Mohon tunggu...
BUDIAMIN
BUDIAMIN Mohon Tunggu... Seniman - K5 ArtProject

Hanya debu yang diterbangkan angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Drama Pos Ronda

18 Oktober 2024   21:55 Diperbarui: 18 Oktober 2024   22:20 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kampung yang tenang, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal berkumpul di pos ronda. Malam itu, suasana agak berbeda. Biasanya mereka membahas gosip, tapi kali ini mereka tampak serius. Topik hangat malam itu adalah tentang *berdoa dan berusaha*, dua hal yang sering kali diperdebatkan.

Kobar, yang selalu berapi-api, membuka pembicaraan. "Jadi gini, teman-teman, banyak orang bilang, 'Berdoa saja, jangan lupa berusaha.' Tapi aku merasa berdoa itu sudah cukup. Tuhan sudah menentukan segalanya!"

Kahar, yang dikenal dengan kesabarannya, mengangguk pelan. "Kob, aku setuju bahwa doa itu penting. Tapi kita juga harus berusaha, lho. Tanpa usaha, doa kita bisa jadi hanya harapan kosong. Bayangkan aja, kalau kita mau mendapatkan sesuatu, tapi kita cuma duduk manis dan berharap. Toh, Tuhan juga tidak akan mengirimkan rezeki lewat langit."

Badu, yang selalu mencari jalan pintas, ikut menanggapi. "Eh, tapi kalau kita berdoa sambil berusaha, kan kita jadi capek. Aku lebih suka berdoa saja. Misalnya, kalau mau uang, ya sudah, aku berdoa minta uang. Minta Tuhan kasih keajaiban. Kenapa harus susah-susah berusaha?"

Rijal, yang lebih bijak, tersenyum mendengar Badu. "Badu, kamu itu luar biasa. Kapan saja ada masalah, selalu ada ide cemerlang untuk menghindar dari usaha. Tapi coba pikirkan, berdoa itu seperti membeli tiket pesawat. Kamu bisa membeli tiket, tetapi tanpa menuju bandara dan naik pesawat, tiket itu tidak ada gunanya. Sama halnya dengan doa; kamu perlu berusaha untuk mencapainya."

Kobar mulai merasa tertekan. "Tapi Rijal, aku sudah berdoa! Kenapa usaha yang aku lakukan tidak membuahkan hasil? Misalnya, aku sudah berusaha dengan keras untuk mendapatkan pekerjaan, tapi sampai sekarang masih belum berhasil."

Kahar mengangguk, memahami perasaan Kobar. "Kob, bisa jadi memang belum saatnya. Tapi bukan berarti kita harus berhenti berusaha. Kadang-kadang, Tuhan ingin melihat seberapa besar kita mau berjuang untuk mencapai sesuatu. Jadi, jangan pernah lelah untuk berusaha."

Badu, yang mulai merasa bosan dengan pembicaraan serius ini, berkomentar dengan nada sarkastis, "Nah, mungkin yang perlu kita lakukan adalah bikin pertemuan doa massal! Siapa tahu dengan berkumpul ramai-ramai, doa kita bisa lebih didengar. Lagipula, makin ramai, makin seru!"

Kahar menahan tawa, "Badu, kamu memang luar biasa. Tapi kita tidak bisa hanya mengandalkan keramaian, lho. Kita juga perlu konsistensi dan kesungguhan dalam berdoa dan berusaha."

Rijal menambahkan, "Aku setuju dengan Kahar. Doa adalah komunikasi kita dengan Tuhan, dan usaha adalah cara kita menunjukkan keseriusan kita. Mungkin kita perlu lebih disiplin dalam berusaha. Misalnya, jika kita berdoa untuk kesehatan, kita juga perlu menjaga pola makan dan berolahraga."

Kobar mengangguk, merasa terinspirasi. "Jadi, maksud kalian, kita harus seimbang antara doa dan usaha? Berdoa dan berusaha berjalan beriringan?"

Kahar mengangguk mantap. "Betul sekali! Doa memberi kita semangat dan kekuatan, sedangkan usaha membawa kita pada tujuan. Keduanya sama-sama penting."

Badu, yang tampaknya baru mendapat ide, bertanya, "Lalu, gimana kalau kita bikin acara 'Doa dan Usaha' di pos ronda? Kita ajak semua warga berkumpul, berdoa, dan setiap orang bisa cerita tentang usaha mereka. Mungkin bisa jadi motivasi!"

Rijal tersenyum lebar, "Itu ide yang bagus, Badu! Kita bisa ajak semua orang untuk berbagi pengalaman dan saling mendukung. Dengan begitu, kita bisa menginspirasi satu sama lain untuk terus berusaha setelah berdoa."

Kobar, yang awalnya skeptis, mulai terlihat bersemangat. "Aku setuju! Kita bisa buat agenda tetap, setiap bulan kita kumpul di sini, berdoa dan berbagi tentang usaha masing-masing. Siapa tahu ada yang bisa membantu satu sama lain."

Kahar menambahkan, "Dan jangan lupa, kita juga bisa berdoa untuk kemajuan kampung kita. Mungkin bisa minta bantuan dari Tuhan untuk memberikan jalan keluar atas berbagai masalah yang ada di kampung kita."

Badu bersemangat. "Kalau gitu, aku siap jadi koordinatornya! Kita bisa buat poster, undang semua warga, bahkan bikin acara santai dengan makanan. Pasti banyak yang datang."

Semua setuju dengan ide itu. Malam itu, di pos ronda yang biasanya hanya dipenuhi tawa dan canda, mereka merancang rencana yang baru. Kobar merasa lebih optimis, Kahar bersyukur bisa memberikan pandangan yang lebih baik, dan Rijal merasa bangga dengan inisiatif mereka.

Dengan semangat baru, mereka berempat pulang ke rumah masing-masing, membawa harapan untuk masa depan yang lebih cerah---dengan berdoa dan berusaha yang seimbang, serta mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Malam itu, mereka tak hanya menemukan makna baru tentang doa dan usaha, tetapi juga arti kebersamaan di tengah masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun