[jongos]
Hari ini kompasiana cukup ramai karena keberatan sibenyu akan pemilihan kata pada judul artikel Gunawan. Hingga terjadi balas-membalas artikel. Sebenarnya saya cukup terhibur membaca tulisan sibenyu karena pemilihan kalimat dan kata yang dia gunakan dalam artikelnya cukup menarik. Namun dalam kesempatan yang menarik ini pula, saya bukan untuk membahas gaya bahasa sibenyu atau Gunawan karena pada awalnya saya tidak kenal mereka berdua. Yang saya tahu, hanya Gunawan sudah pernah bertemu dengan "jongos" nomor satu di negeri ini. Yang saya hendak bahas disini adalah bagaimana kita menyikapi keberatan sibenyu dan kata jongos pilihan Gunawan. Sebelum masuk topik, saya pastikan sekali lagi bahwa saya tidak kenal salah satu dari mereka apalagi salah dua.
Pertama, saya menduga mungkin sibenyu kurang piknik atau kurang kenyang maka sedikit sensi. Kenapa saya menduga demikian, bukan lain karena sibenyu memahami jongos itu hanya dari satu sudut pandang, satu arah. Sibenyu memahami jongos hanya dengan konotasi negatif. Padahal semua kita paham bahwa sebuah kata bisa berubah maknanya bila ditempatkan pada sebuah kalimat. Sekalipun makna dasar sebuah kata (jongos) adalah mengarah pada konotasi negatif, namun bisa saja menjadi positif bila digunakan pada sebuah kalimat yang tepat. Terlebih bila kalimat itu digunakan menjadi sebuah judul artikel, tentu kita tidak boleh memaknai kata itu tanpa memahami seluruh isi artikel. Namun sekalipun kita sudah membaca dan mencoba memahami apa yang dimaksudkan penulis pada kata itu, menurut saya perlu dikonfirmasi lagi secara langsung pada penulisnya. Karena apa yang dimaksudkan penulis bisa saja tidak cocok dengan apa yang sudah kita coba pahami.
Itu masih dari segi penulisan dan penempatan kata dalam kalimat, makna sebuah kata bisa jauh berubah karena intonasi pengucapan. Namun pada kasus ini tentu kurang cocok untuk dibahas.
Kedua, yang membuat saya semakin yakin bahwasannya sibenyu memang kurang piknik dan kurang kenyang adalah sudah jelas bahwa Gunawan selalu menggunakan tanda petik(") pada kata jongos dijudulnya. Dengan tanda itu sebenarnya sudah jelas yang dimaksud dengan kata jongos sudah memiliki makna tersembunyi. kalau saya bilang "makan" dalam tanda petik, siapa yang paham maknanya? siapa yang berhak memberi makna pada kata itu? Hanya saya sendiri tentunya. Oleh karena itu sebelum benyu menjadi benar(dikutip profil sibenyu) ada baiknya dilakukan pemahaman dan konfirmasi. Karena kasihan kalau salah paham hanya gara-gara tanda petik yang memang fungsinya sangat banyak.
 Â
Sebaliknya, apakah sibenyu menggunakan tanda petik pada kata jongos dijudul artikelnya?
Ketiga, yang membuat saya berani menyimpulkan bahwa sibenyu memang kurang piknik dan kurang kenyang adalah sibenyu yang "sukses" diperjongos oleh artikelnya Gunawan. Sudah jelas sebenarnya secara kasat mata kita dapat melihat bahwa memang sengaja kata jongos dipilih dan ditempatkan dibagian judul. Bukan lain dan tidak salah lagi untuk menarik perhatian pembaca yang suka membaca berita/artikel yang agak fantastis dan bombastis. Jelas sekali bahwasannya itu adalah strategi umpan, tapi memang sibenyu kurang piknik dan kurang kenyang hingga langsung dilahap. Sehingga sibenyu menjadi terlalu berat karena memakan umpan jongos.Â
Terbitlah artikelnya sibenyu yang mengkritisi pemilihan kata jongos. Jelas juga bahwa Gunawanlah yang diuntungkan karena tulisannya semakin dicari orang oleh karena keberatan sibenyu. Adapun artikel sibenyu dibaca dan dinilai banyak orang karena keberadaan Gunawan. Â Dengan demikian, siapa yang memperjongos dan siapa yang diperjongos? hahaha. kasihan sibenyu...
Keempat dan yang terakhir mungkin sedikit melenceng dari topik jongos, namun tetap perlu menjadi sebuah pertimbangan bagi kita dalam menyikapi sebuah tulisan. Awali dengan sebuah pertanyaan yang agak lucu menurut saya; pilihannya hanya ada dua, pilih benyu atau Gunawan? semoga anda paham akan makna pertanyaan saya.
Penyu adalah jenis binatang yang lucu, semoga sibenyu juga. Lucu tentu memberi menghasilkan tawa, tawa menghasilkan hati yang gembira, gembira menghasilkan kesehatan. Namun sibenyu perlu belajar pada Gunawan yang transparan dengan menggunakan foto dan identitas asli serta terverifikasi. Bagaimana anda memilih tanpa mengetahui asal usul dan jenis apa sibenyu. Saya adalah jongos, Gunawan adalah Jongos bahkan presiden RI disebut-sebut sebagai jongos partai moncong putih. Saya lebih suka menyebutnya jongos rakyat Indonesia. Marahkah Mr.President disebut jongos? pasti jawabannya "ndak mikir, yang penting untuk rakyat". Pernah nonton acara Sentilan Sentilun? bahkan dengan senang mereka menyebut diri sebagai jongos. Semua itu tergantung interpretasi dan sudut pandang ya benyu, berpikirlah yang benar supaya benyu mencapai cita-citamu menjadi benar. Jadi apakah benyu masi keberatan kalau Yusril disebut jongos pada judul artikel? sekali lagi, itu hanya strategi.
Kutipan dari saudaraku Georgeini saya kembalikan pada benyu; "Your article is a reflection of yourself, try to write as well as possible and look beautiful even though it was difficult". Apakah benyu benar paham akan apa yang dimaksudkan saudaraku ini? Karena makna kalimat itu secara harfiah berkebalikan dengan makna implementasinya. Saya menduga benyu hanya memaknainya secara harfiah defenisi kalimatnya. Sesungguhnya makna implementasinya adalah kebalikannya. Karena kalau kita membuat sebuah tulisan sebagus mungkin dengan dipaksakan dan dibuat-buat dengan kebohongan tanpa kejujuran maka artikel itu akan munafik bak kuburan yang atasnya bertabur bunga namun dalamnya bangkai yang membusuk. Semoga tidak menjadi gagal paham, karena salah paham menyebabkan sesat berfikir.
Salam Jongos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H