Di sebuah kampung kecil, tinggallah empat orang sahabat yang selalu berkumpul di pos ronda setiap malam. Mereka adalah Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Masing-masing memiliki kepribadian yang unik, tetapi ada satu hal yang selalu mereka bicarakan: cara menjadi tetangga yang baik. Anehnya, setiap kali diskusi dimulai, masalah selalu muncul.
Suatu hari, Kobar dengan wajah penuh percaya diri berkata, "Menjadi tetangga yang baik itu simpel, kawan-kawan. Intinya, kita harus selalu peduli. Lihat aku, setiap tetangga butuh apa, pasti aku siap bantu!"
Kahar yang terkenal paling bijak, tersenyum dan bertanya, "Tapi Kobar, bukankah kamu yang kemarin bantu tetangga bikin pagar, padahal dia nggak minta?"
Kobar terdiam. "Itu... iya sih, tapi niatku baik, kan? Biar pagarnya lebih kokoh!"
"Niat baik tidak selalu cocok, Kobar," sahut Badu. "Tetangga kita, si Pak Min, malah bingung waktu pagarnya jadi tembok besar yang nggak ada pintunya. Dia sampai panik karena nggak bisa keluar rumah."
Mereka semua tertawa, kecuali Kobar yang tersipu malu.
Rijal yang selama ini lebih sering diam, tiba-tiba angkat bicara. "Aku rasa, menjadi tetangga yang baik itu bukan cuma soal membantu, tapi juga harus punya privasi. Lihat aku, aku nggak pernah kepo soal urusan tetangga, hidup masing-masing saja."
Kahar mengangguk setuju. "Betul, Rijal. Tapi bukankah kamu yang selalu kelihatan ngintip di jendela kalau ada tetangga bertengkar?"
Rijal tersenyum canggung. "Eh, itu... bukan kepo, cuma mengamati. Siapa tahu butuh ditengahi, kan?"
Badu, yang terkenal paling santai, berkata, "Kalau aku sih, lebih baik jadi tetangga yang cuek saja. Nggak usah repot-repot, nanti capek sendiri. Toh, kalau ada masalah, tetangga pasti datang sendiri."