Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pagar Laut

21 Januari 2025   08:24 Diperbarui: 21 Januari 2025   08:24 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu kampung pesisir bernama Karang Garing, hiduplah empat sahabat: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka sudah seperti gabungan Avengers versi nelayan. Tugas mereka sederhana: melaut, menangkap ikan, dan mengeluh soal harga solar yang naik terus.

Namun, suatu pagi, Kobar yang pertama kali melihatnya. Dengan mata melotot dan mulut setengah terbuka, dia berteriak, "Hei, kalian lihat itu? Laut kita dipagerin!"

Kahar, yang sedang menyuap nasi uduk, tersedak. "Pagerin? Laut? Emangnya ada maling nyuri ombak?"

Badu dan Rijal datang menghampiri, dan mereka semua berdiri mematung. Di depan mereka, sebuah pagar bambu raksasa membentang di sepanjang pantai. Tingginya cukup buat menahan gelombang, atau bahkan membatasi penglihatan ikan.

"Siapa sih yang masang beginian? Apa kita nggak cukup menderita dengan harga solar?" keluh Rijal.

"Coba kita tanya Pak Lurah," usul Badu, yang entah kenapa selalu merasa dia paling bijak.

Pak Lurah, seperti biasa, sedang duduk di balai desa sambil memainkan catur melawan dirinya sendiri. Mendengar pertanyaan mereka, dia menjawab dengan gaya sok penting, "Oh, itu proyek besar. Saya dengar katanya biar laut jadi eksklusif. Lagi zaman sekarang, semua yang eksklusif kan mahal!"

"Eksklusif apanya, Pak? Kami nelayan, ini laut kami! Kalau ada pagar, gimana caranya kami menangkap ikan?" protes Kahar.

Pak Lurah mengangkat bahu. "Ya nggak tahu. Itu kan bukan urusan saya. Saya cuma... ya, mendukung siapa pun yang bayar pajak."

Mereka berempat akhirnya sepakat untuk menyelidiki sendiri. Dengan perahu kecil mereka, mereka mencoba mendekati pagar itu. Tapi di tengah jalan, perahu mereka ditahan oleh penjaga berseragam.

"Maaf, akses terbatas. Ini wilayah pribadi sekarang," kata si penjaga dengan gaya seperti satpam mal.

"Wilayah pribadi? Laut ini punya nenek moyang kami, tahu!" bentak Kobar, walau dalam hati dia takut juga.

Penjaga itu hanya menggeleng. "Pokoknya, kalau mau lewat sini, bayar dulu. Atau bikin janji."

Setelah pulang dengan tangan kosong, mereka duduk di warung kopi sambil melamun. Tiba-tiba, Badu punya ide. "Bagaimana kalau kita bikin aksi protes? Kita ajak warga ramai-ramai, bikin petisi, bikin viral!"

Rijal menyahut, "Viral? Pakai apa? HP kita cuma bisa dipakai nelpon dan SMS."

"Tenang, kita bikin spanduk gede. Tulisannya: 'Laut Bukan untuk Dipagerin, Tapi Untuk Dicintai!'" seru Kahar sambil menepuk meja.

Akhirnya, keesokan harinya, mereka berempat memimpin demo kecil-kecilan di pantai. Mereka mengibarkan spanduk buatan sendiri, walau catnya luntur kena angin laut. Warga berdatangan. Seorang jurnalis lokal meliput. Berita itu viral di media sosial dengan tagar #BebaskanLaut.

Mendengar berita itu, pejabat pusat pun datang ke Karang Garing. Setelah rapat panjang dan penuh drama, keputusan dibuat: pagar itu harus dibongkar karena melanggar aturan wilayah laut.

Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal menjadi pahlawan kampung. Nama mereka tercatat dalam sejarah desa. Dan setiap kali ada yang bertanya bagaimana mereka melakukannya, Badu dengan bangga menjawab, "Dengan keberanian, sedikit akal, dan banyak ngopi."

Dan begitulah, kampung Karang Garing kembali bebas, seperti lautnya yang tak lagi dipagari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun