Selain biaya bunga, para calon debitur juga diwajibkan untuk membayar asuransi yang nilainya berkisar 6.0% s/d 13% dari volume pembiayaan yang disetujui. Nilai persentase tersebut disesuaikan dengan 2 (dua) komponen, yakni jangka waktu (tenor) dan usia debitur. Asuransi dalam proses ini berfungsi menjadi penjamin apabila debitur meninggal dunia.
Tenor Pembiayaan
Jangka waktu pembiayaan bervariasi, untuk Pra-Pensiun dan Pensiun Reguler, tenor fasilitas pembiayaan maksimal 15 tahun s/d 20 tahun, sementara untuk segmen Pensiunan Platinum, maksimal 2 tahun s/d 5 tahun.
Debt Burden Ratio (DBR)
Rasio perbandingan pendapatan dengan cicilan perbulan (DBR) khusus untuk produk ini adalah di atas 75.0% s/d 95.0%. Angka tersebut membuat para pensiunan hanya dapat menerima sisa gajinya sebesar 25.0% s/d 0.5% dari total gaji yang diterima setiap bulannya.
Sejumlah lembaga keuangan (bank) yang menyediakan fasilitas pembiayaan bagi pensiunan adalah, Bank BTPN, Bank Mantap, Bank BRI, Bank Syariah Indonesia, Bank Woori Saudara, dan sejumlah bank lain termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD). Diasumsikan oleh penulis, bahwa seluruh total portofolio pembiayaan (kredit) berbasis pensiunan ini berkisar lebih dari 100 triliun dengan debitur lebih dari 1.2 juta pensiunan.
Jika kita mengacu kepada beberapa informasi di atas, maka menjadi wajar apabila muncul sebuah pemikiran bagaimana para pensiunan bisa bertahan hidup di usia yang seharusnya mereka menikmati hasil jerih payah mereka saat masih aktif. Sebagian besar pensiunan yang sudah terlanjur menikmati fasilitas pembiayaan, mereka hidup dari uang hasil pemberian anak, dan hanya sebagian kecil yang menutupi kebutuhannya dari usaha yang mereka geluti.[MOU3]
Tujuan
Kondisi yang terjadi di atas, membangkitkan penulis untuk memikirkan sebuah solusi agar para pensiunan dapat merasakan kemerdekaan secara finansial di saat mereka memasuki dan melalui fase purna bakti. Pensiunan yang memiliki aspek kemandirian finansial, pensiunan yang terhindar dari fasilitas pembiayaan dan bahkan pensiunan yang mampu memberikan nilai tambah bagi keluarga atau bahkan masyarakat sekitar.
Berlatar belakang sebagai pelaku UMKM sekaligus sebagai mantan karyawan lembaga keuangan, penulis mencoba merumuskan sebuah penelitian bahwa sektor UMKM bisa menjadi solusi para pensiunan meraih financial freedom. Harapannya sejak dini para ASN sudah mampu meraih:
Kesadaran kemandirian finansial,