Mohon tunggu...
Sony Budiarso
Sony Budiarso Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Menulis untuk melihat dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

COVID-19: Bingung Soal Strategi, tapi Lupa Belajar

25 Maret 2020   19:10 Diperbarui: 11 Mei 2020   01:13 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

We cannot stop natural disasters but we can arm ourselves with knowledge: so many lives wouldn’t have to be lost if there was enough disaster preparedness - Petra Nemcova

Begitulah pentingnya tindakan preventif mengatasi sebuah bencana. Bila tak siaga, maka siap-siap nyawa yang akan jadi korbannya. Ibarat suatu perang, musuh paling mengkhawatirkan setelah musibah kelaparan adalah bencana wabah dan penyakit menular.

Jika kelaparan membunuh ribuan nyawa manusia dalam waktu bertahun-tahun, maka wabah dapat membunuh ratusan ribu nyawa hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun.

Menilik kasus bencana Covid-19 (Coronavirus) yang sedang terjadi saat ini misalnya, kita tau bahwa Coronavirus termasuk jenis virus yang tergolong baru dan ditetapkan oleh World Health Organization(WHO) sebagai kategori Pandemi.

Bahkan sampai waktu artikel ini ditulis, Coronavirus berhasil menjangkiti 307.613 orang, dan membunuh sekitar 13 ribu nyawa hanya dalam kurun waktu kurang dari 60 hari. China, Italia, Korea, dan negara-negara lain di dunia beberapa bulan lalu tak pernah berpikir akan memerangi pandemi yang mematikan, baru menyadari ketika banyak orang terjangkit, dan akhirnya kalang kabut ketika ribuan orang dinyatakan — meninggal.

Kecepatan penyebaran virus ini membuktikan bahwa seabad terakhir, populasi manusia rawan terkena pandemi karena variatifnya populasi yang tumbuh dan terdapat kemudahan dalam hal transportasi. Bahkan, dengan kemudahan transportasi seperti sekarang, manusia dapat mengelilingi dunia hanya dalam waktu satu hari.

Maka dari itu, tak ayal bila sebuah kota metropolitan seperti Beijing, Roma, atau Jakarta, lebih tinggi presentase penyebaran penyakit menularnya karena mobilitas manusianya yang tinggi.

Selain faktor mobilitas yang tinggi, berdasarkan data yang dikutip dari EcoHealth Alliance, organisasi non-profit yang melindungi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dari penyakit menular, mengatakan bahwa interaksi dengan hewan ternyata sangat berpengaruh, bahkan sekitar 75% penyakit yang muncul pada manusia berasal dari hewan, dan penyakit tersebut didapat dari aktivitas manusia yang membuat orang bersentuhan dengan satwa liar, seperti pembangunan jalan raya, perburuan, atau perluasan lahan pertanian.

Dalam menghadapi bencana khususnya yang diakibatkan oleh wabah, rekam jejak bangsa-bangsa di dunia  memang masih terbilang buruk. Padahal, pandemi bukanlah suatu hal yang baru, dan sejarah pernah mencatat bahwa dunia bukan hanya sekali diguncang oleh Pandemi.

Mari kita tarik garis pada 1800 tahun silam, tepatnya pada tahun 1330 Masehi, dimana negara-negara di Benua Asia Timur dan Tengah saat itu diguncang pandemi yaitu Yersinia pestis atau yang lebih kita kenal dengan sebutan penyakit PES, yang telah menginfeksi manusia secara masif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun