakin kental terasa, jika kita tidak bergerak maka berita dari Young People in a Globalizing World Report yang menerangkan bahwa kekayaan 200 orang terkaya di dunia lebih dari 2 miliar orang termiskin di dunia itu akan tetap ada. Jika para pemuda tidak berfikir, maka jurang itu akan semakin terjal, ketimpangan akan semakin meraja lela, dan seakan sudah jadi rahasia sejarah dunia apabila ketimpangan antara yang kaya dan miskin tidak bisa teratasi maka oposisi dengan pemberontak sayap kiri akan keluar dengan suara keadilan. Sudah terlalu banyak contoh untuk itu, tidak usah jauh-jauh, negeri kita tercinta berkali-kali dihadapkan pada masalah separatisme. Aceh ingin merdeka, Papua ingin merdeka, Maluku ingin merdeka. Masih untung hanya Timor Leste yang jadi merdeka. Bayangan separatisme itu akan selalu ada, pemberontakan seperti anaknya ketidakadilan, dan ingat sesuatu yang tumbuh itu adalah yang kita izinkan untuk tumbuh. Tak heran jika pemerintah dan generasi muda tidak perhatian dengan isu itu, maka pasukan sayap kiri akan tumbuh dan darah sering menjadi jawaban untuk menjembatani perdamaian. Maka bangkitlah pemuda Indonesia.

Wahai pemuda berdirilah, kita tundukkan kepala sejenak, mengheningkan cipta seraya mengingat perjuangan pahlawan kemerdekaan. Bayangkan kepedihan ibu-ibu yang menjanda karena suaminya gugur demi bangsa, anak-anak yang membutuhkan kasih sayang orang tua kini harus menjadi yatim karena orang tuanya syahid demi berkibarnya merah putih. Mengingat betapa sulitnya perjuangan kemerdekaan, maka izinkanlah semangat cinta tanah air itu tumbuh, interprestasikan dalam bentuk impian. Tuliskan yang menjadi impian-impian kita, dari yang termudah hingga yang tersulit untuk kita capai. Aku dan engkau percaya bahwa Imposible is nothing dalam hidup ini. Biar terasa cukup, libatkan unsur agama, keluarga, dan sosial dalam setiap impian, karena sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Jika tingkah laku dan do'a kita mengijinkan impian tersebut menjadi mungkin Insya Allah semua akan menjadi kenyataan, karena Allah hanya memungkinkan sesuatu yang baik bagi umat-Nya. Jika sudah menulis, lalu letakkan impian itu dan bersiaplah-siaplah dengan setiap keajaiban yang ada, serta jangan heran kawan jika suatu hari nanti kita akan menangis memandangi kertas impian yang mulai buram karena sebagian atau semua impian yang dulunya hanya sekedar coretan harapan kini menjadi kenyataan.

Tulisan ini kepersembahkan untuk kebangkitan kaum muda Indonesia. Ditulis di bawah kibaran sang merah putih Lapangan Tikala, Manado. Indonesia aku cinta padamu, aku rela memeras keringat dan membanting tulang untukmu, suatu hari nanti Insya Allah aku akan mengibarkan dirimu di luar negeri, di tempat-tempat bersejarah dunia.. Awal jejakku Insya Allah akan kumulai pertengahan tahun 2011, aku akan melanjutkan kuliah, dan Insya Allah fokus mencari beasiswa, tujuanku hanya satu agar aku bisa melihatmu berkibar di penjuru dunia, dan akhirnya dunia semakin mengakui keberadaanmu. Semua itu rasanya belum cukup untuk membalas semua budi baikmu karena engkau aku merdeka.

Upacara Bendera di Lapangan Tikala, Manado

17 Agustus 2010 (Dirgahayu Indonesia ke-65)

Time 10.45 WITA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun