Salah satu dampak dari krisis ekonomi adalah melonjaknya angka pengangguran. Belum pulihnya perekonomian dan timpangnya perkembangan antara sektor riil dan sektor keuangan bukan tidak mungkin akan menciptakan angka pengangguran yang semakin tinggi. Meskipun pemerintah terus menurunkan tingkat suku bunga bank Indonesia hingga 6,5% tetapi masih belum bisa memaksimalkan pertumbuhan usaha di sektor riil secara signifikan. Saat ini pengangguran di Indonesia mencapai 40-jutaan lebih dan menempatkan Indonesia sebagai peringkat pertama dengan angka pengangguran tertinggi di ASEAN, kontribusinya mencapai 60% dari wilayah tersebut (Kapanlagi.com, September 2007)
Pertambahan jumlah penduduk, khususnya usia layak kerja di Indonesia terus meningkat tetapi peningkatannya tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di negeri sendiri membuat beberapa warga Indonesia mencoba peruntungan dengan cara menjadi TKI di luar negeri.
Kenapa fenomena TKI ini begitu gencar dan kapan asal mulanya TKI booming di Indonesia?
Sekitar 20 tahun lalu, setelah era minyak berakhir. Sejak saat itu pendapatan rakyat Indonesia tidak menentu. Sulitnya bantuan kesejahteraan dari pemerintah membuat kemiskinan terus merajalela. Apalagi hal ini diperparah dengan landasan kerja yang tidak professional yaitu pertemanan atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah nepotisme. Berawal dari sana, selogan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin begitu kental terasa. Tapi alhamdulillah sepertinya modal “petemanan” dalam mencari kerja semakin hari semakin pudar.
Di tengah kondisi yang tidak seimbang di dalam negeri, negara berkembang lain sedang mengalami globalisasi ekonomi. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi mengalami percepatan ekonomi tetapi kekurangan tenaga kerja. Untuk menutup kelemahan tersebut mereka melihat potensi SDM di Indonesia dan mulai membuka bursa tenaga kerja asing. Kondisi ini yang kemudian melahirkan budaya migran bagi Indonesia (Hidayat, 2009).
Gelombang tenaga kerja Indonesia ke luar negeri (TKI) yang terus meningkat dari tahun ke tahun cukup banyak membantu perekonomian Indonesia, setidaknya mampu menyumbang devisa negara. Tahun 2001, Menakertrans mencatat devisa dari TKI sebesar US$ 1,1 juta, tahun 2002 angka tersebut melonjak menjadi US$ 3,1 juta dan hingga tahun 2009 dengan enam juta TKI yang tersebar di beberapa negara, sektor ini menjadi penghasil devisa terbesar kedua setelah migas, angka yang cukup fantastis yaitu sekitar US$ 11 Miliar (baca: nuansa kolusi di balik asuransi TKI).
Di dalam perjalannya para sumber devisa negara ini masih tak jarang mendapat perlakuan yang kurang wajar, bahkan jauh sebelum mereka mulai bekerja di negeri orang. Peraturan, sistem dan prosedur pengiriman jasa TKI yang masih belum berjalan secara maksimal. Sejak awal keberangkatan TKI sering kali menjadi objek pungutan dari oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak hanya dari instansi resmi tetapi juga dari calo-calo yang bergentayangan sambil memberi janji-janji palsu kepada calon TKI. Di tempat tujuan kerja, nasib TKI terkadang tidak selalu baik. Tak jarang sumber devisa ini jatuh dan tertimpa tangga, bukan hanya upah yang tidak dibayar oleh majikan melainkan pelanggaran HAM seperti perkosaan dan penganiaan hingga percobaan pembunuhan secara perlahan masih sering kita dengar.
Padahal dalam Undang-Undang no 12 tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik jelas dicantumkan tentang kewajiban negara menjamin hak rasa aman bagi warga negara dimanapun mereka berada. Sebenarnya amanah undang-undang ini bisa ditegakkan oleh semua pihak, khususnya pihak-pihak yang bersinggungan langsung dengan para TKI, seperti pihak kedutaan, dinas tenaga kerja, penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI), dan kepolisian RI.
Kita berharap peran kepolisian ini yang harus lebih dimaksimalkan. Berdasarkan undang-undang kepolisian RI no 2 tahun 2002 dinyatakan bahwa fungsi Polri adalah sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, tidak hanya di wilayah RI, tetapi juga di luar negeri. Dan pada tahun 2003 telah dibentuk liaison office (LO) yaitu perwira polisi penghubung yang merupakan bagian dari Interpol Indonesia yang ditempatkan di luar negeri.
Semoga niat baik dan peran serta kita semua, sebagai keluarga besar bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki rasa persaudaraan yang tinggi, menyatu dari sabang sampai merauke untuk menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik yang ada di dalam maupun luar negeri.
Selamat berjuang para sumber devisa negara, hapus airmatamu karena engkau telah menjadi pahlawan bangsa. Telah mampu menjadi sumber devisa terbesar kedua. Meskipun jasamu terkadang belum dihargai tapi yakinlah masih ada Allah yang akan membalas setiap tetes keringat dan airmatamu yang jatuh sebagai salah satu penopang keberlangsungan negeri kita tercinta, Indonesia. Aamin.
Dedicated to my beloved sister in Malaysia n people who had gat ordered to write this theme before..
Manado, 1 januari 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H