Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mitos dan Realita di Kampung

18 Oktober 2024   22:56 Diperbarui: 19 Oktober 2024   00:36 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah kampung kecil yang tenang, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di pos ronda. Mereka duduk di bangku kayu sambil meneguk kopi dan menikmati keripik tempe. Malam itu, mereka membahas topik yang sangat menarik: 'mitos dalam masyarakat'.

Kobar, yang dikenal dengan banyak pengetahuannya, memulai pembicaraan. "Jadi, teman-teman, kalian tahu kan bahwa banyak mitos yang berkembang di masyarakat kita? Misalnya, mitos tentang kucing hitam yang dianggap pembawa sial. Padahal, itu hanya kepercayaan yang tidak berdasar!"

Kahar mengangguk, "Benar, Kob. Mitos seperti itu sering kali bikin orang takut berlebihan. Aku pernah lihat orang lari ketakutan hanya karena melihat kucing hitam. Padahal, kucing itu cuma nyari makan."

Badu, yang biasanya lebih suka bercerita tentang hal-hal lucu, ikut menambahkan. "Eh, ingat nggak waktu kita semua mengira bahwa jika kita makan durian di malam hari, kita akan mimpi buruk? Aku pernah nekat makan durian malam-malam, eh, besoknya malah mimpi indah! Sumpah, jadi pengen makan durian lagi!"

Rijal tersenyum, "Itu karena kamu mimpi tentang durian, Badu! Tapi bener, mitos bisa bikin orang terpengaruh. Misalnya, mitos tentang anak yang lahir dengan telinga mirip telinga hewan. Ada yang percaya bahwa itu tanda anak tersebut akan jadi anak nakal."

Kobar menggeleng. "Tapi yang lebih lucu adalah mitos tentang mandi setelah makan. Banyak orang bilang, kalau kita mandi setelah makan, nanti bisa pingsan! Padahal, itu semua cuma mitos. Mandi setelah makan itu tidak ada efek buruknya."

Kahar mencibir. "Tapi kamu harus hati-hati, Kob. Mitos-mitos ini sering kali mencerminkan kecemasan masyarakat. Misalnya, orang takut berlebihan karena khawatir tentang kesehatan, atau mungkin pengalaman buruk yang mereka alami."

Badu menambahkan, "Tapi mitos juga bisa jadi alat untuk menghibur! Seperti mitos bahwa ada hantu yang suka mencuri sendal. Itu bikin orang-orang lebih waspada dan bahkan bikin cerita seru di kampung!"

Rijal tersenyum lebar. "Atau mitos tentang kuda yang bisa bicara! Siapa sih yang nggak pengen denger kuda berbicara? Mungkin kalau kita bisa ngobrol sama kuda, kita bisa dapet banyak nasihat bijak!"

Kobar tidak mau ketinggalan. "Akhirnya kita bisa tahu kuda mana yang lebih pintar! Mitos ini bikin kita bisa terhubung dengan hal-hal yang tidak kita duga."

Kahar menyela, "Tapi kita juga harus sadar, mitos bisa mempengaruhi cara berpikir kita. Banyak orang yang jadi superstisi karena terpengaruh oleh mitos-mitos ini. Mereka jadi takut melakukan hal-hal tertentu hanya karena ada mitos yang menyertainya."

Badu tiba-tiba terlihat serius. "Tapi, Kahar, kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mitos. Ada beberapa yang memiliki nilai positif, seperti mitos tentang pentingnya menghormati orang tua atau membantu sesama. Mitos seperti itu bisa jadi pedoman hidup!"

Kobar mengangguk, "Jadi, kita bisa simpulkan bahwa mitos itu bisa jadi dua sisi, ya. Di satu sisi, bisa bikin orang berlebihan, tetapi di sisi lain bisa jadi alat pendidikan atau pengingat. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi mitos tersebut."

Rijal tersenyum. "Setuju! Yang penting, kita tidak membiarkan mitos mengatur hidup kita, tetapi kita bisa mengambil hikmah dari setiap cerita yang ada."

Malam itu, di pos ronda yang biasanya dipenuhi dengan canda dan tawa, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal menemukan makna baru tentang mitos. Mereka menyadari bahwa meskipun mitos sering kali terdengar konyol, setiap cerita memiliki pelajaran yang bisa dipetik.

Dengan segelas kopi di tangan, mereka berempat melanjutkan diskusi, membahas mitos-mitos lainnya dan tertawa bersama. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada berbagi cerita, bahkan jika itu adalah cerita mitos yang kadang tidak masuk akal. Sebuah malam yang penuh kebersamaan dan pengertian, yang menggugah mereka untuk berpikir lebih kritis tentang apa yang mereka percayai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun