Di sebuah kampung yang tenang, hiduplah empat sahabat sejati: Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Mereka sering berkumpul di pos ronda, membahas topik-topik yang berat seperti politik, ekonomi, bahkan filosofi. Malam ini, topik diskusi mereka adalah "belajar sepanjang hayat," topik yang konon sedang ramai dibicarakan di media sosial.
Kobar, yang selalu merasa dirinya paling pintar, memulai percakapan, "Kawan-kawan, aku baca artikel tadi siang tentang belajar sepanjang hayat. Ternyata, hidup itu harus terus belajar. Kita nggak boleh berhenti hanya karena sudah lulus sekolah atau kuliah."
Badu yang terkenal paling santai langsung nyeletuk, "Kobar, aku saja waktu lulus SD langsung berhenti belajar. Sampai sekarang baik-baik saja tuh. Malah hidupku tenang."
Kahar yang selalu berusaha bijak mencoba meluruskan, "Badu, belajar sepanjang hayat itu bukan berarti harus selalu sekolah atau belajar hal-hal berat. Kita bisa belajar dari pengalaman, dari orang lain, atau bahkan dari kesalahan kita sendiri."
Rijal yang jarang bicara, tapi sering memberi komentar tajam, menimpali, "Iya, Badu. Kamu mungkin nggak belajar di sekolah lagi, tapi setiap kali kamu gagal betulin motor sendiri, kamu belajar kan untuk nggak coba-coba lagi?"
Semua tertawa, kecuali Badu yang merasa tersindir. "Ya, salah sendiri kalau aku suka otodidak," jawabnya sambil merengut.
Kobar, yang selalu suka memamerkan pengetahuannya, melanjutkan, "Sebenarnya, belajar itu juga soal upgrade diri. Lihat aku, sekarang aku lagi ikut kursus online tentang manajemen waktu."
Kahar menyipitkan matanya, curiga, "Manajemen waktu? Bukannya kamu selalu datang terlambat ke sini tiap malam ronda?"
Kobar tersipu. "Itu... itu karena aku sibuk belajar hal-hal lain, jadi kadang terlambat."
Badu menahan tawa. "Belajar manajemen waktu, tapi malah waktu sendiri nggak keurus. Luar biasa sekali, Kobar."