Di sebuah warung kopi yang selalu ramai, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal duduk santai dengan cangkir kopi di tangan. Hari itu, suasana hangat di warung Pak Surya dipenuhi dengan obrolan tentang presiden baru yang baru saja dilantik. Semua orang tampaknya menunggu kejutan besar yang dijanjikan.
Kobar, yang selalu antusias, membuka pembicaraan. "Eh, guys! Udah denger berita tentang presiden baru kita? Dia bilang bakal ada kejutan! Gue udah siap baper, nih!"
Kahar, yang optimis, langsung bersemangat. "Iya! Dia bilang mau bikin program-program inovatif yang belum pernah ada sebelumnya. Mungkin kita bisa dapat subsidi kopi gratis!"
Badu, yang selalu skeptis, tertawa. "Atau bisa jadi, kejutan yang dimaksud adalah pengumuman pajak baru untuk kopi! 'Selamat datang di era pajak baru! Pajak kopi 20%!'"
Rijal, yang cerdas dan analitis, menanggapi. "Tapi beneran, guys. Kita harus tetap kritis. Kejutan itu bisa jadi baik, bisa jadi buruk. Yang penting adalah bagaimana implementasinya."
Kobar mengangguk setuju. "Tapi kita tetap bisa berharap, kan? Mungkin dia bakal ngeluarin kebijakan yang bikin kita semua terkejut, kayak 'Kebijakan Pesta Rakyat'! Semua orang dapat undangan untuk pesta gratis!"
Kahar melanjutkan dengan nada bercanda. "Dan kita bisa bawa makanan dari rumah! 'Ayo bawa bekal, biar kita semua dapat makanan gratis!'"
Badu mengangguk, "Dan menteri baru kita pasti seru-seru. Mungkin ada artis yang jadi menteri kebudayaan, dan dia bakal bikin konser di setiap kota! 'Kita panggil penyanyi-penyanyi top untuk bawa seni ke tengah masyarakat!'"
Rijal berusaha menjelaskan dengan lebih serius. "Tapi kalau artis yang jadi menteri, apa dia siap dengan tanggung jawab? Kita perlu orang yang paham betul soal kebijakan, bukan sekadar penampilan."
Kobar mencampuradukkan humor dengan keseriusan. "Gue setuju, tapi yang penting adalah pengaruhnya. Siapa tahu dia bisa menarik minat anak muda untuk lebih aktif dalam politik!"
Kahar mengangguk. "Benar! Mungkin kejutan yang dimaksud adalah mengajak generasi muda untuk terlibat. Kita butuh ide-ide segar untuk masa depan."
Badu memandang Rijal. "Tapi jangan sampai kejutan itu malah jadi bencana, ya. Seperti yang kita lihat di berita, kadang 'kejutan' itu bisa jadi 'kebijakan mengejutkan' yang bikin semua orang geleng-geleng kepala."
Rijal menanggapi, "Nah, itu dia! Kita harus tetap waspada dan kritis. Jika memang ada kebijakan baru, kita harus bisa menganalisis dampaknya bagi rakyat. Jangan sampai kita hanya terbuai dengan kata 'kejutan'."
Kobar menambahkan, "Bener, Ji. Kita jangan sampai jadi penggemar yang buta. Kita harus tetap jadi rakyat yang cerdas. Siap untuk kritik dan saran!"
Sambil menyesap kopi mereka, keempat sahabat itu sepakat untuk memantau berita dan menunggu kejutan dari presiden baru dengan semangat kritis. Mereka bertekad untuk tetap berpartisipasi dalam proses demokrasi, siap untuk memberikan masukan, kritik, dan tentunya, sedikit humor.
Saat waktu berlalu, mereka tetap berkumpul di warung itu, berharap kejutan yang akan datang adalah sesuatu yang positif untuk negeri ini. Karena, di balik setiap kejutan, selalu ada harapan dan kesempatan untuk memperbaiki keadaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H