sampah di media sosial'.
Di sebuah kampung kecil yang sepi, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di pos ronda. Malam itu, mereka duduk santai sambil menyeruput kopi dan menikmati keripik tempe. Namun, suasana malam itu tak secerah biasanya. Topik hangat yang menghiasi pembicaraan mereka adalah 'beritaKobar, yang dikenal suka mengikuti berita terkini, membuka pembicaraan. "Eh, teman-teman, kalian sudah lihat berita di medsos tentang penemuan ular raksasa di kampung sebelah? Diunggah ribuan kali, dan banyak yang percaya!"
Kahar menggeleng. "Itu dia, Kob! Berita-berita seperti itu malah bikin kita bingung. Aku tadi baru lihat video 'anjing bisa bicara' yang ternyata hanya editan. Tapi banyak yang percaya itu asli!"
Badu, yang punya selera humor tinggi, menambahkan, "Tapi yang paling lucu adalah berita tentang artis yang katanya menikah dengan alien! Banyak yang komentar, 'Semoga bahagia, ya!' Padahal itu jelas hoaks!"
Rijal tertawa. "Kalau berita sampah kayak gitu sudah jadi makanan sehari-hari. Kadang aku heran, kenapa orang-orang lebih suka mempercayai berita konyol daripada berita yang lebih penting, seperti kabar tentang lingkungan atau kesehatan."
Kobar mengangguk. "Benar, Rijal. Ini adalah zaman di mana informasi cepat menyebar, tetapi banyak yang tidak memverifikasi kebenarannya. Misalnya, ada berita tentang vaksin yang bisa bikin orang jadi kucing! Sumpah, aku sampai ngakak!"
Kahar menimpali, "Tapi yang lebih parah, Kob, adalah ketika berita itu menyebar dan merugikan orang lain. Ada berita yang bilang kalau tetangga kita pencuri, padahal itu hanya gosip. Masyarakat langsung menghakimi tanpa bukti!"
Badu, yang seringkali melihat sisi humor, berkata, "Makanya, kita harus jadi detektif informasi! Setiap kali lihat berita, tanya dulu: 'Apakah ini bisa dipercaya?' Jika tidak, ya sudah, buang saja ke tempat sampah!"
Rijal menambahkan dengan serius, "Tapi itu tidak semudah yang dibayangkan. Banyak orang yang terlanjur percaya dan menyebarkan. Kita harus lebih aktif untuk mengedukasi orang-orang di sekitar kita tentang bahaya berita sampah."
Kobar mengusulkan, "Bagaimana kalau kita bikin grup diskusi di medsos? Setiap kali ada berita, kita bisa saling berbagi pendapat dan memverifikasi. Kita jadi semacam 'Tim Detektif Berita'!"
Kahar menyetujui ide tersebut. "Kita bisa mengundang orang-orang yang mau belajar agar lebih kritis terhadap berita. Siapa tahu, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih sehat dalam hal informasi!"