Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebenaran Normatif, Antara Realitas dan Kebutuhan untuk Dipercaya

29 Oktober 2024   08:51 Diperbarui: 29 Oktober 2024   09:17 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam masyarakat kita, ada istilah yang akrab namun sering kali penuh dilema: kebenaran normatif. Kebenaran normatif adalah konsep tentang apa yang dianggap benar oleh masyarakat meskipun, dalam banyak kasus, realitasnya bisa sangat berbeda. 

Ini adalah kebenaran yang didukung oleh norma dan adat, bukan selalu oleh fakta atau bukti. Seringkali, kebenaran ini justru berfungsi lebih sebagai alat kontrol sosial, mencegah perdebatan, atau menekan mereka yang berbeda pandangan.

Kebenaran normatif adalah cermin dari "kebenaran yang nyaman" --- sesuatu yang kita percayai bukan karena itu mutlak benar, tetapi karena kita ingin atau perlu mempercayainya. 

Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa kesuksesan hidup harus diwujudkan melalui pencapaian-pencapaian konvensional: lulus dengan nilai tinggi, mendapatkan pekerjaan mapan, menikah, dan memiliki anak. Pola ini diterima sebagai kebenaran normatif; masyarakat mendorongnya sebagai jalan yang ideal untuk mencapai kebahagiaan.

 Tetapi apakah kenyataannya begitu? Jika kita lihat lebih dalam, banyak orang yang menjalani jalur berbeda atau justru menemukan kebahagiaan mereka di luar parameter ini. Namun, tetap saja, mereka yang tidak menjalani hidup "normatif" seringkali dianggap menyimpang, kurang bahagia, atau bahkan gagal.

Masyarakat mengkondisikan kita untuk percaya pada kebenaran normatif ini seolah-olah tidak ada alternatif lain. Padahal, setiap individu memiliki latar belakang, impian, dan tujuan hidup yang berbeda.

 Ketika seseorang memilih jalan yang berbeda, tak jarang mereka menghadapi stigma atau penolakan dari masyarakat. Mereka dianggap melawan arus atau bahkan menentang norma yang sudah mapan.

 Hal ini menciptakan tekanan sosial yang luar biasa, membuat orang merasa perlu mengikuti norma meskipun itu mungkin bertentangan dengan nilai-nilai atau kebahagiaan pribadi mereka.

Kebenaran normatif juga sering kali menjadi dalih bagi status quo. Dalam dunia kerja, misalnya, terdapat kebenaran normatif bahwa loyalitas adalah bentuk kesetiaan paling utama dalam karier.

 Banyak perusahaan memandang karyawan yang bertahan lama sebagai tanda dedikasi, sementara mereka yang berpindah-pindah dianggap tidak setia. Namun, dalam kenyataannya, apakah loyalitas ini selalu membawa keuntungan bagi karyawan? Tidak selalu.

 Di banyak situasi, loyalitas berlebihan justru dapat membuat seseorang tertinggal dari segi pengembangan karier atau bahkan kesejahteraan finansial. Mereka yang memilih untuk pindah demi kesempatan yang lebih baik seharusnya dianggap cerdas dalam beradaptasi, bukan dilabeli kurang loyal.

Fenomena lain dari kebenaran normatif adalah saat kita mendapati pernyataan-pernyataan yang disamakan dengan moralitas kolektif, seperti "keluarga adalah yang terpenting." Sementara keluarga memang memiliki peran penting, setiap individu punya hubungan yang berbeda dengan keluarga mereka. 

Ada yang merasa bahagia dan didukung penuh oleh keluarga, namun ada pula yang mengalami tekanan atau bahkan kekerasan dari keluarga mereka sendiri. 

Meski demikian, pandangan normatif yang menyatakan bahwa keluarga selalu lebih utama tetap dipaksakan, membuat orang merasa terpaksa untuk mengutamakan keluarga meskipun relasi tersebut justru menyakiti mereka.

Namun, mengapa kita terus mempertahankan kebenaran normatif ini? Salah satunya adalah kebutuhan akan stabilitas. Kebenaran normatif menawarkan kepastian dan struktur, terutama di tengah dunia yang semakin kompleks dan berubah cepat. 

Masyarakat merasa lebih aman ketika ada aturan main yang diikuti oleh banyak orang. Namun, pertanyaannya, apakah ini harus berarti bahwa semua orang harus menyesuaikan diri dengan norma yang ada, bahkan ketika norma itu tidak lagi relevan atau justru membebani?

Saat ini, kita perlu lebih kritis dalam melihat kebenaran normatif. Di era informasi yang begitu terbuka, kita punya peluang lebih besar untuk mengeksplorasi ide dan konsep alternatif yang mungkin lebih sesuai dengan realitas individu. 

Ini adalah peluang untuk mempertanyakan kebenaran-kebenaran yang diterima begitu saja dan menggali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya benar bagi kita. Masyarakat yang sehat bukanlah yang menekan perbedaan, tetapi yang menghargai keberagaman pilihan dan sudut pandang.

Tentu saja, ini bukan berarti kita harus menentang setiap norma yang ada. Beberapa norma memang berperan penting dalam menjaga harmoni sosial dan menyatukan masyarakat. 

Namun, kita juga perlu sadar bahwa kebenaran normatif bukanlah sesuatu yang mutlak dan abadi. Ia adalah hasil dari konstruksi sosial yang bisa berubah sesuai kebutuhan zaman. Ketika kebenaran normatif mulai bertentangan dengan realitas atau merugikan individu-individu yang berbeda, saatnya untuk mengevaluasi kembali nilai-nilai tersebut.

Kebenaran normatif adalah produk masyarakat yang terus berkembang. Jika kita ingin hidup dalam masyarakat yang lebih inklusif dan suportif, kita perlu membuka ruang dialog yang memungkinkan setiap individu untuk mencari dan menemukan kebenaran yang relevan bagi mereka sendiri. 

Alih-alih berpegang pada kebenaran yang dianggap "benar" oleh semua orang, kita bisa membangun masyarakat yang lebih empatik dan mendukung perbedaan. Dalam keberagaman pilihan itulah, sesungguhnya kita dapat menemukan nilai-nilai yang lebih kaya dan bermakna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun