Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Optimis dalam Kegelapan

20 Oktober 2024   17:38 Diperbarui: 20 Oktober 2024   17:55 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sawah dan hutan, terdapat empat sahabat karib: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka selalu bersama, berkeliling desa, menikmati segelas kopi di warung, atau duduk di bawah pohon mangga besar sambil bercanda. Meski hidup dalam kesederhanaan, keempatnya memiliki satu kesamaan: optimisme yang tak tergoyahkan.

Suatu sore, setelah hujan deras, mereka berkumpul di warung kopi. Kobar, dengan semangatnya yang khas, berkata, "Kalian tahu, meskipun hujan menghalangi kita untuk beraktivitas, pasti ada sisi baiknya! Tanaman jadi subur, kan?"

Kahar, yang selalu ceria, menjawab, "Betul, Kobar! Dan kita juga bisa lebih banyak waktu untuk beristirahat. Mungkin bisa memikirkan rencana baru!"

Badu, yang cenderung skeptis, mengernyit. "Tapi, kita juga kehilangan penghasilan hari ini. Hujan ini merugikan, bukan?"

Rijal, yang biasanya tenang, mengangguk. "Memang ada kerugian, tapi kita juga bisa memanfaatkan waktu ini untuk belajar hal baru. Mungkin kita bisa membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan yang ada di sekitar kita."

"Kerajinan tangan?" tanya Badu, ragu. "Apa itu bisa mendatangkan uang?"

Kobar segera menjawab, "Tentu saja! Kita bisa menjualnya di pasar. Aku pernah lihat ibu-ibu di desa sebelah menjual kerajinan dari anyaman daun. Banyak yang suka!"

Kahar bersemangat, "Itu ide yang bagus! Kita bisa berkolaborasi. Setiap orang punya keahlian masing-masing. Aku bisa melukis, Kobar bisa merancang, Badu bisa menjual, dan Rijal bisa mempromosikan!"

Badu mengernyit lagi. "Tapi, bukankah kita perlu modal untuk membeli bahan baku? Kita tidak punya uang."

Rijal tersenyum. "Tak perlu khawatir! Kita bisa mulai dari yang kecil. Ambil bahan-bahan yang ada di sekitar kita. Kita bisa menggunakan apa yang sudah kita miliki."

Dengan semangat baru, mereka pun mulai merencanakan proyek kerajinan tangan. Selama beberapa hari ke depan, mereka mengumpulkan daun, ranting, dan benda-benda bekas untuk dijadikan kerajinan. Kobar merancang bentuk, Kahar melukis pola-pola menarik, Rijal mempromosikan kepada tetangga, dan Badu berjualan di pasar.

Namun, ketika produk pertama mereka siap, mereka menghadapi kenyataan pahit. Penjualan sangat sepi. Banyak yang melewati stan mereka dan tidak tertarik. Badu mulai merasa putus asa. "Kita sudah berusaha, tapi semua ini sia-sia. Mungkin kita tidak memiliki bakat untuk ini."

Kobar mencoba menenangkan. "Jangan menyerah! Kita baru mulai. Coba kita evaluasi. Mungkin desain kita kurang menarik."

Kahar menambahkan, "Atau mungkin kita bisa menawarkan diskon. Siapa tahu orang-orang lebih tertarik."

Rijal berkata, "Yang terpenting adalah kita tetap optimis. Setiap kegagalan adalah pelajaran untuk kita agar lebih baik di masa depan."

Mendengar kata-kata Rijal, Badu mulai tersenyum. "Baiklah, mari kita coba lagi. Mungkin kita bisa mengubah strategi pemasaran kita."

Setelah beberapa perubahan dan promosi yang lebih agresif, perlahan-lahan, kerajinan tangan mereka mulai laku. Dari yang awalnya sepi, pembeli mulai berdatangan. Mereka bahkan mendapatkan banyak pelanggan tetap.

Suatu sore, ketika mereka duduk di warung kopi, Kobar dengan bangga mengangkat cangkir kopinya. "Lihat, kita berhasil! Semua ini berkat optimisme kita. Kita tidak pernah menyerah!"

Kahar menambahkan, "Betul! Jika kita tetap percaya dan berusaha, pasti ada jalan. Bahkan di tengah kegelapan, selalu ada secercah harapan."

Badu, yang kini lebih optimis, mengangguk setuju. "Siapa sangka dari ketidakpastian bisa lahir peluang baru. Pelajaran ini akan selalu diingat!"

Rijal menutup percakapan mereka dengan bijak. "Optimisme adalah kunci. Dalam hidup, akan selalu ada tantangan. Tapi dengan semangat dan kerja sama, kita bisa menghadapinya dan menemukan solusi."

Mereka tertawa dan mengangkat cangkir, merayakan kemenangan kecil mereka. Di tengah kesederhanaan, persahabatan, dan optimisme yang tak padam, mereka belajar bahwa setiap tantangan bisa menjadi peluang, dan selama mereka bersama, tidak ada yang tidak mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun