Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wakil Rakyat yang Mana?

20 Oktober 2024   22:43 Diperbarui: 21 Oktober 2024   01:10 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu di warung kopi, langit mendung menggantung seolah menggambarkan suasana hati Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Kopi hitam sudah tersaji, dan seperti biasa, topik panas politik menjadi bahan obrolan mereka. Hari ini, topiknya adalah wakil rakyat. Tapi, bukan wakil rakyat biasa. Mereka bertanya-tanya: wakil rakyat yang mana?

Kobar, yang terkenal sebagai si tukang kritik, langsung membuka percakapan. "Eh, kalian sadar nggak, di TV tiap kali ada berita tentang rapat DPR, isinya kursi kosong? Ini mereka tuh wakil rakyat yang mana? Rakyat kantor atau rakyat dunia maya?"

Badu, dengan mulut penuh gorengan, tertawa sampai hampir tersedak. "Hahaha! Wakil rakyat yang rapatnya lebih sering di grup WhatsApp kali, Bor. Ngumpul kalau ada event penting, kayak pemotongan pita, syuting video pencitraan, atau kunjungan kerja ke luar negeri."

Kahar, si analis politik amatir, menghela napas panjang. "Kalau di luar negeri sih, kunjungan kerjanya jadi alasan buat liburan. Gimana nggak, mereka ke Eropa, ke Amerika, foto-foto di landmark, tapi kalau ditanya hasil rapatnya apa, jawabnya 'masih dibahas'."

Rijal, yang biasanya lebih kalem, kali ini ikut menimpali. "Mereka ini seharusnya mewakili kita, kan? Tapi kok ya tiap kali ada permasalahan, nggak pernah muncul. Waktu harga BBM naik, mereka diem aja. Pas rakyat demo, mereka lagi sibuk seminar tentang ekonomi global."

Kobar menepuk meja, membuat cangkir kopi di depannya bergetar. "Iya, itu dia! Pas ada yang susah, mereka nggak kelihatan. Tapi coba pas mau reses? Datang semua ke kampung, bagi-bagi sembako, ngasih pidato penuh janji, bikin spanduk besar dengan senyuman lebar. Lha, setelah itu? Hilang lagi."

Badu ikut menimpali dengan ekspresi serius, meski mulutnya masih penuh gorengan. "Wakil rakyat yang wakil-wakilan. Mereka tuh lebih sering jadi wakil pribadi, bukan wakil rakyat. Ngurus bisnis sendiri, bikin proyek pribadi, padahal yang bayar gaji mereka siapa? Kita!"

Kahar menyesap kopi hitamnya sebelum berbicara. "Benar, Bad. Gaji mereka gede, fasilitas mewah. Mobil dinas, rumah dinas, semua serba dinas. Tapi apa yang mereka lakuin buat rakyat? Rakyat malah dinasihatin buat 'hemat', 'sabar', 'pahami kondisi negara'. Giliran mereka yang boros, siapa yang nasihatin?"

Kobar mengangguk keras. "Betul banget! Wakil rakyat ini lebih sibuk mikirin diri sendiri daripada nasib rakyat. Udah kayak selebriti, tiap hari sibuk pencitraan. Lihat aja, tiap kali ada acara besar, mereka muncul dengan jas baru, senyum manis. Tapi di balik layar, sibuk nyari peluang bisnis!"

Rijal yang biasanya berusaha untuk berpikir positif, kali ini tampak frustasi. "Tapi kan, ada juga wakil rakyat yang baik. Yang benar-benar turun ke lapangan, mendengar keluhan rakyat, dan bekerja keras buat kita."

Badu langsung menyambar. "Yang kayak gitu mungkin ada, Rijal, tapi jumlahnya bisa dihitung pake jari! Sisanya? Sibuk rapat tertutup, sibuk ngatur proyek, dan paling rajin saat waktu pemilu udah dekat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun