Di sebuah desa kecil yang tenang, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di warung kopi milik Ibu Tini, sambil menikmati kopi dan gorengan. Suatu sore, saat suasana cerah dan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka, perbincangan mereka beralih ke topik yang sering menghiasi pikiran para remaja: 'dampak negatif pacaran'.
Kobar, yang dikenal sebagai pemikir kritis di antara mereka, memulai. "Teman-teman, kita harus bicara tentang pacaran. Sekarang ini, banyak remaja yang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Mereka mengabaikan pendidikan, teman, dan bahkan kesehatan hanya untuk mengejar cinta yang belum tentu berujung baik."
Kahar, yang selalu siap melontarkan lelucon, menimpali. "Iya, Kob! Apalagi sekarang ada istilah 'cinta buta'. Itu artinya, mereka tidak hanya buta terhadap cinta, tapi juga buta terhadap kewajiban mereka! Lihat saja si Udin, berapa kali dia bolos sekolah karena 'kencan' dengan pacarnya? Sekarang dia sudah jadi bintang iklan penjual produk herbal untuk ujian!"
Badu, yang optimis, menambahkan, "Tapi kita juga tidak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya. Pacaran di usia muda bisa jadi pelajaran berharga jika mereka melakukannya dengan bijak. Masalahnya, banyak yang tidak paham batasan!"
Rijal, yang biasanya pendiam, mengangguk setuju. "Betul! Kadang mereka menganggap pacaran itu segalanya. Mereka sampai mengabaikan pelajaran dan aktivitas penting lainnya. Padahal, pacaran yang sehat harusnya mendukung, bukan mengganggu."
Kobar kembali bersuara, "Nah, itulah yang ingin saya soroti. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa cinta itu harus mengorbankan segalanya. 'Aku harus hadir setiap saat untuk pacar aku!' Tapi pada kenyataannya, itu justru bisa merugikan diri mereka sendiri."
Kahar menggeleng. "Bisa jadi pacaran itu seperti meminjam baju dari teman. Awalnya bagus, tapi kalau terlalu sering dipakai, bisa kotor dan tidak nyaman. Lama-lama, teman yang meminjamkan baju pun merasa tidak enak!"
Badu tertawa. "Hati-hati, Kahar! Nanti baju itu jadi bau cinta!" Semua tertawa, tetapi Rijal lebih serius. "Tapi kita harus ingat, bahwa ketika pacaran, ada emosi yang terlibat. Jika hubungan itu berakhir, bisa jadi mereka akan merasakan sakit hati yang mendalam. Ini bisa berpengaruh pada mental mereka."
Kobar mengangguk setuju. "Kita harus membahas ini lebih jauh. Kita bisa mengadakan diskusi di desa tentang pacaran yang sehat dan dampak negatifnya. Kita bisa mengundang pemuda-pemudi untuk berdiskusi, mendengarkan pengalaman, dan saling memberi tips."
Kahar bersemangat. "Ide yang bagus! Kita bisa membagikan informasi tentang bagaimana mengelola hubungan tanpa mengorbankan pendidikan dan kehidupan sosial. Kita juga bisa menyertakan beberapa kegiatan, seperti permainan, untuk membuatnya lebih menarik!"