Pada Konferensi Asia Afrika yang lalu Pak Jokowi pernah memberikan kritik keras kepada ke lembaga-lembaga keuangan dunia. Kira-kira begini bunyinya, “Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional), dan ADB (Bank Pembangunan Asia) adalah pandangan usang yang perlu dibuang”.
[caption id="attachment_418077" align="aligncenter" width="468" caption="Indonesia dan Dilema IMF"][/caption]
Nah mencermati pandangan dan kritikan beliau terhadap lembaga-lembaga keuangan dunia yang diungkapkan pada KAA yang lalu, bagaimana langkah yang akan diambil oleh pemerintah Pak Jokowi terkait dengan kritikannya terhadap lembaga keuangan dunia.
Membaca laporan dari International Monetary Fund atau IMF pada 2014 ARTICLE IV CONSULTATION banyak hal menarik yang bisa dicermati. Kurang lebih IMF merekomendasikan pemerintah Indonesia perlu mengambil beberapa langkah seperti berikut:
1. Meningkatkan pendapatan non-migas untuk membiayai belanja bantuan sosial dan belanja modal.
2. Pencabutan secara bertahap subsidi terhadap BBM sehingga kenaikan harga bisa setara dengan 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
3. Kenaikan pajak cukai tembakau dan barang mewah
4. Selain itu IMF juga mendesak Indonesia untuk memperluas basis pajak dalam jangka menengah, meningkatkan nilai tambah pajak dan kembali fokus pada penguatan administrasi perpajakan, penegakan administrasi pajak.
5. IMF mencatat bahwa reformasi perpajakan ini butuh waktu untuk bisa dipersiapkan dan dilakukan secara tepat, yang berarti bahwa penerimaan pajak akan naik secara bertahap.
6. IMF yakin, untuk meningkatkan pendapatan lebih cepat, Indonesia perlu memperluas basis pajak, menuntaskan refomasi pajak, termasuk rasionalisasi tarif pajak penghasilan pada badan, memperkuat pajak properti dan meningkatkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan cukai tertentu.
Rekomendasi ini tentunya diberikan IMF bukannya tanpa sebab. Sejak berakhirnya era commodity boom, negara-negara Emerging Market mulai menghadapi perlambatan ekonomi, tak terkecuali Indonesia. Dalam jangka pendek, Indonesia dinilai akan menghadapi kondisi global yang lebih menantang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan melambat menjadi sekitar 5%-5,5%, karena investasi dan permintaan eksternal yang masih menunjukkan pelemahan. Nah bagaimana dengan sikap pemerintah terhadap rekomendasi IMF ini?
Jika dilihat kebijakan pemerintah yang diambil saat ini justru sejalan dengan rekomendasi yang diberikan IMF. Berbagai langkah ditempuh pemerintah demi mencapai target APBN sebesar 1.200 triliun.
Mengutip penjelasan dari DR Poppy Ismalina (Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis dari UGM) dari Sekretariat Nasional (Seknas), menjelaskan bahwa penerimaan pajak Indonesia saat ini adalah Rp 350-an triliun. Target yang dipasang oleh Presiden Joko Widodo kenaikan menjadi Rp 1.200 triliun. Karenanya Presiden Joko Widodo merombak struktur gaji pegawai pajak.
“Jokowi juga akan keluarkan peraturan tentang hukum yang mengatur pegawai pajak, akan keluar pekan depan. Jadi, aksi Jokowi dibidang perpajakan lebih radikal ketimbang proposal IMF,” ujarnya.
Menurutnya proposal IMF itu sudah ada dalam butir-butir reformasi pajak dengan target sasaran pajak termasuk di dalamnya value added tax (VAT), pajak pertambahan nilai (PPN) yang melekat pada barang.
“Tidak benar pemerintah Joko Widodo memeras rakyat. Yang dinaikin adalah PPN barang konsumsi kelas menengah. Banyak perusahaan besar nunggak pajak. Jokowi seperti Robin Hood mengambil pajak kelas menengah atas untuk memenuhi Rp 1.200 triliun penerimaan pajak,” jelasnya.
[caption id="attachment_418080" align="aligncenter" width="483" caption="Indonesia dan Dilema IMF"]
Saya ingin mengutip sedikit rekomendasi oleh mbahnya para Keynesian, JM Keynes.
Keynes recommends that,during periods of recession, Congress (pemerintah) should increase government spending in order to “prime the pump” of the economy. At the same time, he recommends, Congress should decrease taxes in order to give households more disposable income with which they can buy more products. Through both methods of fiscal policy, the increase in aggregate demand stimulates firms to increase production, hire workers, and increase household incomes to enable them to buy more.
Menurut JM Keynes, jika pemerintah ingin meningkatkan belanja untuk menstimulus ekonomi, tidak perlu dengan menaikkan pajak, justru dengan menurunkan. Nah terus rekomendasi IMF dan langkah pemerintah ini kira-kira pemikian ekonomi dari mana? Langkah seperti ini lebih mirip pemikiran Sosialis yang tumbuh subur di negara Eropa terutama Perancis, dimana pemerintah mendistribusikan kekayaan dari si kaya ke si miskin melalui sistem perpajakan dan jaminan sosial.
[caption id="attachment_418079" align="aligncenter" width="320" caption="Indonesia dan Dilema IMF"]
Jargon gagah yg dikumandangkan Pak Jokowi ketika KAA yang lalu jadi terkesan politis mengingat kebijakan yang diambil pemerintah justru sejalan dengan pemikiran IMF.
Jadi semangat anti kapitalis yang sering muncul dan kritik IMF sebagai representasi dari sistem kapitalisme global sepertinya kurang tepat, karena IMF sendiri telah bertransformasi menjadi organisasi Sosialis global. (IMHO).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI