Rijal yang sejak tadi diam, mengangguk sambil tersenyum kecil. "Kobar ini contoh nyata, belajar sepanjang hayat tapi output-nya belum kelihatan."
Kobar semakin tersudut, tapi tetap tak mau kalah. "Ya, namanya juga proses, kan? Semua butuh waktu."
Kahar, yang selalu jadi penyeimbang di antara mereka, menambahkan, "Sebenarnya, konsep belajar sepanjang hayat itu penting. Tapi kita juga harus paham, belajar itu bukan soal menambah pengetahuan tanpa henti, tapi soal bagaimana kita bisa menerapkan apa yang sudah kita pelajari dalam hidup sehari-hari."
Badu, yang dari tadi merasa tersinggung, tiba-tiba berseru, "Aku nggak peduli soal kursus atau sekolah lagi. Aku belajar dari kehidupan. Lihat aku, nggak pernah ikut kursus ini-itu, tapi masih bisa hidup bahagia."
Rijal, dengan nada datar, berkata, "Tapi Badu, kalau kamu mau belajar cara betulin motor dengan benar, hidup kamu mungkin bakal lebih gampang."
Badu mengangguk-angguk, tapi tetap dengan gaya santainya. "Ah, Rijal, kamu tahu nggak? Justru itu yang bikin hidup seru. Kalau semuanya lancar, nggak ada tantangan."
Kobar, yang mulai frustasi karena merasa ilmunya tak dihargai, tiba-tiba mendapatkan ide. "Oke, kalau begitu, bagaimana kalau kita buat tantangan belajar? Tiap minggu kita belajar hal baru, apa saja, lalu kita lihat siapa yang paling banyak pelajaran berguna."
Kahar tersenyum. "Boleh juga. Tapi, Kobar, pastikan kali ini kamu tepat waktu ya. Jangan sampai pelajarannya tentang manajemen waktu malah nggak bisa diterapkan."
Mereka semua tertawa, dan malam itu berakhir dengan rencana besar Kobar yang mungkin -- atau tidak -- akan berhasil.
Namun, di minggu berikutnya, saat waktunya mempresentasikan hasil belajarnya, Kobar terlambat lagi. Alasannya? Dia sibuk belajar manajemen waktu di kursus online yang ternyata molor. Dan begitulah, "belajar sepanjang hayat" bagi Kobar berubah menjadi "pusing sepanjang hayat" karena teori dan praktiknya tak pernah sejalan.
Di pos ronda, Kahar, Badu, dan Rijal hanya tersenyum sambil menunggu. Sebab, di kampung ini, mereka paham bahwa belajar sepanjang hayat lebih dari sekadar teori, tapi juga soal kapan harus berhenti terlalu serius.