Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebenaran di Balik Kabar

18 Oktober 2024   23:57 Diperbarui: 19 Oktober 2024   01:16 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kampung yang sepi, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di pos ronda. Malam itu, suasana terasa hangat meski cuaca agak dingin. Mereka bersantai sambil menyeruput kopi dan berbagi cerita. Namun, ada satu topik yang membuat malam itu semakin seru: 'meyakini sebuah kebenaran'.

Kobar, yang terkenal dengan semangatnya dalam membahas segala hal, memulai. "Teman-teman, kita sering mendengar berita di media sosial, kan? Tapi, aku merasa banyak dari berita itu yang tidak benar. Kita harus pintar-pintar memilah mana yang benar dan mana yang hoaks!"

Kahar mengangguk. "Benar, Kob. Tapi terkadang kita sulit membedakan kebenaran dari kebohongan. Misalnya, beberapa waktu lalu ada berita tentang penemuan hewan mitos di desa sebelah. Banyak orang percaya, padahal itu hanya gambar editan!"

Badu, yang selalu ingin mencari sensasi, menimpali. "Eh, tapi kalau kita terus-terusan skeptis, kita bisa kehilangan banyak hal menarik, lho! Coba saja kalau semua orang tidak percaya berita tentang hantu penunggu kebun. Mungkin kita akan melewatkan pengalaman seru melihat hantu!"

Rijal tersenyum, "Badu, kamu ini. Tapi benar, kita juga perlu untuk skeptis. Ada kalanya kita harus meragukan apa yang kita dengar. Apalagi di zaman sekarang, informasi bisa menyebar dengan cepat tanpa verifikasi yang baik."

Kobar melanjutkan, "Nah, itulah yang membuat kita perlu mencari sumber yang terpercaya. Kita tidak bisa sembarangan meyakini sebuah kebenaran. Misalnya, ada kabar tentang artis yang terlibat skandal. Masyarakat langsung percaya tanpa mencari tahu lebih dalam. Kenyataannya, bisa jadi itu hanya gosip belaka."

Kahar menambahkan, "Itu dia! Kita harus lebih kritis. Aku pernah menerima pesan tentang vaksin yang katanya mengandung bahan-bahan berbahaya. Tapi setelah aku cek, itu hanya mitos. Banyak informasi yang tidak berdasar."

Badu tersenyum lebar, "Jadi kita semua sepakat, ya? Kita harus menjadi detektif informasi. Meneliti setiap berita sebelum kita meyakini dan menyebarkannya. Kita tidak mau jadi korban kabar angin."

Rijal mengangguk setuju. "Tapi ada kalanya kita harus percaya pada kebenaran, lho. Misalnya, saat kita tahu teman kita sedang mengalami masalah. Kita harus percaya pada kata-katanya, bukan hanya pada berita yang beredar."

Kobar mengangkat jari. "Oh, itu juga penting! Kita tidak boleh terbawa arus berita hingga mengabaikan realitas. Kadang, kebenaran itu datang dari pengalaman langsung. Kita perlu mendengarkan dan mempercayai satu sama lain."

Kahar menambahkan, "Itulah sebabnya kita harus lebih sering berkumpul dan berdiskusi. Dengan berbagi cerita dan pengalaman, kita bisa menemukan kebenaran yang lebih jelas. Kita tidak hidup sendiri di dunia ini."

Badu, yang mulai bersemangat, berkata, "Kalau gitu, kita bikin grup diskusi tentang berita! Setiap kali ada kabar baru, kita bisa saling berbagi dan mendiskusikannya. Siapa tahu, kita bisa jadi penyebar informasi yang benar dan bisa dipercaya."

Rijal setuju. "Itu ide yang bagus, Badu! Kita bisa mengajak warga lainnya untuk bergabung. Dengan begitu, kita bisa bersama-sama menjaga informasi yang sampai ke masyarakat."

Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal pun sepakat untuk memulai inisiatif tersebut. Mereka akan menjadi garda terdepan dalam menyebarkan kebenaran di kampung mereka, melawan hoaks dan kabar yang tidak jelas.

Malam itu, di pos ronda yang sederhana, mereka menemukan makna baru tentang kebenaran. Dengan segelas kopi hangat di tangan, mereka bercanda, berbagi cerita, dan merencanakan langkah-langkah kecil untuk menjadi agen kebenaran di tengah masyarakat.

Dengan tawa dan semangat baru, mereka pulang ke rumah masing-masing, siap untuk menghadapi tantangan menjadi penyebar kebenaran. Sebuah malam yang membawa harapan, bahwa di tengah maraknya informasi yang tidak jelas, masih ada ruang untuk mempercayai kebenaran dan berbagi pengetahuan satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun