Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Cinta Bertemu Realita

20 Oktober 2024   06:27 Diperbarui: 20 Oktober 2024   06:46 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah desa yang damai, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di sebuah warung kopi, menikmati suasana sore dengan secangkir kopi dan gorengan. Suatu hari, saat diskusi mulai menghangat, topik menarik muncul: 'segeralah menikah'.

Kobar, yang dikenal kritis dan suka menganalisis, membuka pembicaraan. "Teman-teman, sekarang ini banyak orang yang bilang bahwa menikah itu harus segera. Tapi, apakah semua orang siap? Banyak yang menikah hanya karena tekanan sosial, bukan karena cinta yang sejati!"

Kahar, yang selalu memiliki pandangan humoris, menimpali, "Iya, Kob! Dan kalau ditanya kenapa mau menikah, jawabnya 'biar nggak dianggap jomblo'! Seakan menikah itu seperti mendapatkan sertifikat kelayakan hidup!"

Badu, yang selalu optimis, berkata, "Tapi menikah juga bisa jadi hal yang indah, kalau dilakukan dengan niat yang baik dan pasangan yang tepat. Kita tidak bisa menafikan bahwa banyak orang yang menikah dan bahagia."

Rijal, yang biasanya pendiam, menambahkan, "Tapi yang kita lihat sekarang adalah tren menikah muda. Banyak yang baru lulus sekolah langsung memutuskan untuk menikah. Apakah mereka benar-benar siap menghadapi semua tantangan yang ada?"

Kobar mengangguk setuju. "Betul! Dan yang lebih parah, banyak yang percaya bahwa menikah akan menyelesaikan masalah hidup. 'Setelah menikah, hidupku akan bahagia!' Padahal, hidup baru saja dimulai!"

Kahar melanjutkan, "Seakan-akan menikah itu adalah tiket untuk menikmati kebahagiaan selamanya. Mereka lupa bahwa setelah menikah, ada tanggung jawab yang datang bersamanya! Bukannya bebas, malah jadi terjebak!"

Badu menambahkan, "Jangan lupakan juga soal finansial! Banyak pasangan muda yang menikah tanpa persiapan keuangan yang matang. Mereka berpikir bahwa cinta bisa menutupi segalanya. 'Cinta saja cukup!' Tapi, ketika tagihan datang, cinta itu tidak bisa membayar!"

Rijal berkomentar, "Dan jangan lupakan perbedaan karakter. Menikah itu bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa saling memahami dan berkompromi. Tidak semua orang siap untuk itu."

Kobar kembali bersuara, "Saya rasa kita perlu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mempersiapkan diri sebelum menikah. Kita bisa mengadakan seminar di desa ini tentang apa yang harus dipertimbangkan sebelum menikah."

Kahar bersemangat. "Itu ide yang bagus! Kita bisa mengundang narasumber yang berpengalaman untuk memberikan panduan tentang pernikahan yang sehat. Kita bisa mengajak orang-orang tua juga agar mereka bisa memahami perspektif anak-anak mereka."

Badu setuju, "Dan kita bisa membuat acara yang menyenangkan! Seperti, kita bisa adakan permainan dan diskusi interaktif tentang menikah dan hubungan!"

Rijal menyarankan, "Kita juga bisa meminta beberapa pasangan yang sudah berpengalaman untuk berbagi cerita mereka. Mungkin mereka bisa memberi wawasan tentang tantangan yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya."

Akhirnya, mereka sepakat untuk mengadakan acara bertema "Segeralah Menikah: Siapkah Kita?" Hari itu pun tiba, dan warga desa datang dengan antusias. Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal menyambut mereka dengan penuh semangat.

Kahar membuka acara dengan canda. "Selamat datang di acara kita! Kita di sini bukan untuk menakut-nakuti kalian tentang pernikahan, tetapi untuk membantu kalian memahami bahwa menikah bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang persiapan!"

Badu melanjutkan, "Kita akan membahas hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah, seperti keuangan, komunikasi, dan bagaimana menghadapi perbedaan!"

Kobar menyampaikan pesan penting tentang pentingnya mengenali diri sendiri dan pasangan sebelum memutuskan untuk menikah. Rijal berbagi pengalamannya tentang tantangan yang dihadapi oleh teman-teman sebayanya yang menikah muda.

Setelah acara selesai, banyak warga desa yang merasa terinspirasi. Mereka berterima kasih kepada Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal atas informasi berharga yang diberikan.

Udin, seorang pemuda desa yang awalnya ingin menikah muda, mengakui, "Saya tidak menyangka ada begitu banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum menikah. Saya akan lebih sabar dan mempersiapkan diri dengan baik."

Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal tersenyum puas. Mereka telah berhasil mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mempersiapkan diri sebelum menikah. Dengan semangat baru, mereka berkomitmen untuk terus berbagi informasi dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan hidup.

Hari itu, desa kecil mereka menjadi lebih sadar akan pentingnya persiapan sebelum menikah. Dalam perjalanan pulang, mereka tertawa dan berbagi cerita, menyadari bahwa menikah adalah langkah besar yang membutuhkan pemikiran dan persiapan yang matang, bukan hanya sekedar mengikuti arus dan tradisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun